Rabu, 28 September 2011

HADIS TENTANG PERTALIAN MAHRAM ANTARA ANAK SUSUAN DENGAN SUAMI WANITA YANG MENYUSUKAN


Ni’matuz zuhrah

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang.
“Al-Islam sha>lihun li kulli zama>n wa maka>n”.
Term tersebut sudah sering kita dengar dan terbukti “kebenarannya”. Bukan hanya karena pada dasarnya Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, akan tetapi juga karena Islam adalah agama yang pangkal segala geraknya adalah untuk kemaslahatan ummat.
Al-Qur’an yang merupakan sumber utama ajaran Islam mengklaim sendiri bahwa agama ini sesuai dengan fitrah manusia (QS.Ar-Ru>m /30 : 30). Kalau kita menyadari bahwa fitrah atau naluri kemanusian merupakan sesuatu yang dimiliki oleh setiap manusia, kapan dan dimana saja, maka itu berarti Al-Qur’an menyatakan bahwa ajaran agama yang diperkenalkannya sesuai dengan seluruh manusia dalam tiap ruang dan waktu.[1]
Salah satu keistimewaan Islam yang berkaitan erat dengan perihal “fitrah” tersebut adalah terkait dengan permasalahan al-Radha>’ (sepersusuan), dimana syariat Islam mengharamkan adanya pernikahan antara dua orang yang memiliki hubungan karena sebab Radha>’ ini.
Hikmah dari pengharaman ini diantaranya adalah karena ketika seorang wanita menyusui seorang bayi, maka air susunya ini akan menjadi makanan dan penguat bagi si bayi , selain itu air susu dari sang wanita ini akan mengalir ditubuh bayi tersebut dan berdampak pada pertumbuhannya. sehingga secara otomatis, wanita ini menjadi seperti ibu kandungnya.[2]
Dalam Al-Qur’an Allah swt. berfirman :
ãNà6çF»yg¨Bé&ur ûÓÉL»©9$# öNä3oY÷è|Êör& Nà6è?ºuqyzr&ur šÆÏiB Ïpyè»|ʧ9$# ÇËÌÈ[3]
Yang merupakan sambungan dari ayat yang membicarakan tentang wanita-wanita yang diharamkan untuk dinikahi. Dalam ayat tersebut, terdapat lafaz “Ummahat” yang berarti para ibu. Ini mengindikasikan bahwa tidak seluruh wanita yang menyusui bisa dikategorikan sebagai wanita yang haram dinikahi.
Secara teks, lafaz “Ummahat” disini mengandung arti bahwa penyusuan yang dilakukan adalah secara langsung tanpa melalui perantara, dan dalam kuantitas tertentu yang tidak sedikit. Karena hal ini, tanpa disadari akan menyebabkan rasa kasih sayang antara yang menyusui dan yang disusui. [4] Ini adalah fitrah yang dimiliki setiap manusia. Dan hubungan ini sangatlah kuat seperti hubungan yang terjadi karena nasab (kelahiran). Sehingga kedudukan wanita yang menyusui ini menjadi seperti ibu kandung sendiri.[5]
Oleh karena itu, Islam dari awalnya melarang pernikahan antara dua orang yang terkait hubungan persusuan disamping hikmah-hikmah yang lain. Karena permasalahan Radha>’ merupakan masalah istimewa, maka para ahli fiqih senantiasa membahasnya.
Dan sebagai pembahasan kecil mengenai permasalahan tersebut, selanjutnya penulis akan mencoba menjelaskan hal-hal yang terkait dengan Radha>’ sehubungan hadis yang ditugaskan.
B.   Rumusan Masalah.
Dengan melihat latar belakang yang telah dipaparkan, ada beberapa poin permasalahanyang akan dibahas sebagai berikut :
1.      Bagaimana Takhri>j Hadi>s  tentang Radha>’?
2.      Bagaimana biografi Ra>wi a’la hadis tersebut?
3.      Serta bagaimana Syarah hadis dan hukum yang berkaitan dengan hadis  yang dimaksud?


