PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ilmu pengetahuan merupakan produk
kegiatan berfikir manusia untuk meningkatkan kualitas kehidupannya dengan jalan
menerapkan ilmu pengetahuan yang dipperoleh. Karena itulah ilmu pengetahuan
akan melahirkan pendekatan baru dalam berbagai penyelidikan. Hal ini
menunjukkan studi tentang keilmuan tidak akan berhenti untuk dikaji bahkan
berkembang sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Harus pula diakui bahwa
sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, tidak terlepas dari sejarah perkembangan
filsafat ilmu, sehingga muncullah ilmuan yang digolongkan sebagai filosof
dimana mereka meyakini adanya hubungan antara ilmu pengetahuan dan filsafat
ilmu.
Filsafat
ilmu yang dimaksud disini adalah sistem kebenaran ilmu sebagai hasil dari
berfikir radikal, sistematis dan universal. Oleh karena itu, filsafat ilmu
hadir sebagai upaya menata kembali peran dan fungsi ilmu pengetahua dan
teknologi sesuai dengan tujuannya, yakni mengfokuskan diri terhadap kebahagiaan
umat manusia. Dengan demikian kemajuan ilmu pengetahuan selama satu setengah
abad terakhir ini, lebih banyak dari pada selama berabad-abad sebelumnya. Hal
ini dikarenakan semakin berkembanya zaman, semakin berkembang pula sains dan
teknologi.[1].
Fenomena
ini merupakan kebangkitan kesadaran manusia untuk mengkaji ilmu pengetahuan.
Dengan
demikian, pada hakikatnya upaya manusia dengan memperoleh pengetahuan hanya
didasarkan pada tiga masalah pokok, yakni : apa yang ingin diketahui? Bagaimana
memperoleh ilmu pengetahuan itu dan apakah nilai atau manfaat pengetahuan itu?.[2] Ketiga persoalan ini akan menjadi kajian dalam proses mengetahui ilmu
pengetgahuan. Karena ketiga ilmu pengetahuan diperoleh tanpa memperhatikan apa
sebenarya apa yang akan diketahui, Bagaimana barusaha untuk mengetahuinya dan
bagaimana ilmu pengetahuan itu bermanfaat baik pada diri sendiri maupun kepada
orang lain.
Menyadari akan sangat luasnya uraian tentang ilmu pengetahuan
dan kaitannya uraian-uraian di atas maka masalah pokok yang dikaji dalam
makalah ini adalah: apa ontologi ilmu pengetahuan dalam perspektif filsafat
ilmu? Bagaimana epistimologi ilmu pengetahuan
dalam perspektif filsafat ilmu? Dan apa aksiologi ilmu pengetahuan dalam
perspektif filsafat ilmu?
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini
adalah :
- Apa ontologi ilmu pengetahuan dalam perspektif filsafat ilmu?
- Bagaimana epistimologi ilmu pengetahuan dalam perspektif filsafat ilmu?
- Apa aksiologi ilmu pengetahuan dalam perspektif filsafat ilmu?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Ilmu Pengetahuan Dalam Perspektif Filsafat Ilmu
Berdasarkan Landasan Ontologi
Untuk menhindari
terjadinya kesalahpahaman dalam makalah ini maka perlu diuraikan apa yang
dimaksud dengan ilmu pengetahuan, dan ontologi.
Ilmu secara etimologi,
term “ ilmu “ berasal dari bahasa arab yang terdiri atas tiga huruf yakni (علم ) ع ل مmengenal, memberi tanda
dan petunjuk.[3]
Ilmu secara terminologi adalah pengetahuan secara mutlak tentang sesuatu yang
disusun secara sistematis menurut metode-metode tertentu dan dapat digunakan
untu merenungkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan.[4]
Pengertian ini mengidentifikasikan bahwa ilmu itu memiliki corak tersendiri
menurut suatu ketentuan yang terwujud dari hasil analisis-analisis secara
sistematis.
