oleh : Muhammad Ali Rusdi, S.Th. I, M. Th.I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu pembicaraan penting dalam teologi
Islam adalah masalah perbuatan manusia (af‘a>l al-‘iba>d). Dalam
kajian ini dibicarakan tentang kehendak (masyi>‘ah) dan daya (istit}a>‘ah)
manusia. Hal ini karena setiap perbuatan berhajat kepada daya dan kehendak.
Persoalannya, apakah manusia bebas menentukan perbuatan-perbuatannya sesuai
dengan kehendak dan dayanya sendiri, ataukah semua perbuatan manusia sudah
ditentukan oleh qad}a’ dan qadar Tuhan? dalam sejarah pemikiran
Islam, persoalan inilah yang kemudian melahirkan paham Jabariyah dan Qadariyah.[1]
Pola-pola berpikir
teologis tersebut, tanpa disadari kini telah melengkapi khazanah pemikiran
Islam yang sangat progresif. Bahkan lebih dari itu, kehadiran produk berpikir
tersebut, telah pula membentuk semacam mazhab teologi yang secara dikotomik
terbelah pada kekuatan Qadariyah dan Jabariyah. Seperti apa yang telah
diterangkan pada posisi atau kondisi kejadian Qadariyah, kehendak Tuhan
terlaksana melewati kehendak manusia. Pada posisi atau kondisi kejadian Jabariyah,
kehendak Tuhan terlaksana melewati kehendak kompleks yaitu kehendak alam
lingkungan yang unsurnya komplek, dimana manusia juga menjadi salah satu
unsurnya.
Ada dua ajaran dalam agama yang erat
kaitannya dengan produktivitas : Pertama; agama mengajarkan bahwa sesudah hidup
pertama di dunia yang bersifat material ini, ada hidup kedua nanti di akhirat
yang bersifat spiritual. Kedua; agama mempunyai ajaran mengenai nasib dan
perbuatan manusia. Kalau nasib manusia telah ditentukan Tuhan sejak semula,
maka produktivitas masyarakat yang menganut paham keagamaan demikian, akan
rendah sekali. Tetapi, dalam masyarakat, yang menganut paham manusialah yang
menentukan nasibnya dan manusialah yang menciptakan perbuatannya, produktivitas
akan tinggi. Paham pertama dikenal dengan filsafat fatalisme atau Jabariyah.
Paham kedua disebut Qadariyah atau kebebasan manusia dalam kemauan dan
perbuatan.[2]
Sejarah pemikiran Islam, terdapat lebih
dari satu aliran teologi yang berkembang. Aliran-aliran tersebut ada yang
bersifat liberal, tradisional dan antara aliran liberal dan tradisional.
Kondisi demikian membawa hikmah bagi umat Islam. Oleh karena itu, bagi mereka yang
berpikiran liberal dapat menyesuaikan dirinya dengan aliran yang liberal
tersebut, sementara bagi mereka yang berpikiran tradisional atau antara liberal
dan tradisional, mereka akan menyesuaikan dirinya dengan aliran-aliran yang
cocok dengan pikirannya.[3]
Konsepi tentang perbuatan manusia pun
sering dijadikan kambing hitam dalam menentukan maju dan mundurnya, berkembang
dan terbelakangnya keadaan umat Islam sekarang. Bagi kalangan liberalis, paham
Jabariyah yang menurut mereka kemudian diformulasikan oleh Asy’ari dan dianut
oleh Sunni, merupakan faktor utama mundurnya umat Islam sekarang ini. Bagi
mereka, jika umat Islam ingin maju, Qadariyahlah yang harus dianut atau dijadikan worldview
untuk mengembalikan kemajuan peradaban Islam.
Pada perkembagan selanjutnya, nampaknya
kedua paham ini sama-sama memilih gerbongnya sendiri. Baik Jabariyah maupun Qadariyah
berkembang sesuai lajur rel yang terlanjur dikokohkan sejak masa awal Islam. Umat
Islampun terpecah dalam dua pilihan teologis tersebut dan keduanya melaju pada
gerbong yang berbeda di atas rel yang berbeda pula. Hingga di masa kini dua
paham teologis ini tak jauh beranjak dari situasi yang sebelumnya telah
terlanjur mapan. Terhadap realitas kehidupan ummat Islam di masa kini yang
terkait dengan idealisasi dua paham teologi tersebut, nampaknya susah dibaca,
kecuali jika kedua pemahaman ini dikaitkan dengan fase perkembang paham sejarah
umat manusia secara global.
Sebab pendekatan teologi saja, dalam
menilai umat masa kini tidak mudah diberlakukan hanya dengan melihat korelasi
kemajuan social budaya dan ekonomi ummat Islam dengan pemahaman teologinya,
tanpa membaca kemungkinan lain, semisal kemajuan teknologi informasi dan
kemajuan ilmu pengetahuan lainnya. Kendala lainnya adalah sifat dari pembahasan
teologi bersifat melangit, dalam artian wacana-wacana teologi biasanya hanya
dibincang terbatas di ruang-ruang sempit formal ilmiah. Hingga dengan demikian
studi tentang dua mazhab teologi Islam klasik yaitu Jabariyah dan Qadariyahpun terbatas
hanya pada kalangan elit ilmuan Islam dan kejadian serupa ini terjadi hingga
sekarang.
Membaca khazanah dua mazhab besar
teologi klasik (Jabariyah dan Qadariyah) dalam masa kini atau kejabariyahan dan
keqadariyahan dalam dunia Islam masa kini memerlukan kaitan-kaitan realitas
yang kaya dari hanya sekedar mendekatan skripturalis yang biasanya dominan
dalam pendekatan wacana teologi Islam.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarakan pada rumusan masalah
tersebut, maka dirumuskan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai
berikut:
1.
Bagaimana
konsep pemikiran Jabariyah dan Qadariyah?
2.
Sejauhmanakah
peran Jabariyah dan Qadariyah dalam dunia Islam masa kini?