BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam rentan waktu yang cukup panjang telah banyak terjadi
pemalsuan hadis yang dilakukan oleh orang-orang dan golongan tertentu dengan
berbagai tujuan.[1]
Maka tidaklah mengherankan jika umat
Islam sangat memberikan perhatian yang khusus terhadap hadis terutama dalam
usaha pemeliharaan jangan sampai punah atau hilang bersama dengan hilangnya
generasi sahabat, mengingat pada sejarah awal Islam, hadis dilarang ditulis
dengan pertimbangan kekhawatiran percampuran antara al-Quran dan hadis sehingga
yang datang kemudian sulit untuk membedakan antara hadis dan al-Quran.[2]
Dalam berbagai riwayat menyebutkan
bahwa kalangan sahabat pada masa itu cukup banyak yang menulis hadis secara
pribadi, tetapi kegiatan penulisan tersebut selain dimaksudkan untuk kepentingan
pribadi juga belum bersifat massal.[3]
Atas kenyataan inilah maka ulama
hadis berusaha membukukan hadis Nabi. Dalam proses pembukuan selain harus
melakukan perjalanan untuk menghubungi para periwayat yang terbesar diberbagai
daerah yang jauh, juga harus mengadakan penelitian dan penyelesaian terhadap
suatu hadis yang akan mereka bukukan.
Karena itu proses pembukuan hadis secara menyeluruh mengalami waktu yang sangat panjang.
Adapun sejarah penulisan hadis
secara resmi dan massal dalam arti sebagai kebijakan pemerintah barulah terjadi
pada masa pemerintahan khalifah Umar Bin Abdul Aziz tahun 100 hijriyah, dengan
alasan beliau khawatir terhadap hilangnya hadis nabi bersamaan dengan
meninggalnya para ulama dimedan perang dan juga khawatir akan bercampurnya hadis-hadis sahih
dengan hadis-hadis palsu.
Dipihak lain bahwa dengan semakin
meluasnya daerah kekuasaan Islam, sementara kemampuan antara tabi’in yang satu
dengan lainnya tidak sama, maka dengan jelas memerlukan adanya kodofikasi atau
pembukaan hadis.[4]
Sepanjang sejarah, hadis-hadis yang
tercantum dalam berbagai kitab hadis, telah melalui proses penelitian yang
sangat rumit, baru menghasilkan hadis yang diinginkan oleh para penghimpunnya.
Sebagai implikasi dari penyeleksian dan pembukuan hadis-hadis tersebut maka
muncullah berbagai kitab hadis dengan
berbagai macam corak dan metode seperti kitab Al Muwatta (al- musannaf), kitab
shahih, kitab sunan, kitab musnad, kitab jami’, dan kitab ajza’.
Kitab-kitab inipun merupakan
implikasi dari nuansa dan perbedaan penyusunan dalam menggunakan pendekatan
metode, kriteria dan teknik penulisan. Dalam usaha pembukuan hadis tentunya
para ulama berbeda dalam memilih metode
yang digunakan sesuai dengan argumen dan latar belakangnya yang berbeda-beda.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
berbagai pemaparan dalam latar belakang di atas, maka penulis mengemukakan
rumusan masalah yaitu:
1.
Hal-hal
apa saja yang melatar belakangi pembukuan
hadis?
2.
Apa
yang dimaksud dengan metode Musannaf/Muatta’, Musnad, Sunan, Jami’, Shahih,
Atraf, Mustakhraj, dan Mustadrak?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Latar belakang pembukuan hadis
Diantaranya
hal-hal yang melatarbelakangi pembukuan hadis adalah:
1.
Karena
al-Quran telah dibukukan.
2.
Banyak
perawi hadis yang meninggal dunia sehingga dikhawatirkan hadis-hadis akan
hilang bersamaan dengan wafatnya mereka, sementara generasi penerus diperkirakan
tidak terlalu menaruh perhatian terhadap pemeliharaan hadis.
3.
Daerah
kekuasaan Islam semakin meluas.
4.
Terjadinya
berbagai macam pemalsuan hadis.[5]
Melihat
keadaan tersebut khalifah Umar Bin Abdul Aziz yang berkuasa pada waktu itu
berinisiatif untuk melakukan pembukuan hadis-hadis yang masih ada pada para
sahabat. Dengan demikian pembukuan hadis secara resmi dilakukan pada waktu itu
dan dipelopori oleh dua ulama besar
yaitu Abu Bakar Ibnu Hazm dan Muhammad muslim ibn Syihab Al zuhri.[6]
B.