Pengetahuan ( Knowledge ) adalah ilmu yang merupakan hasil
produk yang sudah sistematis. Jadi ilmu bagian dari pengetahuan.
“ Kata Ontologi berasal dari perkataan yunani: On =
being, dan Logos = logis jadi ontologi adalalah The Theori of being qua being (
Teori tentang keberadaan sebagai keberadaan.[5]
Sehingga dapat dipahami bahwa ontologi adalah hakikat atau eksitensi.
Menurut Jujun S. Suria Sumantri dalam pengantar ilmu
dalam perspektif mengatakan, ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui,
sebarapa jauh kita ingin tahu atau dengan perkataan lain suatu penkajian
mengenai teori tentang “ada”.[6]
Pendapat ini sangat sejalan dengan
pendapat para filosof.
Untuk mengetahui hakikat ilmu pengetahuan dalam pespektif
filsafat ilmu menurut tinjauan ontologi maka pertanyaan yang harus dijawab
adalah apakah ilmu pengetahuan itu? Pertanyaan ini membutuhkan jawaban berupa
hakikat ( isi arti hakiki, yaitu berupa pengetahuan subtansional mengenai ilmu
pengetahun).
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka iilmu pengetahuan
itu harus ditinjau dari beberapa aspek yaitu aspek abstraknya, aspek
potensinya, dan aspek konkretnya.
“ Menurut aspek abstraknya, pluralitas ilmu pengetahuan
berada dalam suatu kesatuan sifat universal, yaitu filsafat. Menurut segi
potensinya pluralitas ilmu pengetahuan barada dalam perbedaan tetapi tetap
dalam suatu kepribadian yaitu sifat ilmiah. Sedangkan dalam aspek konkret
pluralitas ilmu pengetahuan berada dalam perubahan dan perkembangan, karena itu
cenderumg berbeda dan terpisah-pisah, tetapi juga tetap terkait dalam satu
kesatuan fungsi, yaitu implementasinya yang bertujuan untuk menjaga
kelangsungan kehidupan.[7]
Jadi hakikat ilmu pengetahuan dalam perspektif filsafat ilmu berdasarkan
landasan ontologi sangat memiliki sifat yang terbuka yakni ilmu pengetahuan itu
sangat bersifat umum tergantung ilmu pengetahuan yang di dalaminya, akan tetapi
ilmu pengetahuan itu dapat dinilai dari kepribadian seseorang. Ilmu pengetahuan
yang dimiliki seseorang sangat menentukan
kehidupannya.
Jenis-jenis ilmu pengetahuan menurut objeknya yaitu ilmu
pengetahuan humaniora dengan objek kajiannya adalah manusia, ilmu pengetahuan
sosial dengan objek kajiannya adalah masyarakat, ilmu pengetahuan alam debgan
objek kajiannya benda-benda alam, ilmu pengetahuan agama dengan objek kajiannya
adalah Tuhan.
Dari konsentrasi pemikiran mengenai objek materi
pluralitas ilmu pengetahuan sedemikian itu, pada akhirya dapat ditemukan arah
yang pasti mengenai hakikat ilmu pengetahuan yaitu bahwa pluralitas ilmu pengetahuan
itu berada cdalam suatu sistem hubungn yang integral.
Dalam kehidupan ini untuk mengenal sesuatu kadang-kadang
kita mengenal dengan memperhatikan ciri-ciri dan sifat-sifatnya, oleh karena
itu untuk mengetahui hakikat ilmu pengetahuan akan diuraikan ciri-ciri ilmu
pengetahuan itu sendiri. Adapun ciri-ciri ilmu pengetahuan mengandung
pengertian bahwa pengetahuan yang diperoleh itu berdasarkan pengamatan
(observation) atau percobaan (eksprimen).[8]
Demikian penelaan terhadap gejala-gejala dan kehidupan maupun gejala-gejala
mental kemasyarakatan kini semuanya sudah pasti menjadi ilmu-ilmu fisis,
biologi, pikologi, dan ilmu-ilmu sosial yang berdiri sendiri.
