BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah Khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat
serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara
drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang
satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan
peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Namun
kemalangan tidak berhenti disitu, Timur Lenk pun menghancurkan pusat-pusat
kekuasaan Islam yang lain.[1]
Dalam suasana infreoritas seperti
itu, muncul kesadaran politik umat Islam secara kolektif, kesadaran kolektif
ini mengalami kemajuan dengan ditandai oleh berdirinya tiga kerajaan besar,
Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Kerajaan Utsmani inilah yang paling pertama
berdiri dan paling lama bertahan dibandingkan dua lainnya.[2]
Dalam
perjalannya, Turki Utsmani dijalankan oleh tidak kurang dari 38 sultan dengan
berbagai macam corak kepamimpinnya masing-masing. Salah satu serangan dan penaklukan
terpenting yang dilakukannya adalah penaklukan Konstantinopel. Walau demikian,
hukum sejarah sebagai sunnatulla>h juga belaku, bahwa masa
pertumbuhan yang diiringi dengan kejayaan-kejayaan pun akan habis dengan datang
masa kemunduran dan kehancuran.
Sehubungan
dengan hal diatas, sejarah yang ditulis didalam buku-buku sejarah Islam tentang
kerajaan Turki Utsmani di Indonesia memang sering tidak mendapatkan porsi
sebanyak yang diperoleh diperoleh Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Bila dilihat
dari budaya yang telah dipersembahkan dipermukaan, kerajaan Turki Utsmani
memang tidak bisa disamakan dengan kedua dinasti diatas, akan tetapi melihat
perannya dalam menangkal ekspansi dan serangan bangsa Eropa ke Timur, maka apa
yang dilakukan oleh Turki Utsmani tidaklah bisa ditinggalkan begitu saja dalam
kajian sejarah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis akan mengangkat tema pokok dalam pembahasan
makalah ini sebagai berikut :
1.
Bagaimana
asal-usul terbentuknya Kerajaan
Turki Usmani?
2.
Bagaimana
kemajuan dan kemunduran
Kerajaan Turki Usmani?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembentukan Kerajaan Utsmani
1.
Asal-usul
Terbentuknya
Kerajaan Turki Utsmani berdiri pada tahun 1281 di Asia
Kecil. Pendirinya adalah Ustman bin Ertoghril. Wilayah kekuasaannya meliputi
Asia Kecil dan daerah Trace (1354), kemudian menguasai selat Dardaneles (1361),
Casablanca (1389), lalu kemudian menaklukkan kerajaan Romawi (1453).[3]
Kata Utsmani diambil dari nama kekek mereka yang pertama
dan pendiri kerajaan ini, yaitu Utsman bin Ertoghril bin Sulaiman Syah dari
suku Qayigh, salah satu cabang dari keturunan Oghus Turki. Sulaiman Syah dengan
1000 pengikutnya mengembara ke Anatolia dan singgah di Azerbaijan, namun
sebelum sampai ke tujuan, dia meninggal dunia. Kedudukannya digantikan oleh
puteranya yaitu Ertoghril untuk melanjutkan perjalanan sesuai tujuan semula.
Sesampai di Anatolia, mereka diterima oleh penguasa Seljuk, Sultan Alauddin
yang sedang berperang melawan kerajaan Bizantium.[4] Berkat bantuan mereka,
Sultan Alauddin mendapatkan kemenangan. Atas jasa baiknya itu, Sultan Alauddin
menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium.
Sejak saat itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud
sebagai ibu kota.[5]
Selain itu, Sultan Alauddin pun memberikan wewenang kepada mereka untuk
memperluas wilayahnya dengan mengadakan ekspansi.[6]
Ertoghril meninggal dunia pada tahun 1289 M.
Kepemimpinannya dilanjutkan oleh puteranya, Utsman. Putera Ertoghril inilah
yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Utsmani. Utsman memerintah berkisar
antara tahun 1290 – 1326 M. Sebagaimana ayahnya, dia banyak berjasa kepada
Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya mendududki benteng-benteng Bizantium
yang berdekatan dengan kota Broessa. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang
kerajaan Seljuk dan Sultan Alauddin II terbunuh. Kerajaan Seljuk Rum ini
kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Utsman pun menyatakan
kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah
yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Utsmani dinyatakan berdiri.
Penguasa pertamanya adalah Utsman atau yang sering disebut dengan Utsman I.[7]
2.
Kesultanan Turki Utsmani
Raja-raja Turki Utsmani mendapatkan kekuasaan secara
turun temurun, walau demikian, tak ada aturan bahwa putra pertamalah yang harus
menjadi pewaris dari kekuasaan sultan terdahulu. Ada kalanya putra kedua,
ketiga yang menggantikan sultan, bahkan dalam perkembangannya, pergantian itu
juga diserahkan kepada saudara sultan dan bukan kepada anaknya.[8] Dalam sejararahnya, selama
kerajaan Turki Utsmani bendiri yang hampir tujuh abad lamanya (1299/1300 – 1924
M), tidak kurang dari 38 sultan yang telah memimipin kerajaan ini.[9] Berikut adalah daftar
lengkap para sultan yang telah memimpin kerajaan Utsmani yang oleh Syafiq A.