Metode penyusunan
1.
Mushannaf
Menurut
istilah ahli hadis mushannaf adalah sebuah kitab hadis yang disusun berdasarkan
bab-bab fiqhi, yang didalamnya terdapat hadis marfu’, mauquf, dan maqtu’.
Karena mushannaf adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan kitab fiqih, maka
Muwatta’ termasuk didalamnya.[7]
Salah
satu contoh hadis yang menggunakan metode ini adalah kitab al muwatta’ karya Imam
Malik. Secara eksplisit tidak ada pernyataan
yang tegas tentang metode yang dipakai oleh Imam Malik dalam menghimpun
kitabnya al muwatta’, namun secara implicit dengan melihat paparan Imam Malik
dalam kitabnya dapat diketahui bahwa metode yang ia gunakan adalah metode
mushannaf atau muwatta’.
Disamping
itu Imam Malik juga menggunakan tahapan-tahapan penyeleksian terhadap
hadis-hadis yang disandarkan kepada nabi, kepada sahabat atau fatwa sahabat,
fatwa tabi’in, ijma' ahli Madinah, dan pendapat Imam Malik sendiri. Dalam hal
ini ada empat kriteria yang diutarakan oleh
Imam Malik dalam mengkritisi para periwayat hadis yaitu:
Ø Periwayat hadis bukan orang yang berprilaku jelek
Ø Bukan ahlul bid’ah.
Ø Bikan orang suka berdusta.
Ø Bukan orang yang tau ilmu tapi enggang mengamalkannya.[8]
Meskipun
Imam Malik telah berusaha seselektif mungkin dalam memfilter hadis-hadis yang
ia terima untuk dihimpun, tetap saja ulama hadis berbeda pendapat dalam
memberikan penilaian terhadap kualitas hadis-hadisnya. Misalnya Sufyan bin
Uyainah dan al Suyuti mengatakan seluruh hadis yang diriwayatkan oleh imam
Malik adalah sahih karena diriwayatkan dari orang-orang yang dapat dipercaya.
Abu
Bakar Al Abhari berpendapat tidak semua
hadis dalam kitab al muwatta’ sahih, ada yang mursal, mauquf, dan maqtu’. Ibnu
Hazm berpendapat bahwa dalam kitab All Muwatta’ terdapat 300 hadis mursal dan
70 hadis dhaif. Sedangkan Ibnu Hajar berpendapat bahwa didalamnya terdapat hadis mursal bahkan hadis mungqati’.[9]
Berdasarkan
kitab yang telah ditahqiq oleh M. Fuad abdul Baqi’, kitab al muwatta’ Malik
terdiri dari 2 juz, 61 bab, dan 1824 hadis. Berbeda dengan pendapat M. Syuhudi
Ismail yang mengatakan bahwa kitab almuwatta’ terdiri dari 1804 hadis.[10]
2.
Musnad
Sebuah
kitab hadis dinamakan musnad apabila ia memasukkan semua hadis yang pernah ia
terima dengan tanpa menerangkan derajat ataupun nyaring hadis-hadis tersebut.
Kitab musnad berisi tentang hadis-hadis kumpulan hadis, baik itu hadis shahih,
hasan dhaif. Atau kitab hadis yang disusun menurut nama rawi pertama yang
menerima dari Rasul selanjutnya sampai pada perawi terakhir.[11]
Mencari suatu hadis dalam kitab ini sangatlah rumit, tapi dengan terbitnya
Tiftah Kunusi, al-Mu’jam al-Mufahrasy dan Taysirul Manfaah, maka kesukaran itu
pun hilang.
Al-masanid
yang dibuat oleh para ulama hadis sangatlah banyak. Menurut al-Kattani jumlahnya sebanyak 82 musnad dan
menurutnya lebih banyak dari itu. Adapun Musnad yang terkenal adalah : Musnad
Imam Ahmad Bin Hambal (W 241 H), Musnad
Abu Dawud Sulaiman Bin Dawud Ar-rashili (W 204 H), Musnad Abu Bakar Abdullah
Bin Azzubair Al-humaidy (W 219 H), dan lain-lain.
Musnad-mussnad
ini sebagaimana disebutkan sebelumnya tidak hanya berisi kumpulan-kumpulan
hadis shahih saja, tetapi mencakup semua kualitas hadis dan berurutan sesuai
bab fiqhi saja tetapi juga berdasarkan urutan nama sahabat.