Ciri sistematis suatu ilmu berarti bahwa keterangan dan
data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan dan
teratur.[9]
Dalam artian bahwa ilmu pengatahuan itu harus saling terkait sehingga menjadi
satu kesatuan.
Ciri objektif suatu ilmu berarti bahwa ilmu itu bebas dari prasangka
perseorangan dan kepentingan pribadi. Darri ciri-ciri ilmu pengetahuan tersebut
maka hakikat ilmu pengetahuan dapat lebih jelas.
B. Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Berdasarkan
Landasan Epistimolgi
Epistimologi atau teori
pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup
pengetahuan pengandaian dan dasar-dasar serta pertanggungjawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.[10]
Dengan demikian dapat dipahami bahwa ilmu pengetahuan dalam perspektif filsafat
ilmu berdasarkan landasan epistimologi adalah bagaimana cara memperoleh ilmu
pengetahuan itu, dengan melalui proses untuk mendapatkan ilmu pengetahuan itu
maka dapat dipertanggungjawabkan atas ilmu
pengetahuan yang dimilikinya.
Pada dasarnya ilmu
pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal dan indra sehingga
mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan yaitu metode induktif,
metode deduktif, metode positifisme, metode kontenplatif dan metide dialektis.
1. Metode induktif
Induksi yaitu suatu
metode yang menyimpulkan peryataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu
peryataan yang lebih umum.[11]
2. Metode Deduktif
Deduktif adalah suatu
metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam
suatu sistem peryataan yang runtut.[12]
Metode ini biasanya dalam bentuk perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan
itu sendiri.
3. Metode Positivisme
Metode ini dikelurkan oleh Agust Comte (1798-1957). Metode
ini berpangkal apa yang telah diketahui yang faktual dan positif.[13]
Jadi metode ini lebih cendrung kepada fakta
4. Metode Kontenplatif
Metode ini mengatakan
bahwa adanya keteerbatasan indra dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan sehinnga objek yang
dihasilkan pun akan berbeda-beda sehingga dikembangkan suatu kemampuan akal
yang disebut dengan intuisi.[14]
Intuisi dalam tasawuf disebut dengan ma’rifat yaitu pengetahuan yang datang
dari Tuhan melalui pencerahan dan penyinaran.
5. Metode Dialektis
Dalam filsafat,
diialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan
filsafat.[15]
Dengan kata lain metode dialektis juga disebut metode diskusi.
Melalui kelima metode tersebut maka
epistimolgi ilmu pengetahuan dalam perspektif filsafat ilmu tidak terlepas dari
bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan itu.
C. Ilmu Pengetahuan Dalam Perspektif Filsafat Ilmu Berdasarkan
Tinjauan Aksiologi
Aksiologi menurut bahasa
berasal dari bahasa yunani "axios" yang berarti bermanfaat dan
'logos' berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Secara istilah, aksiologi adalah
ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari sudut
kefilsafatan.[16] Sejalan dengan itu, Sarwan
menyatakan bahwa aksiologi adalah studi tentang hakikat tertinggi, realitas,
dan arti dari nilai-nilai (kebaikan, keindahan, dan kebenaran).[17] Dengan demikian aksiologi adalah
studi tentang hakikat tertinggi dari nilai-nilai etika dan estetika. Dengan
kata lain, apakah yang baik atau bagus itu.
Definisi lain mengatakan bahwa aksiologi adalah suatu
pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam
kehidupan manusia dan menjaganya, membinanya di dalam kepribadian peserta
didik.[18] Dengan demikian aksiologi adalah salah satu cabang
filsafat yang mempelajari tentang nilai-nilai atau norma-norma terhadap sesuatu
ilmu.
