Ni’matuz
zuhrah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.
“Al-Islam sha>lihun li
kulli zama>n wa maka>n”.
Term tersebut sudah sering kita dengar dan terbukti “kebenarannya”.
Bukan hanya karena pada dasarnya Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah
manusia, akan tetapi juga karena Islam adalah agama yang pangkal segala
geraknya adalah untuk kemaslahatan ummat.
Al-Qur’an yang merupakan sumber utama ajaran Islam mengklaim
sendiri bahwa agama ini sesuai dengan fitrah manusia (QS.Ar-Ru>m /30 : 30).
Kalau kita menyadari bahwa fitrah atau naluri kemanusian merupakan sesuatu yang
dimiliki oleh setiap manusia, kapan dan dimana saja, maka itu berarti Al-Qur’an
menyatakan bahwa ajaran agama yang diperkenalkannya sesuai dengan seluruh
manusia dalam tiap ruang dan waktu.[1]
Salah satu keistimewaan Islam yang berkaitan erat dengan perihal
“fitrah” tersebut adalah terkait dengan permasalahan al-Radha>’
(sepersusuan), dimana syariat Islam mengharamkan adanya pernikahan antara dua
orang yang memiliki hubungan karena sebab Radha>’ ini.
Hikmah dari pengharaman ini diantaranya adalah karena ketika seorang
wanita menyusui seorang bayi, maka air susunya ini akan menjadi makanan dan
penguat bagi si bayi , selain itu air susu dari sang wanita ini akan mengalir
ditubuh bayi tersebut dan berdampak pada pertumbuhannya. sehingga secara
otomatis, wanita ini menjadi seperti ibu kandungnya.[2]
Dalam Al-Qur’an Allah swt. berfirman :
Yang merupakan sambungan dari ayat yang membicarakan tentang
wanita-wanita yang diharamkan untuk dinikahi. Dalam ayat tersebut, terdapat
lafaz “Ummahat” yang berarti para ibu. Ini mengindikasikan bahwa tidak
seluruh wanita yang menyusui bisa dikategorikan sebagai wanita yang haram
dinikahi.
Secara teks, lafaz “Ummahat” disini mengandung arti bahwa
penyusuan yang dilakukan adalah secara langsung tanpa melalui perantara, dan
dalam kuantitas tertentu yang tidak sedikit. Karena hal ini, tanpa disadari
akan menyebabkan rasa kasih sayang antara yang menyusui dan yang disusui. [4] Ini
adalah fitrah yang dimiliki setiap manusia. Dan hubungan ini sangatlah kuat
seperti hubungan yang terjadi karena nasab (kelahiran). Sehingga kedudukan
wanita yang menyusui ini menjadi seperti ibu kandung sendiri.[5]
Oleh karena itu, Islam dari awalnya melarang pernikahan antara dua
orang yang terkait hubungan persusuan disamping hikmah-hikmah yang lain. Karena
permasalahan Radha>’ merupakan masalah istimewa, maka para ahli fiqih
senantiasa membahasnya.
Dan sebagai pembahasan kecil mengenai permasalahan tersebut,
selanjutnya penulis akan mencoba menjelaskan hal-hal yang terkait dengan Radha>’
sehubungan hadis yang ditugaskan.
B.
Rumusan Masalah.
Dengan melihat latar belakang yang telah dipaparkan, ada beberapa
poin permasalahanyang akan dibahas sebagai berikut :
1. Bagaimana
Takhri>j Hadi>s tentang Radha>’?
2. Bagaimana
biografi Ra>wi a’la hadis tersebut?
3. Serta
bagaimana Syarah hadis dan hukum yang berkaitan dengan hadis yang dimaksud?