Dr. Abdul Gaffar, S. Th.I, M. Th.I |
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu dibangun di atas tiga landasan; ontologis, epistemologis dan aksiologis. Secara
ontologis ilmu dibangun berdasarkan konstruksi ilmu pengetahuan keyakinan
filosofis tentang (hakikat ) realitas. Secara epistemologis ilmu dibangun atas
dasar metodologi yang diturunkan dari hakikat realitas yang diyakini
kebenarannya, sedangkan secara aksiologis ilmu dikembangkan untuk memenuhi tujuan
etis sesuai dengan hakikat kebenarannya yang diyakininya.[1]
Konsep realitas sangat
mempengaruhi epistemologi. Bagi Mayoritas ilmuwan dan pemikir dalam peradaban
Barat modern, yang diakui sebagai realitas adalah terbatas kepada apa yang
dapat disaksikan oleh panca indera atau yang dapat disahkan oleh metode empiris
sehingga terjadi terjadi penyempitan realitas objek yang dapat diketahui oleh
manusia dan wilayah realitas subyek yang mengetahui.[2]
Keraguan menyangkut panca indra
memang wajar tetapi ia tidak harus selalu diragukan. Dia memang tidak jarang
keliru apalagi tidak semua objek dapat menjadi sasarannya. Kebenaran yang
diperoleh secara mendalam berdasarkan proses penelitian dan penalaran logika
ilmiah terhadap realitas objek dapat ditemukan dan diuji dengan pendekatan
pragmatis, koresponden, koheren dan wahyu.
Sementara untuk membahas hubungan antara al-Qur’an dan ilmu
pengetahuan bukan dengan melihat, misalnya, adakah teori relativitas atau
bahasan tentang angkasa luar, ilmu komputer tercantum dalam al-Qur’an, akan
tetapi yang lebih utama adalah melihat adakah jiwa ayat-ayatnya menghalangi
kemajuan ilmu pengetahuan atau sebaliknya, serta adakah satu ayat al-Qur’an
yang bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang telah mapan?.[3]
Di sisi lain, dalam al-Qur’an
tersimpul ayat-ayat yang menganjurkan untuk mempergunakan akal pikiran dalam
mencapai hasil. Allah berfirman: Katakanlah hai Muhammad: "Aku hanya
menganjurkan kepadanya satu hal saja, yaitu berdirilah karena Allah berdua-dua
atau bersendiri-sendiri, kemudian berpikirlah.[4]
Demikianlah al-Qur’an telah membentuk satu iklim baru yang dapat mengembangkan
akal pikiran manusia, serta menyingkirkan hal-hal yang dapat menghalangi
kemajuannya.[5]
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas,
dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian epistemologi dan
kebenaran ilmiah?
2.
Bagaimana epistemologi kebenaran
pengetahuan dalam al-Qur’an?
3.
Bagaimana hubungan antara al-Qur’an
dan kebenaran ilmiah?