Berbicara mengenai nilai itu sendiri dapat kia jumpai
dalam kehidupan seperti kata-kata adil dan tidak adil, jujur dan curang. Hal
itu semua mengandung penilaian karena manusia yang dengan perbuatannya
berhasrat mencapai atau merealisasikan nilai.[19] Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia
untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Secara singkat dapat dikatakan, perkataan
"nilai" kiranya mempunyai macam-macam makna seperti (1) mengandung
nilai, artinya berguna; (2) merupakan nilai, artinya baik atau benar, atau
indah; (3) mempunyai nilai artinya merupakan obyek keinginan, mempunyai
kualitas yang dapat menyebab-kan orang mengambil sikap menyetujui, atau
mempunyai sifat nilai tertentu; (4) memberi nilai artinya, menanggapi sesuatu
sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal yang menggambarkan nilai tertentu.[20] Nilai ini terkait juga dengan etika dan nilai estetika.
Nilai etika adalah teori perbuatan manusia yang ditimbang menurut baik atau
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. Sedangkan nilai estika adalah telaah
filsafat tentang keindahan serta keindahan, dan tanggapan manusia terhadapnya.[21] Di dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia
menjadi sentral persoalan karena menyangkut tanggung jawab, baik tanggung jawab
pada diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap Tuhan.
Ilmu pengetahuan pun mendapatkan pedoman untuk
bersikap penuh tanggung jawab, baik tanggungjawab ilmiah maupun tanggungjawab
moral.[22] Tanggungjawab ilmiah adalah sejauhmana ilmu pengetahuan
melalui pendekatan metode dan sistem yang dipergunakan untuk memperoleh
pendekatan metode dan sistem yang dipergunakan untuk memperoleh kebenaran
obyektif, baik secara korehen-idealistik, koresponden realistis maupun secara
pragmatis-empirik. Jadi berdasarkan tanggungjawab ini, ilmu pengetahuan tidak
dibenarkan untuk mengejarkan kebohongan, dan hal-hal negatif lainnya.
Berdasar dari apa yang telah diuraikan dipahami ilmu pengetahuan
mengandung nilai, dan kebenaran nilai ilmu pengetahuan yang dikandungnya bukan
untuk kebesaran ilmu pengetahuan semata yang berdiri hanya mengejar kebenaran
obyektif yang bebas nilai melainkan selalu terikat dengan kemungkinan
terwujudnya kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Beranjak dari pembahasan pada bab
sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
-
Hakikat ilmu pengetahuan dalam
perspektif filsafat berdasarkan tinjauan ontologi dapat ditinjau dari beberapa
aspek yaitu:, aspek abstraknya, aspek potensinya dan aspek konkritnya. Selain
itu cirri-siri ilmu pengetahuan berdasarkan tinjauan ontologi yaitu bersipat
empiris, bersipat sistematis, dan bersipat objektif.
-
Ilmu pengetahuan dalam perspektif filsafat
berdasarkan tinjauan epistimologi dapar dipahami dari beberapa metode
memperoleh ilmu pengetahuan adapun metode memeperoleh ilmu pengetahuan yaitu:
metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatif dan
metode dialektis.
-
Ilmu pengetahuan dalam perspektif
filsafat berdasarkan tinjauan aksiologi ilmu pengetahuan itu mengandung nilai,
dan kebenaran ilmu pengetahuan yang dikandumgnya bukan untuk kebesaran ilmu
pengetahuan ilmu semata yang hanya mengejar kebenara objektif yang bebas nilai
melainkan selalu terkait dengan kemungkinan terwujudnya kesejahteraan dan
kebahagiaan umat manusia.
