1. Pendahuluan
Hisab dan ru’yah adalah dua metode yang digunakan dalam
menentukan awal Ramadan. Namun kedua metode tersebut terkadang digunakan tidak
bersamaan dan tidak saling melengkapi. Kalaupun keduanya digunakan, terkadang
dalam penggunaannya ada yang didahulukan. Semisal organisasi Muhammadiyah lebih
mengunggulkan penggunaan hisab tanpa menafikan ru’yah, sementara NU (Nahdatul
Ulama) lebih mengedapankan ru’yah sedangkan hisab hanya sebagai alat petunjuk
dan pembantu menemukan bulan. Hal itu terjadi, karena perbedaan dalil al-Qur’an
dan hadis yang digunakan oleh masing-masing organisasi, terlebih lagi porsi
keterlibatan ijtihad (rasio) dalam penentuan awal Ramadan.
Sebagian orang memahaminya
bahwa rukyah yang dimaksud adalah tampaknya hilal yang dilihat oleh mata
telanjang di lapangan pada hari ke 29 bulan Sya’ban atau bulan Ramadlan. Oleh
sebab itu, manakala sesaat matahari terbenam hilal dapat dilihat maka malam dan
keesokan harinya merupakan bulan baru, tetapi manakala pada saat itu hilal
tidak tampak maka malam dan keesokan harinya merupakan hari terakhir bulan yang
sedang berlangsung, sehingga umur bulan yang sedang berlangsung itu 30 hari
(istikmal). Rupanya cara seperti itulah yang berlaku pada masa Rasulullah SAW
dan para sahabatnya. Cara semacam inilah yang kemudian dikenal dengan Rukyah
bil fi’li; yang dalam kaitannya dengan penetapan awal bulan, cara seperti ini
dikenal dengan penetapan awal bulan berdasarkan rukyah.
Sementara, sebagian lain memahami bahwa adanya hilal itu dapat
dirukyat karena antara Matahari dan Bulan telah terjadi konjungsi (ijtima’)
serta hilal pada posisi sedemikian rupa di atas ufuk. Lebih dari itu, adanya
perintah istikmal hanya 30 hari, karena pada saat Matahari terbenam hari ke 30
itu pasti sudah terjadi ijtima’ serta posisi hilal pasti sudah di atas ufuk, sekalipun
tidak dapat dilihat mata,
maka rukyah bil fi’li seperti yang berlaku di masa Rasulullah itu dipahami
sebagai salah satu media observasi Bulan untuk membuktikan keberadaan hilal.
Padahal ilmu hisab dapat memperhitungkan keberadaan hilal, yakni
kapan terjadi ijtima’ dan bagaimana posisi hilal dari ufuk. Sehingga, kelompok
ini berpandangan bahwa hisab tidak jauh berbeda dengan rukyah, yaitu berfungsi
sebagai media observasi bulan. Oleh karena rukyah dapat dijadikan dasar
penetapan awal bulan, maka hisab pun tentunya dapat pula dijadikan dasar
penetapan awal bulan, Penetapan awal bulan dengan melihat hilal dengan ilmu
pengetahuan (hisab) seperti ini dikenal dengan Rukyah bil ‘ilmi atau Rukyah bil
‘aqli. Bahkan lebih lanjut cara seperti ini dikatakan sebagai penetapan awal
bulan berdasarkan hisab.
Dalam catatan ini, penulis berusaha melepaskan diri dari
berbagai argumen al-Qur’an dan Hadis dan lebih menfokuskan kepada metode ilmiah
sebagai acuan berfikir.
2. Latar Belakang munculnya Hisab dan Ru’yah
Menurut hemat penulis, kita
sangat perlu memperhatikan dan mempertimbangkan
keterangan dari Syekh Muhammad Syakir yang ringkasannya sebagai berikut
: Tidak diragukan lagi bahwa orang-orang Arab sebelum dan ketika di utusnya
Nabi Muhammad SAW tidak mengetahui ilmu falak ( Qath’i ), mereka merupakan
orang-orang yang ummi ( tidak bisa baca dan tulis ). Oleh karena itu, Rasulullah
menjadikan tanda masuknya awal bulan yang berkaitan dengan ibadah mereka pada
perkara yang pasti dan terlihat, di mana setiap orang atau sebagian besar dari
mereka mampu melakukannya yaitu ru’yatul hilal, artinya tidak menyulitkan
mereka.
Setelah Islam berkembang dan
banyak sekali umat islam yang pandai membaca dan berhitung termasuk ilmu falak
sehingga mereka bisa menentukan kapan jatuhnya awal bulan dengan ilmu hisabnya.
Dan kebanyakan fuqoha’ dan para ahli Hadis menganggap perbuatan tersebut
merupakan bid’ah dan sesuatu yang diharamkan oleh agama, karena menyangka bahwa ilmu ini termasuk
ilmu nujum (ilmu gaib).
Jika umat Islam sudah keluar
dari sifat ke-ummi-an dan sekarang menjadi umat yang bisa menulis dan
menghitung, tidak lagi memerlukan bantuan non- muslim dalam menentukan hilal,
mereka bisa berpegang kepada hasil hisab sebagai ganti dari ru’yah. Sebab hisab
lebih jeli, lebih teliti, dan lebih mudah mempersatukan pendapat kaum muslimin
dalam mengawali masuknya bulan baru. Kaum muslimin tidak perlu lagi melakukan
ru’yah kecuali kalau memang tidak bisa ilmu hisab.