EPISTEMOLOGI BAYANI, BURHANI DAN IRFANI



Abdul Gaffar, M.Th.I
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang hingga saat ini menjadi kunci yang paling mendasar dari kemajuan yang diraih umat manusia, tentunya tidak datang begitu saja tanpa ada sebuah dinamika atau diskursus ilmiah. Proses untuk mendapatkan ilmu pengetahuan itulah lazim dikenal dengan istilah epistemologis.[1]
Secara etimologis, Epistemologi merupakan bentukan dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu Episteme yang berarti pengetahuan dan Logos yang juga berarti pengetahuan atau informasi.[2] Dari pengertian secara etimologis tersebut di atas dapatlah dikatakan bahwa Epistemologi merupakan pengetahuan tentang pengetahuan.
Pengertian dari segi terminologi, The Liang Gie dalam bukunya Pengantar Filsagfat Ilmu mendefenisikan bahwa:
“Epistemologi adalah teori pengetahuan yang membahas berbagai segi pengetahuan seperti kemungkinan, asal mula sifat alami, batas-batas, asumsi dan landasan, validitas dan realibilitas sampai soal kebenaran”.[3]
Lebih lanjut Ahmad Tafsir mengungkapkan bahwa Epistemologi membicarakan sumber ilmu pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan.[4]
Oleh karena itu, epistemologis ini menempati posisi yang sangat strategis, karena ia membicarakan tentang cara untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Mengetahui cara yang benar dalam mendapatkan ilmu pengetahuan berkaitan erat dengan hasil yang ingin dicapai yaitu berupa ilmu pengetahuan. Pada kelanjutannya kepiawaian dalam menentukan epistimologis, akan sangat berpengaruh pada warna atau jenis ilmu pengetahuan yang dihasilkan.[5]
Sejarah telah mencatat bahwa peradaban Islam pernah menjadi kiblat ilmu pengetahuan dunia sekitar abad ke-7 sampai abad ke-15. Setelah itu, masa keemasan itu mulai melayu, statis, bahkan mundur hingga abad ke-21 ini.[6]
Hal itu terjadi, karena Islam dalam kajian pemikirannya paling tidak menggunakan beberapa aliran besar dalam kaitannya dengan teori pengetahuan (epistemologi). Setidaknya ada tiga model sistem berpikir dalam Islam, yakni bayani, irfani dan burhani yang masing-masing mempunyai pandangan yang berbeda tentang pengetahuan. Ketiga sistem atau pendekatan tersebut dikenal juga tiga aliran pemikiran epistemologi Barat dengan bahasa yang berbeda, yakni empirisme, rasionalisme dan intuitisme. Semen tara itu, dalam pemikiran filsafat Hindu dinyatakan bahwa kebenaran bisa didapatkan dari tiga macam, yakni teks suci, akal dan pengalaman pribadi.[7]
Selain sebagai instrumen untuk mencari kebenaran, ketiga epistemologi tersebut juga bisa digunakan sebagai sarana identifikasi cara berfikir seseorang. Pemahaman paling sederhana pada ketiga epistemologi ini adalah jawaban dari pertanyaan, “Dengan apakah manusia mendapatkan kebenaran?”.[8]
Seorang filosof dengan corak berfikir burhani akan menjawab bahwa sumber kebenaran itu dari akal atau panca indera. Dengan kedua sarana ini manusia memunculkan dua dikotomi antara apa yang disebut rasional dan irrasional. Rasional adalah sebuah kebenaran, sebaliknya irrasional adalah sebuah kesalahan.[9]
Selanjutnya orang yang memiliki corak berfikir bayani akan menjawab bahwa sumber kebenaran itu dari teks. Rasio tidak memiliki tempat dalam pembacaan mereka terhadap kebenaran. Ketercukupan golongan ini terhadap teks memasukkan mereka pada golongan fundamental literalis. Sedangkan orang yang memiliki corak berfikir irfani akan menjawab bahwa sumber kebenaran itu dari wahyu, ilham, wangsit dan sejenisnya. Pola berfikir demikian akan membangun sebuah struktur masyarakat yang memiliki hirarki atas bawah.[10]
B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa sebenarnya yang dimaksud dengan epistemologi bayani, burhani dan irfani?
2.      Bagaimana sejarah kemunculan dan perkembangan epistemologi bayani, burhani dan irfani?
3.      Apa saja keunggulan dan keterbatasan epistemologi bayani, burhani dan irfani?


Kamis, 22 September 2011

PROBLEMATIKA DAN FORMAT DAKWAH DALAM ERA GLOBALISASI

Oleh   :   H.Abd.Rahim Arsyad .


                 الحمد لله الذى أمرنا  بتبليغ شريعته با لمنهج الذى رسمه في كتابه المبين ,  والصلاة والسلام على
 سيد نا محمد المبعوث رحمة للعالمين  ,   وعلى اله  وأصحابه أجمعين  ,  ومن دعى بدعوته الى يوم الدين . أما بعد.
       Pembangunan bangsa pada masa kini  akan dihadapkan pada banyak masalah dalam berbagai kehidupan manusia.  Masalah itu pada dasarnya bersumber dari perngaruh era globalisasi yang tidak dapat dihindari.

FACEBOOK COMENT

ARTIKEL SEBELUMNYA

 
Blogger Templates