Mughni, dibagi me njadi lima periode:[10]
I.
Priode pertama,
sultan-sultannya ialah
a.
Utsman I (1299-1326 M.)
b.
Orkhan / putera Ustman I (1326-1359 M.)
c.
Murad I / putera Orkhan (1359- 1389 M.)
d.
Bayazid I Yildirim / putera Murad I (1389-1402
M.)
II.
Priode ke dua, sultan-sultannya ialah
a.
Muhammad I / putera Bayazid I (14033-1421 M.),
b.
Murad II / putera Muhammad I (1421-1451 M.),
c.
Muhammad II fatih / putera Murad II (1451-1481 M.),
d.
Bayazid II / putera Muhammad II(1481-1512
M.),
e.
Salim I / putera Bayazid II (1512-1520
M.)
f.
Sulaeman I
Qanuni / putera
Salim I (1520-1566
M.)
III.
Priode ke tiga,
sultan-sultannya ialah
a.
Salim I / putera Sulaeman I (1566-1673 M.)
b.
Murad III / putera Salim II (1573-1596
M.)
c.
Muhammad III / putera Murad III (1596-1603
M.)
d.
Ahmad I / putera Muhammad III (1603-1617 M.)
e.
Mustafa I / putera Ahmad I (1617-1618 M.)
f.
Usman II / putera Ahmad I (1618-1622M.)
g.
Mustafa I yang
kedua kalinya (1622-1623 M.),
h.
Murad IV / putera Ahmad I (1623-1640 M.),
i.
Ibrahim I / putera Ahmad I (1640-1648 M.),
j.
Muhammad IV / putera Ibrahim I (1648-1687
M.),
k.
Sulaeman III / putera Ibrahim I (1687-1691 M.),
l.
Ahmad II / putera Ibrahim I (1691- 1695 M.)
m.
Mustafa II / putera Muhammad IV (1695-1703 M.).
IV.
Priode ke
empat, sultan-sultannya ialah
a.
Ahmad III / putera Muhammad IV (1703-1730 M.),
b.
Mahmud I / putera Mustafa II (1730-1754
M.),
c.
Usman III / putera Mustafa II (1754-1757
M.)
d.
Mustafa III / putera Ahmad III (1757-1774
M.),
e.
Abdul Hamid I / putera Ahmad III (1774-1788
M.),
f.
Salim III / putera Mustafa III (1789-1807 M.)
g.
Mustafa IV / putera Abdul Hamid I (1807-1808 M.)
h.
Mahmud II / putera Abdul Hamid I (1808-1839 M.).
V.
Priode ke lima,
sultan-sultannya ialah
a.
Abdul Majid I / putera Mahmud II (1839-1861
M.),
b.
Abdul Azis / Mahmud II (1861-1876 M.)
c.
Murad V / putera Abdul Majid I (1876
M.)
d.
Abdul Hamid II / putera Abdul Majid I
(1876- 1909 M.)
e.
Muhammad V / putera Abdul Majid I
(1909- 1918 M.),
f.
Muhammad VI / putera Abdul Majid I
(1918- 1922 M.)
B. Ekspansi dan
Perluasan Wilayah Turki Utsmani
Untuk sekitar dua pertiga abad setelah didirikan di
Anatolia (Asia Kecil) pada 1300 M dengan mengorbankan kekaisaran Bizantium, dan
didirikan di atas reruntuhan kerajaan Seljuk, kerajaan Turki Utsmani hanyalah
sebuah emirat di daerah perbatasan.[12]
Negara ini selalu diliputi suasana peperangan dan pada
saat itu senantiasa dalam kedaan genting.[13] Setelah Utsman I
mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al-Utsman (raja besar keluarga
Utsman) tahun 1300 M setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya.
Dia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukkan kota Broessa tahun
1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan.[14]
Pada masa pemerintahan Orkhan, putra
Utsman pada tahun 1326-1360 M.[15] Ia membentuk pasukan yang
tangguh kemudian dikenal dengan Inkisyariyah (Jannisary)[16] untuk membentengi
kekuasaanya. Basis kesatuan ini berasal dari pemuda-pemuda tawanan perang.