Dan ketika umat Islam wajib
menetapkan awal bulan dengan hisab saja karena tidak ada illat yang
mencegahnya, maka wajib pula menetapkan awal bulan dengan hisab qath’i dan
tidak usah memperdulikan imka>n al-ru’yah (mungkin dilihat) dan ‘adamu
imkan al-rru’yah (tidak mungkin dilihat) sehingga masuknya awal bulan
hijriyyah ialah pada malam ketika terbenamnya hilal setelah terbenamnya
matahari walaupun hanya beberapa detik saja (pasca konjungsi).
3. Theologi
hisab dan ru’yah
Allah
mencipta macrocosm (alam semesta) dan microcosm (manusia) dengan
diatur sunnatullah dan dinullah (agama). Sunnatullah bersifat
objektif, pasti dan tetap, tidak diwahyukan akan tetapi terbentang dalam
hamparan alam semesta dan alam manusia, kajian terhadap sunnatullah melahirkan
ilmu-ilmu dunia (hisab, dll.), sedangkan kebenaran ilmu dunia diukur dengan
seberapa akurat ia didukung oleh realitas empirikal-objektif. Dinullah
bersifat subjektif, tidak pasti dan tidak tetap, diwahyukan berupa al-Qur’an
dan Hadis, kajian terhadapnya melahirkan ilmu agama, kebenaran ilmu agama
diukur dengan sebarapa akurat ia didukung oleh realitas legal-formal
(dalil-dalil naqli).
Kemunculan hilal
(bulan) adalah fenomena natural yang tunduk sepenuhnya kepada sunnatullah
tentang perjalanan bumi, bulan dan matahari. Disamping itu, dalam menetapkan
hisab dibutuhkan kerja proses empat tahap yaitu 1) ru’yah/observasi,
pengukuran/kuantifikasi, analisis dan penyimpulan.
4. Kelebihan dan
kekurangan Ru’yah dan Hisab
Kedua metode
ini merupakan metode yang sama-sama digunakan oleh umat Islam, akan tetapi
untuk menentukan maka yang paling urgen dan paling menyelesaikan masalah,
berikut akan dijelaskan kelebihan dan kekurangannya:
a. Kelebihan ru’yah
dan Kekurangannya
1) Kelebihan ru’yah
a) Lebih kuat
kebenarannya karena dilihat langsung oleh mata kepala (metode emperis).
b) Dapat dilakukan
oleh semua lapisan masyarakat.
c) Simpel dan tidak
membutuhkan analisa yang mendalam.
2) Keterbatasan
ru’yah dan dan kekurangannya
a) Sulit
melakukannya pada saat mendung atau hujan.
b) Tidak ada
kepastian jangka panjang bagi masyarakat karena ru’yah harus dilakukan setiap
bulan.
c) Menimbulkan spekulasi
dan perpecahan ditengah-tengah masyarakat.
d) Tidak memiliki metode sistematis yang akurat
dan teruji.
b. Kelebihan Hisab
dan Kekurangannya
1) Kelebihan hisab
a) Membutuhkan
kerja proses empat tahap dalam penentuan
hisab secara sistematis sehingga akurasi lebih kuat.
b) Dapat menyatukan
persepsi di tengah-tengah masyarakat.
c) Berlaku secara
nasional, bahkan internasional.
d) Kepastian
kalender Hijriyah dalam jangka panjang dapat dilakukan sebagaimana kalender
Masehi.
e) Mempermudah
setiap insan untuk mempersiapkan dan menentukan kegiatan yang akan
dilakukan.
f) Dapat dikritisi
dan diuji kebenarannya.
g) Dapat memberikan
kepastian awal Ramadhan lebih awal atau dari awal.
2) Keterbatasan
Hisab dan kekurangannya
a) Belum dibuktikan
dengan mata kepala.
b) Perbedaan
pandangan para ulama tentang pedoman yang digunakan.
c) Tertentu
dilakukan oleh sekelompok orang Islam yang memiliki kapasitasas intelektual
yang memadai.
5. Kesimpulan
berdasarkan argumentasi-argumentasi
di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa hisab dan rukyah dapat digunakan
dalam menentukan awal Ramadhan, meskipun hisab lebih unggul dalam segi
metodologi, analisis dan akurasi kebenarannya, akan tetapi menurut penulis,
kedua metode penentuan awal bulan ini, khusus bulan Ramadhan bisa saling
melengkapi dan saling menyempurnakan satu sama lain sehingga disamping rasional
juga bersifat empirik, bukan digunakan
secara terpisah-pisah, karena sesuatu yang bersifat rasionalitas
terkadang tidak selamanya dapat dibuktikan (empirik) begitu juga sesuatu yang
bersifat empirik terkadang tidak rasional sehingga dibutuhkan penggabungan
keduanya.
Kesempurnaan dan kebenaran hanya
milik Allah semata, manusia hanya berusaha mencari kebenaran yang nisbi (relative)
akan tetapi hanya Allah-lah yang memiliki kebenaran absolut.
Sekian & Terima Kasih!