Karena
kitab Musnad jumlahnya cukup banyak maka dalam menentukan title sahabat ada yang berdasarkan alphabet atau abjad
berdasarkan sahabat yang pertama tama masuk Islam, ada yang berdasarkan Al-asyaratul
Mubassyirina Fil Jannah atau sepuluh sahabat yang dijamin masuk syurga
dan lain-lain.
Salah
satu kitab musnad yang dijadikan kitab Al-ushuliy (sumber) adalah musnad Ahmad
Bin Hambal. Musnad Ahmad Bin Hambal termasuk kitab termasyhur yang disusun pada
periode tahun kelima perkembangan hadis (abad ketiga Hijriyah). Kitab ini
menghimpun dan melengkapi kitab-kitab hadis yang ada sebelumnya dan merupakan
satu kitab yang yang dapat memenuhi kebutuhan kaum muslimin dalam dalam hal
agama dan dunia pada masanya. Seperti halnya ulama-ulama abad ketiga semasanya, Imam Ahmad Bin Hambal
menyusun kitab haditsnya secara musnad. Hadis-hadis yang terdapat dalam kitab
musnadnya tersebut tidak semua
diriwayatkan olehnya, akan tetapi sebagiannya merupakan tambahan dari
putranya Abdullah dan juga Abu Bakar
Al-qat’i.
Musnad Ahmad Bin Hambal memuat 40.000 hadis
dan 10.000 diantaranya dengan berulang serta tambahan dari putranya Abdullah
dan Abu Bakar Al-qat’i kurang lebih 10.000 hadis.
Secara
umum terdapat tiga penilaian ulama yang berbeda tentang derajat hadis dalam
kitab hadis Musnad Ahmad Bin Hambal antara lain : a) Seluruh hadis yang
terdapat dalam kitab Musnad Ahmad Bin Hambal dapat dijadikan sebagai Hujjah. b)
dalam kitab Musnad Ahmad Bin Hambal terdapat hadis shahih, dhaif, dan bahkan
maudhu’. C) dalam kitab Musnad Ahmad Bin Hambal terdapat hadis shahih dan dhaif
dan mendekati hasan. Diantara mereka
yang berpendapat demikian adalah Al-Zahadi, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Ibnu
Taimiyah dan Assuyuti.[12]
3.
Metode Sunan
As-sunan
yaitu kitab-kitab yang disusun berdasarkan bab-bab tentang fiqhi dan hanya
memuat hadis-hadis yang marfu’ saja agar dijadikan sumber bagi para Fuqaha dalam mengambil sebuah
kesimpulan. As-sunan tidak terdapat pembahasan tentang Sirah, Aqidah, Manaqib,
dan lain-lain. As-sunan hanya membahas masalah fiqhi dan hadis-hadis hukum saja. Al-Kittana mengatakan bahwa
susunan kitab sunan berdasarkan bab-bab
tentang fiqhi mulai bab tentang Iman, Tharah, Sholat, Zakat, Puasa, Haji, dan
seterusnya.[13]
Kitab-kitab sunan yang terkenal
adalah : Sunan Abu Daud karya Sulaiman Bin Asy’ast As-Sijistani (W 275 H),
Sunan An-nasa’i karya Abdurrahman Ahmad Bin Syu’aib An-nasa’I (W 303 H), Sunan
Ibnu Majah karya Muhammad Bin Yazid bin Majah Al-Qazwiniy (W 275 H), dan yang
lainnya.
Salah satu kitab yang disusun secara
sunan adalah kitab Sunan Abu Dawud. Kitab tersebut disusun berdasarkan fiqhi dan
hanya memuat hadis-hadis marfu’ dan tidak memuat hadis-hadis mauquf dan maqtu’,
sebab menurutnya keduanya tidak disebut sunnah. Dalam Sunan Abu Dawud terdapat
beberapa kitab dan setiap kitab terbagi dalam beberapa bab. Adapun perinciannya
adalah : 35 Kitab, 1871 Bab, dan 4800 hadis. Ada juga yang mengatakan bahwa
hadis dalam Sunan Abu Dawud berjumah 5274 hadis.[14]
4.