Kebijakan kemiliteran ini lebih dikembangkan oleh pengganti Orkhan yaitu Murad
I dengan membentuk sejumlah korps atau cabang-cabang yennisary. Pembaharuan
secara besar-besaran dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan dan Murad I
tidak hanya bentuk perombakan personil pemimpinnya, tetapi juga dalam
keanggotaanya. Seluruh pasukan militer dididik dan dilatih dalam asrama militer
dengan pembekalan semangat perjuangan Islam. Kekuatan militer Yennisary
berhasil mengubah Negara Usmani
yang baru lahir ini menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan
dorongan yang besar sekali bagi penaklukan negeri-negeri non Muslim.[17]
Pada masa Orkhan inilah dimulai usaha perluasan
wilayah yang lebih agresif
dibanding pada masa Usman. Dengan mengandalkan jennisary, Orkhan dapat
menaklukan Azmir (Smirna) tahun 1327 M, Thawasyanly (1330 M), Uskandar (1338
M), Ankara (1354 M) dan Gallipoli (1356 M). Daerah-daerah ini merupakan bagian
benua Eropa yang pertama kali diduduki oleh kerajaan Usmani,[18]
Ekspansi
yang lebih besar lagi masih terjadi
pada masa ini meliputi daerah Balkan, Andrinopel, Macedonia, Sofia (Bulgaria), dan seluruh
wilayah yunani. Andrinopel kemudian dijadikan sebagai ibu kota kerajaan yang
baru karena letaknya yang
strategis.[19]
Setelah
Murad I tewas dalam pertempuran
melawan pasukan Kristen, ekspansi berikutnya dilanjutkan oleh putranya Bayazid
I[20]. Sultan Bayazid I yang naik tahta pada tahun 1389 M.
medapatkan gelar Yaldirin atau Yaldirun yang berarti kilat karena terkenal
dengan serangan-serangannya yang cepat terhadap lawan-lawannya. Dia menaklukkan
wilayah-wilayah yang belum pernah ditundukkan oleh para pendahulunya. Dimasanya
pula terjadi perang besar antara pasukan Utsmani dengan tentara sekutu Eropa
yang dimenangkan oleh pasukan Utsmani. Bayazid I tidak gentar menghadapi
pasukan sekutu dibawah anjuran Paus itu dan bahkan menghancurkan pasukan Salib.
Perang itu terjadi pada tahun 1396 M.[21] Suatu
hal yang sangat disayangkan bahwa Bayazid I kalah dalam pertempuran melawan Timur Lenk yang terjadi
di Ankara. Bayazid I bersama putranya, Musa dan Ertoghrol ditawan oleh Timur
Lenk, dan akhirnya Bayazid I wafat dalam tawanan pada tahun 1402 M.[22] pedapat lain mengatakan
1403 M.[23]
Kerajaan Utsmani bangkit kembali dan mencapai kegemilangannya pada
masa pemerintahan Muhammad
II. Ia digelari Al-Fatih (Sang Penakluk) karena pada masanya, ekspansi Islam berlangsung secara
besar-besaran. Kota penting yang berhasil ditaklukkan adalah Konstantinopel
pada tahun 1453. Dengan demikian usaha menaklukkan Islam atas kerajaan Romawi
Timur yang telah berulang
kali dilakukan oleh pasukan muslim sejak masa Umayyah
telah tercapai.[24]
Konstantinopel dijadikan ibu kota
kerajaan dan gereja Aya Sophia
yang terkenal itu dijadikan masjid. Sekalipun Konstatinopel telah jatuh di
tangan Utsmani dibawa kekuasaan Muhammad Al-Fatih, namun olerh sultan tetap diberikan
kebebasan beragama.[25]
Dengan terbukanya kota Konstantinopel sebagai benteng
pertahanan terkuat kerajaan Bizantium, lebih memudahkan arus ekspansi Turki
Utsmani ke benua Eropa. Dan Eropa bagian Timur semakin terancam oleh Turki
Utsmani karena ekspansi Turki Utsmani juga dilakuakn ke wilayah ini, dan bahkan
sampai ke pintu gerbang Wina, Austria.[26]
Setelah
Muhammad Al-Fatih meninggal, Ia digantikan
Bayazid II. Dia
lebih mementingkan kehidupan tasawuf daripada berperang. Kelemahannya di
bidang pemerintahan yang cenderung berdamai dengan musuh mengakibatkan dia tidak ditaati oleh rakyatnya,
termasuk putra-putranya. Karena seringnya terjadi perselisihan yang panjang
antara dia dan putra-putranya, akhirnya Ia mengundurkan diri dan diganti
putranya, Salim I pada tahun 1512 M. Pada masa Sultan Salim I pada tahun 1517 M. Gelar Khalifah yang disandang
oleh Al-Mutawakki ‘alaa llah, salah
seorang keturunan Bani Abbas yang selamat dari Bangsa mongol tahun 1235 M. dan
saat itu berada dalam proteksi makhluk diambil alih oleh Sultan. Dengan demikian pada masa Sultan Salim
ini para Sultan Usmani menyandang dua gelar, yaitu gelar Sultan dan gelar
Khalifah.[27]
Sehingga nama Sultan Salim pun mulai disebutkan dalam khutbah-khubah. Selain
itu ia pun dalam masa pemerintahannya selama 8 tahun menjadi penguasa dan
pelindung 2 buah kota suci yaitu Mekkah dan Madinah.