B. SARAN
Dalam penyusunan makalah ini
tentunya para pembaca masih banyak menemukan berbagai kekurangan dan kesalahan
begitu[ula pada saat mendiskusikan karene penulis menyadari bahwa pada dasarnya
setriap melaksanakan sesuatu pasti mengalami masalah. Olehnya itu penulis
sarankan kepada pihak pembaca dan pembimbingagar membantu menyelesaikan masalah
sehingga makalah ini tersusun sebaimana mestinya
DAFTAR
PUSTAKA
Bahtiar Amsal, Filsafat
Ilmu Edisi VII; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009.
Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. IV;
Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Fibleman,
Lih. James K., Ontologi dalam Dagoberto Runesled Dictionary
Philosiphy. Totowa New Jersef : Liffle Adam & Co, 1976.
Gazalba, Sidi. Sistemetika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang,
1991
Gie, The Liang. Pengantar
Filsafat Ilmu. Edisi II;Cet I, Yogyakarta: Liberty, 1991.
HB, Sarwan. Filsafat Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1994.
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan.
Jakarta: Baya Madya Pratama1997.
Kattsoff, Louis O. Element of Philosophy diterjemahkan oleh Soejono Soemargono dengan judul Pengantar
Filsafat. Cet. V; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992.
Munawwir
, Ahmad Warson. Kamus Arab Indonesia Edisi II; Yogyakarta: Pustaka
Progressif, 1997.
SJ, N. Drijakarta Percikan Filsafat. Cet. IV;
Jakarta: PT. Pembangunan, 1981.
Suhartono,
Suparlan. Dasar-dasar Filsafa.Cet. I; Yogyakarta: al-Russ, 2004.
_________________.
Filsafat
Ilmu Pengetahuan Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu Pengetahuan. Cet.I;
Yogyakarta: Arruz Media, 2008.
Sumantri, Jujun
Surya. Ilmu dalam Perspektif . Cet. IX; Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
_____________, Tentang
Hakikat Ilmu Dalam Perspektif. Cet. V; Jakarta: Gramedia.
Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty,
1996.
Titus, Harold H. et. al. The Living Issues of
Fhilosophy, diter. H. M. Rasyidi dengan Judul Persoalan-Persoalan
Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
William, DW. Histiry of Epistemology, The
Encycilepedia of Philosophy; Vol 3.
Hal 9. 1967.
[3]Ahmad
Warson Munawwir, Kamus Arab Indonesia ( edisi II; Yogyakarta: Pustaka
Progressif, 1997 ), h. 965.
[4]Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Cet. IV; Jakarta:
Balai Pustaka, 1990 ), h. 324.
[5]Lih.
James K. Fibleman, Ontologi dalam Dagoberto Runesled Dictionary
Philosiphy, ( Totowa New Jersef : Liffle Adam & Co, 1976), h. 219.
[7]Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu
Pengetahuan Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu Pengetahuan ( Cet.I;
Yogyakarta: Arruz Media, 2008), h.24.
[8]TheLiang
Gie, Pengantar Filsafat Ilmu (Edisi II;Cet I, Yogyakarta: Liberty,1991),
h.
[16]Louis O. Kattsoff, Element of Philosophy diterjemahkan oleh Soejono Soemargono dengan judul
Pengantar Filsafat (Cet. V; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992), h. 327.
[18]Jalaluddin dan
Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Jakarta: Baya Madya Pratama. 1997),
h. 69.
[20]Louis O. Kattsoff, op. cit., h. 332.
[21]Lihat kembali uraiannya
lebih lanjut dalam ibid., h. 327. Bandingkan dengan Ali Mudhafir
"Pengenalan Filsafat" dalam Tim Penyusun Fakultas Filsafat UGM, Filsafat
Ilmu sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan (Cet. I; Yogyakarta: Intan Pariwara, 1997), h. 19.
[22]Suparlan Suhartono, Dasar-dasar Filsafat (Cet. I; Yogyakarta:
al-Russ, 2004), h. 164.
0 komentar:
Posting Komentar
apakah anda tidak menemukan yang anda cari??? silahkan tuliskan sesuatu yang anda cari itu....