Metode Jam’i
Jam’i
berarti sesuatu yang mengumpulkan, mencakup dan menggabungkan. Kitab Jam’i
adalah kitab hadis yang metode penyusunannya mencakup seluruh topik-topik
agama, baik Aqidah, Thaharah, Ibadah, Mu’amalah, pernikahan, Sirah, Riwayat
Hidup, Tafsir, Tazkiyatun Nafs, dan Lain-lain.[15]
Menurut Muhammad Ajjaj Al-Khatib bahwa dalam kitab Jam’i termuat hadis-hadis
tentang Hukum, Keutamaan Amal, Tata Pergaulan, Sejarah dan Khabar yang akan
datang.[16]
Kitab
Jam’i yang terkenal adalah Al-Jam’i Al-Shahih karya Abu Abdillah Muhammad Bin Ismail Al-Bukhariy (W 256 H)
yang disusun dengan metode Jam’i yang terdiri dari 97 kitab yang kemudian
dibagi menjadi 4550 bab yang dimulai dengan bab wudhu, kemudian kitab iman,
kitab Al-‘ilm dan seterusnya dengan jumlah secara kesuluruhan 7275 buah hadis
dan termasuk 4000 hadis yang berulang.[17]
5.
Metode Ajza’
Ajza’
menurut istilah muhaddisin adalah kitab yang disusun untuk menghimpun
hadis-hadis yang diriwayatkan oleh satu orang, baik dari generasi sahabat
maupun dari generasi sesudahnya. Seperti Juz Hadis Abu Bakar dan Juz Hadis
Malik. Pengertian yang lain adalah kitab hadis yang memuat hadis-hadis tentang
tema-tema tertentu, seperti Al-juz’u fi Qiyamil lailiy, karya Al-Marwazi dan
Fawaidul Hadisiyah, juga kitab Al-wildan karya Imam Muslim dan Yang lainnya.[18]
6.
Metode Shahih
Kitab
hadis dinamakan shahih apabila dalam penulisannya penulis hanya mencantumkan
hadis-hadis yang dianggap shahih saja
oleh penulis. Contoh kitab shahih adalah Sahih Bukhari dan kitab Shahih Muslim.
Kitab
shahih Bukhari adalah kitab shahih yang mula-mula membukukan hadis shahih.
Kebanyakan ulama hadis telah sepakat menetapkan bahwa kitab shahih Bukhari
adalah seshahih shahihnya kitab hadis. Al-Bukhari menyelesaiakn kitab shahihnya
dalam kurun waktu 16 tahun. Setiap beliau hendak menulis kitabnya beliu memulai
dengan mandi dan beristikharah. Beliau menamai kitab shahihnya dengan al Jamius
shahih al Musnadu min Hadisirrasul SAW.
7.
Metode Athraf
Yang
dimaksud dengan jenis al athraf adalah kumpulan hadis dari beberapa kitab
induknya dengan cara mencantumkan bagian atau potongan hadis yang diriwayatkan
oleh setiap sahabat. Penyusunan hanyalah menyebutkan beberapa kata atau
pengertian yang menurutnya dapat dipahami hadis yang dimaksud. Sedangkan
sanad-sanadnya terkadang ada yang
menulisnya dengan lengkap dan ada yang menulisnya dengan mencantumkan
sebagiannya saja.[19]
Kiab
athraf juga adalah kitab hadis yang hanya menyebut sebagian dari matan-matan
hadis tertentu kemudian menjelaskan
seluruh sanad dari matan itu, baik sanad yang berasal dari kitab hadis yang
dikutip matannya maupun dari kitab lainnya. Kitab ayhraf misalnya: Athrafus
Shabilaini karya Ibrahim Ad Dimasyqiy.[20]
8.
Metode Mustakhraj.
Mustakhraj
adalah kitab hadis yang memuat matan-matan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhary
atau Muslim atau kedua-duanya atau lainnya, kemudian sipenyusun meriwayatkan
matan-matan hadis tersebut dengan sanad sendiri yang berbeda. Misalnya: mustakhraj
shahih bukhary susunan Al Jurjaniy.[21]
9.
Metode Al Mustadrak.
Penyusun
kitab al mustadrak adalah kitab yang disusun untuk memuat hadis-hadis yang
tidak dimuat didalam kitab-kitab hadis sebelumnya, padahal hadis itu shahih
menurut syarat yang dipergunakan oleh ulama tersebut. Salah satu kitab
Mustadrak yang terkenal adalah al
Mustadrak ala Shahihaini karya al Hakim al Naisabury (321-405 H).[22]
BAB
III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Dari
berbagai pemaparan materi diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Diantara
hal-hal yang melatarbelakangi pembukuan hadis adalah:
Ø Karena Al-Qur’an telah dibukukan.