Puncak
kerajaan Turki Usmani dicapai pada masa pemerintahan Sulaeman I. Ia digelari Al-Qanuniy, karena ia berhasil membuat undang-undang yang mengatur
masyarakat. Orang Barat
menyebunya sebagai Sulaeman yang agung, the magnificien.. Pada masanya, wilayahnya meliputi dataran Eropa
hingga Austria, Mesir dan Afrika Utara hingga ke Aljazair dan Asia hingga
Persia, serta meliputi lautan Hindia, Laut Arabia, Laut merah, Laut tengah,dan
Laut Hitam, sabagaimana
pengakuannya yang terdapat dalam suratnya untuk Francis I, Raja Prancis.[28]
C. Kemajuan Turki
Utsmani
1.
Bidang Pemerintahan dan militer.
Para pemimpin kerajaan Utsmani pada masa-masa pertama
adalah orang-orang yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan
cepat dan luas. Meskipun demikian, kemajuan kerajaan Utsmani sehingga mencapai
masa keemasannya bukan hanya karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih
banyak faktor lain yang mendukung keberhasilan ekspansi itu. Yang terpenting
diantaranya adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan
militernya yang sanggup bertempur kapan dan dimana saja.[29]
Untuk pertama kali, kekuatan militer kerajaan ini mulai
diorganisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjata dengan
Eropa. Ketika itu, pasukan tempur yang besar sudah terorganisasi.
Pengorganisasian yang baik, taktik dan strategi tempur militer Utsmani
berlangsung tanpa halangan berarti. Namun tak lama setelah kemenangan tercapai,
kekuatan militer yang ini dilanda kekisruhan. Kesadaran prajuritnya menurun.
Mereka merasa dirinya sebagai pemimpin-pemimpin yang berhak menerima gaji. Akan
tetapi keadaan tersebut segera dapat diatasi oleh Orkhan dengan jalan
mengadakan perombakan besar-besaran dalam kemiliteran.[30]
Pembaharuan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan,
tidak hanya dalam bentuk mutasi personil-personil pimpinan, tetapi juga
diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai
anggota, bahkan anak-anak Kristen yang maasih kecil diasramakan dan dibimbing dalam
suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan
terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissery atau Inkisariyah.
Pasukan inilah yang dapat mengubah
Dinasti Utsmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan
dorongan yang amat besar dalam penaklukan negeri-negeri non-muslim.[31]
Disamping
Jenissery, ada lagi prajurit dari tentara feodal yang dikirim kepada
pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau kelompok militer Thaujiah.
Angkatan laut pun dibenahi, karena ia memiliki peranan yang besar dalam
perjalanan ekspansi Turki Utsmani. Pada abad ke-16, angkatan laut Turki Utsmani
yang tangguh mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan militer Utmani yang tangguh
itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang sangat luas, baik di Asia,
Afrika, maupun Eropa. Faktor utama yang mendorong kemajuan dilapangan militer
ini adalah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang bersifat militer, disiplin dan
patuh pada peraturan. Tabiat ini merupakan tabiat alami yang mereka warisi dari
nenek moyang merka di Asia Tengah.[32]
Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi
pula dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam mengelola
pemerintahan yang luas, sultan-sultan Turki Utsmani senantiasa bertindak tegas.
Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh Shadr
al-A‘zham (perdana menteri) yang membawahi Pasya (gubernur).
Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Dibawahnya terdapat beberapa orang al-Zanaziq
atau al-Alawiyah (bupati).[33]
Untuk mengatur urusan pemerintahan
negara, di masa sultan Sulaiman I disusun sebuah kitab undang-undang (qanun).
Kitab tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum
bagi kerajaan Turki Utsmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena
jasa sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di ujung namanya ditambah dengan
gelar sultan Sulaiman al-Qanuniy.[34]
2.
Bidang Intelektual atau Ilmu Pengetahuan
Kemajuan bidang intelektual diabad ke-19
pada masa pemerintahan Turki Utsmani tampaknya tidak lebih menonjol
dibandingakan bidang politik dan kemiliteran. Dari aspek-aspek intelektual yang
dicapai pada periode ini adalah sebagai berikut :
a.
Terdapat tiga buah surat kabar yang muncul pada masa ini,
yaitu:
1)
Berita harian Takvini Veka (1831),
2)
Jurnal Tasviri Efkyar (1862),
3)
Jurnal Terjumani Ahval (1860).
b.
Terjadinya tansformasi pendidikan, dengan mendirikan
sekolah-sekolah dasar dan menengah (1861) dan perguran tinggi (1869), dan juga
mendirikan fakultas kedokteran dan fakultas hukum. Disamping itu juga
mengirimkan paa pelajar yang berprestasi ke Prancis intuk melanjutkan studinya,
diamana hal ini sebelumnya hal ini belum pernah terjadi.[35]
c.
Selain hal diatas, muncul juga satrawan-sastrawan dengan
dengan hasil karya-karyanya setelah menyelesaikan studi di luar negerti.
Diantaranya adalah Ibrahim Shinasi, pendiri surat kabat Tasviri Ekfyar. Diantara
karya yang dihasilkannya adalah The Poets Wedding (komedi). Salah
seorang pengikutnya adalah Namik Kemal dengan karyanya Fatherland atau Silistria.
Disamping itu, ada juga Ahmad Midhat dengan Entertaining Tales dan
Mehmed Taufiq dengan Year in Istambul.[36]
3.
Bidang Kebudayaan
Dinasti Utsmani di Turki telah membawa
peradaban Islam menjadi peradaban yang cukup maju pada zaman kemajuannya. Dalam
bidang kebudayaan Turki Utsmani banyak muncul tokoh-tokoh penting seperti yang
terlihat pada abad ke-16, 17 dan 18.[37]
Antara lain pada abad ke-17, muncul
penyair yang terkenal yaitu Nafi’ (1582-1636 M.). Nafi’ juga bekerja untuk
Murad Pasya dengan menghasilkan karya-karya sastra Kaside yang mendapat tempat
di hati para Sultan.[38]
Diantara penulis yang membawa pengaruh
Persi ke dalam istana adalah Yusuf Nabi (1642-1712 M.), dia muncul sebagai juru
tulis bagi Mushahif Mustafa, salah seorang menteri Persia dan ilmu agama. Yusuf
Nabi menunjukkan pengetahuannya yang luar biasa dalam puisinya. Menyentuh
hampir semua persoalan (agama, filsafat, roman, cinta, anggur dan mistisme),
dia juga membahas biografi, sejarah, bentuk prosa, geografi dan rekaman
perjalanan.[39]
Dalam bidang sastra prosa kerajaan
Utsmani melahirkan dua tokoh terkemuka, yaitu Katip Celebi dan Evliya Celebi.
Yang terbesar daari semua penulis adalah Mustafa bin Abdullah yang dikenal
dengan Katip Celebi atau Haji Halife (1609 – 1657 M.). dia menulis buku
bergambar dalam karya terbesarnya Kasyf az-Zunun fi Asmai al-Kutub wa
al-Funun, sebuah presentasi biografi penulis-penulis penting di dunia Timur
bersama daftar dan deskripsi lebih dari 1.500 buku yang berbahasa Turki, Persia
dan Arab, dia pun menulis buku-buku yang lain.[40]
Selain itu, dianasti Turki Utsmani juga
banyak berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur Islam berupa
bangunan-bangunan masjid yang indah, seperti Masjid Al-Muhammadi atau masjid
Jami’ Sultan Muhammad al-Fatih, Masjid Agung Sulaiman dan Masjid Abu Ayyub
al-Anshariy. Masjid-masjid tersebut dihiasi pula dengan kaligrafi yang indah.
Salah satu masjid yang terkenal dengan keindahan kaligrafinya dalah masjid yang
asalnya gereja Aya Sopia. Hiasan kaligrafi tiu dijadikan penutup gambar-gambar
Kristiani yang ada sebelumnya.[41]
Pada masa Sulaiman al-Qanuniy, dikota-kota
besar dan kota-kota lainnya banyak dibangun masjid, sekolah, rumah sakit,
gedung, makam, jembatan, saluran air, villa dan permandian umum. Disebutkan
bahwa 235 buah dari bangunan itu dibangun di bawah korditor Sinan, seorang
arsitek asal Anatolia.[42]
4.
Bidang Keagamaan
Kehidupan keagamaan merupakan bagian dari
sistem sosial dan politik Turki Utsmani. Ulama mempunyai kedudukan tinggi dalam
kehidupan negara dan masyarakat. Mufti sebagai pejabat tinggi agama, tanpa
legitimasi Mufti, keputusan hukum kerajaan tidak dapat berjalan. Pada masa ini,
kehidupan tarekat berkembang pesat. Al-Bektasiy dan Al-Maulawiy
merupakan dua ajaran tarekat yang paling besar. Al-Bektasiy merupakan
tarekat yang sangat berpengaruh terhadap tentara Jenissari, sedangakan Al-Maulawiy
berpengauh besar dikalangan penguasa
sebagai imbangan dari kelompok Jenissariy Bekktasiy.[43]
Sementara itu, ilmu
pengetahuan seperti fikhi, tafsir, kalam dan lain-lain, tidak mengalami
perkembangan. Kebanyakan penguasa Usmani cenderung bersikap taklid dan fanatik
terhadap suatu mazhab dan menentang mazhab-mazhab lainnya.[44]
Pada dasarnya, terdapat beberapa faktor yang mendorong
kemajuan yang terjadi di masa dinasti Turki Utsmani, diantaranya adalah:
a.
Adanya sistem
pemberian hadiah berupa tanah kepada tentara yang berjasa.
b.
Tidak adanya diskriminasi
dari pihak penguasa.
c.
Kepengurusan
organisasi yang cakap.
d.
Pihak Turki
memberikan perlakuan baik terhadap saudara-saudara baru dan memberikan kepada
mereka hak rakyat secara penuh.
e.