Ø Banyak perawi hadis yang meninggal dunia sehingga dikhawatirkan
hadis-hadis akan hilang dengan wafatnya mereka, sementara generasi penerus
diperkirakan tidak terlalu menaruh perhatian terhadap pemeliharaan hadis.
Ø Daerah kekuasaan islam semakin meluas.
Ø Terjadinya berbagai macam pemalsuan hadis.
2.
Mushannaf
adalah sebuah kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab fiqhi, yang
didalamnya terdapat hadis marfu’, mauquf dan maqtu’. Karena mushannaf
adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan kitab fiqhi, maka muwatta’ termasuk
didalamnya.
3.
Dinamakan
musnad apabila ia memasukkan semua hadis
yang pernah ia terimah dengan tanpa menerangkan derajat ataupun menyaring
hadis-hadis tersebut. Kiitab musnad berisi tentang kumpulan hadis-hadis, baik
itu hadis shahih, hasan dan dhaif.
4.
As
Sunnah yaitu kitab-kitab yang disusun berdasarkan bab tentang fiqhi, dan hanya
memuat hadis-hadis yang marfu’ saja agar dijadikan sebagai sumber bagi para
fuqaha dalam mengambil kesimpulan. As Sunnah tidak terdapat pembahasan tentang
sirah, aqidah, manaqib, dan lain-lain.
5.
Jami’
berarti sesuatu yang mengumpulkan, mencakup dan menggabungkan. Kitab jami’
adalah kitab hadis yang metode penyusunannya mencakup seluruh topik-topik
agama, baik aqidah, tharhah, ibadah, mu’amalah, pernikahan, sirah, riwayat hidup, adab, tafsir, tazkiyatu nafs dan
lain-lain.
6.
Ajza’
menurut istilah muhaddisin adalah kitab yang disusun untuk menghimpun
hadis-hadis yang diriwayatkan oleh satu
orang, baik dari generasi sahabat maupun generasi sesudahnya. Seperti
Juz hadis abu Bakar, dan juz hadis
Malik. Pengertian yang lain adalah kitab hadis yang memuat hadis-hadis tentang
tema-tema tertentu.
7.
Kitab
hadis dinamakan shahih apabila didalam penulisannya, penulis hanya mencantumkan
hadis-hadis yang dianggap shahih saja oleh penulis. Contoh kitab shahih adalah
kitab shahih al-Bukhariy dan kitab shahih Muslim.
8.
Yang
dimaksud dengan jenis al athraf adalah kumpulan hadis dari beberapa kitab
induknya dengan cara mencantumkan bagian atau potongan hadis yang diriwayatkan
oleh setiap sahabat. Penyusunan hanyalah menyenbutkan beberapa kata atau
pengertian yang menurutnya dapat dipahami hadis yang dimaksud. Sedangkan
sanad-sanadnya terkadang ada yang
menulisnya dengan lengkap dan ada yang menulisnya dengan mencantumkan
sebagiannya saja.
9.
Mustakhraj
adalah kitab hadis yang memuat matan-matan hadis ya ng diriwayatkan oleh
Bukhary atau Muslim atau kedua-duanya atau lainnya, kemudian sipenyusun
meriwayatkan matan-matan hadis tersebut dengan sanad sendiri yang berbeda. Misalnya:
mustakhraj shahih bukhary susunan Al Jurjaniy.
10. Penyusun kitab al mustadrak adalah kitab yang disusun untuk memuat
hadis-hadis yang tidak dimuat didalam kitab-kitab hadis sebelumnya, padahal
hadis itu shahih menurut syarat yang dipergunakan oleh ulama tesebut. Salah
satu kitab Mustadrak yang terkenal
adalah al Mustadrak ala Shahihaini karaya al Hakim al Naisabury (321-405
H).