Turki Ustmani telah menggunakan tenaga-tenaga
profesional dan terampil.
f.
Kedudukan
sosial orang-orang Turki telah menarik
minat penduduk negeri-negeri Balkan untuk memeluk agama Islam.
g.
Rakyat memeluk
agama Kristen hanya dibebani biaya perlindungan (jizyah) yang relatife murah dibandingkan
pada masa Bizantium.
h.
Semua penduduk
memperoleh kebebasan untuk menjalankan kepercayaannya masing-masing.
i.
Karena Turki
tidak fanatik agama, wilayah-wilayah Turki menjadi tempat perlindungan
orang-orang Yahudi dari serangan kerajaan Kristen di Spanyol dan Portugal pada
abad ke-16.[45]
D. Kemunduran Turki
Utsmani
Untuk menentukan penyebab utama kehancuran kerajaan Turki
Utsmani merupakan persoalan yang tidak mudah. Akan tetapi ketergantungan sistem
birokrasi Turki Utsmani kepada kemampuan seotrang Sultan dalam mengendalikan
pemerintahan menjadi intitusi politik ini menjadi rentan bagi kejatuhan
kerajaan. Seorang sultan yang lemah cukup membuka peluang bagi degradasi
politik di kerajan Turki Utsmani, akan tetapi seorang sultan yang cakap juga
mampu memperlambat proses korosi pada badan politik kerajaan.[46]
Setelah Sultan Sulaima>n al-Qanu>niy wafat, (1566
M.), kerajaan Turki Utsmani mulai memasuki fase kemundurannya. Akan tetapai,
sebagai sebuah kerajaan besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat.
Sultan Sulaiman al-Qanu>niy diganti poleh Salim II.[47]kenaikan Sultan Salim II
(1566 – 1574 M.) telah dianggap oleh ahli sejarah sebagai titik permulaan
keruntuhan Turki Utsmani dan berakhirnya zaman keemasannya.[48]
Hal ini ditandai dengan melemahnya semangat perjuangan
prajurit Utsmani yang menyebabkan sejumlah kekalahan dalam pertempuran
menghadapi musuh-musuhnya. Pada tahun 1633 M., tentara Utsmani menderita
kekalahan dalam penyerbuan Hongaria. Demikian juga pada tahun 1676 M., Turki
Utsmani kalah dalam pertempuran di Mohakez, Hongaria dan dipaksa menanda
tangani perjanjian Karlowitz pada tahun 1699 yang berisi pernyataan seluruh wilayah Hungaria, sebagan
besar Slovenia dan Croasia diberikan kepada penguasa Venetia.[49]
Pada tahun 1774 M., penguasa Utsmani, Sultan Abdul Hamid,
terpaksa menendatangani perjanjian dengan Rusia yang berisi pengakuan
kemerdekaan Crimenia dan penyerahan benteng-benteng pertahanan di Laut Hitam
serta memberikan izin kepada Rusia untuk melintasi selat antara Laut Hitam dan
Laut Putih.[50]
Setelah menyadari menurunnya kekuasaan Turki Utsmani, sebagian
wilayah kekuasaannya melancarkan pemberontakan untuk melepaskan diri. Di Mesir
Jenisseri bersekutu dengan tentara Mamalik melancarkan pemberontakan, dan sejak
1772 M., Mamalik berhasil menguasai Mesir kembali. Di Syria dan Lebanon juga
terjadi pemberontakan yang dipelopori oleh Druz dan Fahruddin. Sementara itu di
Arabia timbul gerakan pemurnian oleh Muhammad bin Abdul Wahab, dan gerakan ini
bergabung dengan kekuatan Ibnu Saud yang akhirnya berhasil memperluas wilayah
kekuasaannya di sekitar Jazirah Arab.[51]
Gerakan-gerakan sparatisme terus berlanjut hingga pada
abad ke-19 dan ke- 20, ditambah dengan munculnya gerakan modernisasi politik di
pusar pemerintahan, kerjaan Turki Utsmani akhirnya berakhir dengan bedirinnya
Republik Turki pada tahun 1924 M., dan mengangkat Mustafa Kemal Attaturk
sebagai presiden pertama di Republik Turki. Dalam percaturan politik politik
selanjutnya, Turki tidak begitu memiliki pengaruh yang dominan bahkan orang
Eropa menyebutnya The Sick Man of The Europa (si sakit yang ada di
Eropa).[52]
Lebih lanjut, dalam bukunya, Syafiq A. Mughni melihat ada tiga
hal yang menjadi faktor kehancuran Turki Usmani, yaitu sebagai berikut:
1.
Kelemahan para
Sultan dan sistem birokrasi
Ketergantungan
sistem birokrasi kerajaan Turki
Utsmani
kepada kemampuan seorang sultan dalam mengendalikan pemerintahan menjadikan
institusi politik ini menjadi rentang terhadap kejatuhan kerajaan. Seorang
sultan yang cukup lemah cukup membuat peluang bagi degradasi politik di
kerajaan Turki Usmani. Ketika terjadi benturan kepentingan di kalangan elit
politik maka dengan mudah mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam sebuah
perjuangan politik yang tidak berarti. Masing-masing kelompok membuat kualisi
dengan janji kemakmuran, Sultan dikondisikan dengan lebih suka menghabiskan
waktunya di istana dibanding urusan pemerintahan agar tidak terlibat langsung
dalam intrik-intrik politik yang mereka rancang. Pelimpahan wewenang kekuasaan pada perdan menteri untuk
mengendalikan roda pemerintahan. Praktik money politik di kalangan elit,
pertukaran penjagaan wilayah perbatasan dari pasukan kefelerike tangan pasukan
inpantri serta meluasnya beberapa pemberontakan oleh korp Jenisseri untuk menggulingkan kekuasaan
merupakan ketidak berdayaan sultan dan kelemahan sistem birokrasi yang mewarnai
perjalanan kerajaan Turki Utsmani.
2.
Kemerosotan
kondisi sosial ekonomi
Perubahan
mendasar terjadi terjadi pada jumlah penduduk kerajaan sebagaimana terjadi pada
struktur ekonomi dan keuangan. Kerajaan akhirnya menghadapi problem internal
sebagai dampak pertumbuhan perdagangan di
ekonomi internasional. Kemampuan kerajaan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
mulai melemah, pada saat bangsa Eropa telah mengembangkan struktur kekuatan
ekonomi dan keuangan bagi kepentingan mereka sendiri.[53] Perubahan politik dan
kependudukan saling bersinggungan dengan perubahan penting di bidang ekonomi.
Esentralisasi kekuasaan dan munculnya pengaruh pejabat daerah memberikan
konstribusi bagi runtuhnya ekonomi tradisional kerajaan Turki Usmani.
3.
Munculnya
kekuatan Eropa
Munculnya
politik baru di daratan Eropa dapat dianaggap secara umum faktor yang
mempercepat proses keruntuhan kerajaan Turki Usmani.[54]
Konfrontasi langsung pada dengan kekuatan Eropa berawal pada abad ke-16, ketika masing-masing kekuatan ekonomi
berusaha mengatur tata ekonomi dunia. Ketika kerajaan Usmani sibuk membenahi
Negara dan masyarakat, bangsa Eropa malah menggalang militer, Ekonomi dan
tekhnologi dan mengambil mamfaat dari kelemahan kerajaan Turki Usmani.[55]
Sehubungan dengan hal diatas, lebih eksplisit, Badri
Yatim memaparkan tujuh faktor yang menjadi penyebab mundurnya kerajaan Turki
Utsmani, yaitu:
4. Wilayah kekuasaan
yang sangat luas.
Adminstrasi
pemerintahan bagi suatu negara yang sangat luas wilayahnya sangat rumit dan
kompleks. Sementara administrasi pemerintahan kerajaan Turki Utsmani tidak
beres. Di pihak lain, para penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang
sanagt luas, sehingga mereka terlibat perang terus menerus dengan berbagai
bangsa. Hal ini tentu menyedot banyak potensi yang seharusnya dapat digunakan
untuk membangun negara.
1.
Heterogonitas penduduk.
Sebagai kerjaan besar, Turki Utsmani
menguasai wilayah yang sanagt luas, mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak ,
Syiria, Hijaz dan Yman di Asia; Mesir, Libia, Tunis dan Aljazair di Afrika dan
Rumania di Eropa. Wilayah yang luas itu didiami oleh penduduk yang beragam,
baik dari segi agama, ras, etnis maupun adat istiadat. Untuk mengatur penduduk
yang beragam dan tersebar di wilayah yang luas itu, diperlukan organisasi
oemerintahan yang teratur.
2.
Kelemahan para penguasa.
Sepeninggal Sulaiman al-Qanu>niy,
kerajaan Utsmani diperintah oleh sultan-sultan yang lemah, baik dalam
kepribadian maupun dalam kepemimpinannya. Akibatnya, pemerintahan menjadi
kacau. Kekacauan itu tidak pernah dapat diatasi secar sempurna, bahkan semakin
semakin parah.
3.
Budaya pungli/korupsi.
Korupsi merupakan perbuatan yang sudah
umum terjadi dlam kerajaan Turki Utsmani. Setiap jabatan yang hendak diarih
oleh seseorang harus “dibayar” dengan sogokan kepada orang yang berhak
memberikan jabatan tersebut. Budaya korupsi ini mengakibatkan dekadensi moral
kian merajlela yang membuat pemerintahan semakin rapuh.
4.
Pemberontakan tentara Jenisseri.
Kemajuan ekspansi kerajaan Turki Utsmani
ditentukan oleh kuatna tentara Jenisseriy. Denagn demikian, dapat dibayangkan
bagaimana kalau tentara ini memberontak. Pemberontakan tentara Jenisseriy
terjadi sebanyak empat kali, yaitu pda tahun 1525, 1632, 1727 dan 1826 M.