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad,
Arifuddin, Paradigama Baru Memahami Hadis Nabi (Cet.I ;Jakarta : Insan
Cemerlang,tth)
Assiba’iy
, Mustafa, Al-sunnah Wa Makanatuh fi Altasyri’ Al-Islam, diterjemahkan
oleh Nurkholis Madjid dengan judul Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan
Hukum Islam : Sebuah Pembelaan Kaum Sunni (Cet.I; Jakarta : Pustaka
Firdaus, 1992)
Al-Shalih,
Subhi, Ulumul Hadis wa Mustaluhu, (Dar Al-Ilm Al-Malayin, 1988)
Suparta,
Munzier, Ilmu Hadis, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006)
Ismail,
Syuhudi, Pengantar Ilmu Hadis, (Cet. II;Bandung : Angkasa, 1991)
Ash-Shiddiqiy,
M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Cet.VIII ;Semarang :
Pustaka Rizki Putra, 2001)
As-Syarbasi,
Ahmad, Sejarah dan Biografi Empat Mazhab, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992)
Abdul
Mahdi, Abu Muhammad, Thariq Takhrij Hadis Rasulullah SAW, diterjemahkan oleh Said Agil Husin Munawar
dk. Dengan Judul Metode Takhrijul Hadis, (Cet, I; Semarang : Dina Utama
Semarang, 1994)
Al-Naisaburiy,
Abu Abdillah Al-Hakim, Al-Mustadrak Al-Shahihain, Juz I, (Beirut : Dar
Al-Fikr, 1918), Siddieqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis, (Jilid II;
Cet, VIII; Jakarta : Bulan Bintang,tth)
Abdurrahman,
M, Studu Kitab Hadis, (Cet, I; Yogyakarta : Teras, 2003)
[1] Arifuddin
Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi (cet.I;Jakarta :Insang
Cemerlang,tth),h,63
[2] Lihat Mustafa
Assiba’iy, Al-Sunnah Wa Makanatuh Fi Altasyriy’ Al Islami, diterjemahkan
oleh Nur Kholis Majid dengan judul Sunnah Dan Peranannya Dalam Penetapan
Hukun Islam :Sebuah Pembelaan Kaum Sunni (cet,I;Jakarta : Pustaka
Firdaus,1992),h.32
[3] Subhi
Al-Shalih, Ulumul Hadis Wa Mustalahuhu,(Dar Al-Ilm Al-Malayin,1988),h.24
[4] Munzier
Suparta, IlmunHadis, (Jakarta :PT Raja Grapindo Prasada,2006),h.90.
lihat jugaSubhi al-Shalih, Op.Cit.,h.45
[5] Syuhudi
Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, (Cet,II;Bandung:Angkasa,
1991),h.102
[6] Ibid.,h.103
[7] M. Hasbi Ash
shiddiqiy, Sejarah Pengantar Ilmu Hadis, (Cet.VIII;Semarang:pustakarizki
putra,2001),h.194
[8] Ahmad
As-Syarbbasi, Sejarah Dan Biografi Empat Mazhab,(Jakarta:Bumi Aksara,
1992),h.104
[9] M. Hasbi As
Shiddiqiiy, Op. Cit.,h.196.
[10] M. Shudi
Ismail, Cara Prakti Mencari Hadis, (Cet,I;Yogyakarta :Teras,2003),h.15
[11] M. hasbi As
Shiddiqiiy, Op. Cit.,h.177
[12] Subhi al
Shalih, Op.Cit,.h.116
[13] M. hasbi As
Shiddiqiiy, Loc. Cit
[14] M. Abdurrahman, Studi Kitab
Hadis,(Cet,I;Yogyakarta :teras,2003),h.93
[15] Ibid,.h.83
[16] Hasbi As Shiddiqiiy, Op. Cit
[17] M.
Abdurrahman, Op. Cit,.h.50
[18] M. hasbi As
Shiddiqiiy, pokok-pokok ilmu dirayah hadis, (Jilid II;Cet,VIII;Jakarta
:Bulan Bintang,tth),h.325
[19] Abu Muhammad
Abduh Mahdi, Thariq Tahkrij Hadis Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, diterjemahkan
oleh Said Agil Husin Munawar dk. Dengan judul Metode Tahkrijul Hadis,(cet,I;Semarang:Dina
Utama Semarang,1994),h.79
[20] Abu Abdillah
al Hakim Al Naisaburiy, Al Mustadrak Al Shahihaini, Juz I, (Beirut : Dar
Al Fikr,1918),h.3
[21] M. syuhudi
Ismmail, Op.Cit,.h.121
[22] Abu Abdillah
al hakim al Naisaburiy, Op.Cit,.
1 komentar:
maaf yah, saya izin copas untuk ngerjain tugas. itung-itung bagi ilmu lah....! thanks
Posting Komentar
apakah anda tidak menemukan yang anda cari??? silahkan tuliskan sesuatu yang anda cari itu....