5.
Merosotnya perekonomian.
Akibat perang yang tidak pernah berhenti,
perekonomian negara merosot. Pendapatan berkurang, sementara belanja negara
sangat besar, termasuk untuk biaya perang.
6.
Terjadinya stagnasi dalam bidang keilmuan dan tekhnologi.
Kerajaan Turki Utsmani kurang berhasil
pengembangan ilmu dan teknologi, karena hanya mengutamakan pengembangan
kekuatan militer. Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan
teknologi menyebabkan kerajaan ini ini tidak sanggup mengadapi persenjataan
musuh dari Eropa yang lebih maju.[56]
Demikianlah proses kemunduran Turki Utsmani. Pada masa
selanjutnya, di periode modern, kelemahan kerajaan ini menyebabkan
kekuatan-kekuatan Eropa tanpa segan-segan menjajah dan mendudki daerah-daerah
muslim yang dulunya berada di bawah kekuasaan Turki Utsmani, terutama di Timur
Tengah dan Afrika Utara.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pada mulanya, kerjaan Turki Utmani hanyalah sebuah
kerajaan kecil yang bernaung di bawah kerajan Turki Seljuk. Setelah Kerajaan
Turki Seljuk Hancur oleh serang Mongol, kerajaan Turki Utsmani kemudian secara
resmi berdiri pada tahun 1300 M. di Asia Kecil,
pendirinya adalah Ustman bin Ertoghril.
2.
Kemajuan Turki Usmani dapat dilihat dari bidang
kemiliteran dan pemerintahan, terbukti bahwa kekuatan militer Usmani adalah
salah satu faktor sangat yang menentukan
keberhasilan ekspansi Turki Usmani, kemajuan lain yang dapat dilihat
yaitu: kemajuan dalam bidang budaya khususnya bangunan fisik. Di bidang Ilmu
pengetahuan kemajuan Turki Usmani tidak begitu menonjol dibandingkan kemajuan
di bidang lainnya.
3.
Kemunduran dan
kehancuran Turki Usmani disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: kelemahan
para sultan dan sistem birokrasi, kemerosotan ekonomi dan munculnya kekuata
Eropa. Peran Turki tidak dapat dikesampingkan, karena dengan luasnya daerah
kekuasaan yang membentang dari Asia hingga
Eropa dalam rentang waktu yang relatif
lama, lebih dari enam abad, maka terjadilah intraksi peradabandengan
berbagai wilayah yang berada di bawah kekuasaan Turki dan saling mempengaruhi,
sehingga peradaban yang lebih kuat banyak memberikan pengaruh terhadap
peradaban yang lebih lemah.
DAFTAR
PUSTAKA\
Badri Yatim, Sejarah
Perdaban Islam, (Cet. 15; Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2003)
Ajid Thohir, Perkembangan
Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, (Cet. I; Jakarta; PT Raja Grafindo
Persada, 2004)
Syafiq A. Mughni, Sejarah
Kebudayaan Islam DI Turki, (Cet. 1; Jakarta; Logos, 1997)
Samsul Munir Amin,
Sejarah Peradaban Islam, (Cet. 2; Jakarta; Amzah, 2010)
Philip K. Hitti, History
Of The Arabs, diterjemahkan oleh Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi,
(Cet. 1; Jakarta; PT Serambi Ilmu Semesta, 2008)
Hassan Ibrahim Hassan, Islamic History And
Culture, Diterjemahkan oleh Djahdan Human, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, ( Cet. I; Yogyakarta: 1989)
Mahmudunnasir, Islam Konsepsi Dan Sejarahnya,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994)
[1] Badri
Yatim, Sejarah Perdaban Islam, (Cet. 15; Jakarta; PT. Raja Grafindo
Persada, 2003), h. 129.
[3] Ajid
Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, (Cet. I; Jakarta;
PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 181.
[7] Op. cit., h. 130.
[8] Syafiq A.
Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam DI Turki, (Cet. 1; Jakarta; Logos,
1997), h. 53.
[12] Philip K.
Hitti, History Of The Arabs, diterjemahkan oleh Cecep Lukman Yasin dan
Dedi Slamet Riyadi, (Cet. 1; Jakarta; PT Serambi Ilmu Semesta, 2008), h. 905.
[15] Hassan Ibrahim Hassan, Islamic
History And Culture, Diterjemahkan oleh Djahdan Human, Sejarah Dan
Kebudayaan Islam, ( Cet. I; Yogyakarta: 1989), h.
327.
[16] Jannisary artinya organisasi
militer baru, yaitu pengawal elite dari pasukan turki yang kemudian dihapuskan
pada tahun 1826.
[17] Mahmudunnasir, Islam
Konsepsi Dan Sejarahnya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994), h. 376.
[44] Badri Yatim, op. cit., h.
137.
[45] Ajid Thahir, op. cit. h.
189-190.
[53] Ibid., h. 104.
[54] Ibid., h. 112.