Minggu, 27 November 2011

Metodologi Pembelajaran Perspektif Hadis Nabi Saw


Oleh: Muhammad Zulkarnain Mubhar
PENDAHULUAN
Pendidikan dapat ditinjau dari dua sudut pandang utama. Pertama; Pendidikan dari sudut pandangan masyrakat dimana pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda yang bertujuan agar hidup masyarakat tetap berlanjut, atau dengan kata lain agar suatu masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang senantiasa tersalurkan dari generasi ke generasi dan senantiasa terpelihara dan tetap eksis dari zaman ke zaman. Kedua; Pendidikan dari sudut pandang individu dimana pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi dalam diri setipa individu sebab individu bagaikan lautan yang penuh dengan keindahan yang tidak tampak, itu dikarenakan terpendam di dasar laut yang paling dalam. Keindahan-keindahan yang terpendam tersebut perlu untuk ditampakkan kepermukaan laut sehingga dapat dirasakan keberadaannya. Dalam diri setiap manusia memiliki pelbagai bakat  dan kemampuan yang apabila dapat dipergunakan dengan baik, maka akan berubah menjadi intan dan permata yang keindahannya dapat dinikmati oleh banyak orang dengan kata lain bahwa setiap individu yang terdidik akan bermanfaat bagi manusia lainnya.[1]
Dari kedua sudut pandang pendidikan di atas kemudian datanglah Islam yang secara komprehensif memadukan kedua sisi bentuk pendidikan yang berlandasakn al-Qur'an dan as-Sunnah, dimana Islam mendidik individu menjadi manusia yang beriman, berakhlak yang mulia dan beradab yang kemudian melahirkan masyarakat yang bermartabat, teori ini didasarkan pada firman Allah:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Terjemahnnya:
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.[2]
Ayat di atas menunjukkan bahwa tidaklah sepantasnya seluruh individu orang-orang yang beriman (muslim) berangkat kemedan perang untuk memerangi kaum Kuffar dengan menggunakan senjata, akan tetapi hendaknya terdapat salah seorang diantar setiap golongan mencari pendidikan yang layak agar kembali kepada masyarakatnya dan mendidik mereka agar senantiasa menjaga diri mereka dan keluarga mereka dari jilatan api Neraka.
Selain itu Rasulullah Saw juga menegaskan bahwa setiap individu muslim baik pria maupun wanita wajib mengenyam pendidikan yang layak dan baik yang bertujuan agar mereka dapat menjalankan segala perintah Allah atas dasar Bas}i>rah (pengetahuan) sebagaiman yang disabdakan oleh beliau Saw:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِم
Terjemahannya:
Dari Anas bin Malik beliau berkata: Rasulullah Saw bersabda: Menuntut ilmu adalah kewjiban bagi setiap individu muslim. (H.R Ibnu Majah)[3]
Berdasarkan tinjauan di atas, maka penulis dalam makalah ini berusaha untuk mengupas secara tahlili kandungan matan suatu hadis yang berhubungan dengan metodologi pembelajaran.
Dari uaraian di atas, terdapat beberapa problematika  yang selanjutnya akan dibahas pada tulisan ini, yaitu; Bagaimanakah kualitas matan dan sanad hadis tersebut ?; Bagaimanakah metodologi  pendidikan yang terkandung pada hadis tersebut?.
Metodologi Penelitian
Dalam melakukan penelitian terhadap hadis Nabi saw, maka dibutuhkan beberapa metodologi penelitian, yaitu penelitian hadis Nabi Saw melalui pendekatan tektual, yaitu penelusuran teks-teks hadis dengan menggunakan empat metodologi ; Pertama; penelusuran melalui lafadh-lafadh dalam hadis yang akan dikaji dengan menggunakan al-Mu'jam al-Mufahras li Alfadh al-Hadis karya A.J Wensik. Kedua; penulusuran hadis secara tematik dengan menggunakkan kitab Miftah Kunuz al-Sunnah karya Dr. A.J Vinsenk. Ketiga; penelusuran hadis berdasarkan awal lafadh dari matan hadis dengan menggunakan kitab Mausu'ah Athraf al-Hadis al-Nabawy Karya Abu Hajir Muhammad as-Sa'id bin Basyuny Zaglul. Keempat; penelusuran hadis berdasarkan sanad dari kalangan sahabat dengan menggunakan kitab Tuhfat al-Asyraf li Ma'rifat ar-Rijal karya Almizzy. Keempat metodologi di atas dipegunakan untuk melakukan kegiatan takhrij hadis, sementara untuk kegiatan kritik sanad, maka harus merujuk kepada kitab-kitab yang memuat tentang jarh dan Ta'dil. Adapun untuk kegiatan kritik matan, maka harus merujuk kepada kitab-kitab yang memuat tentang pembahasan Illat hadis, dan kitab-kitab syarah hadis
Dari beberapa metodologi di atas, maka pada makalah ini penulis dalam kegiatan takhrij hadis menggunakan kitab Mu'jam al-Mufahras sebagai acuan dasar yang dibantu dengan program al-Makatabah al-Sha>milah.
Adapun yang berkaitan dengan penjelasan atau syarah hadis, maka penulis berusaha semaksimal mungkin mencari dan menelaah penjelasan para ulama-ulama terdahulu melalui kitab-kitab syarah dengan cara membandingkan penjelasan antara ulama.
PEMBAHASAN
A.  Hadis Tentang Metodologi Pembelajaran
  1. Redaksi Hadis
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ أَعْرَابِيًّا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ دَخَلْتُ الْجَنَّةَ قَالَ تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ وَتُؤَدِّي الزَّكَاةَ الْمَفْرُوضَةَ وَتَصُومُ رَمَضَانَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا أَزِيدُ عَلَى هَذَا شَيْئًا أَبَدًا وَلَا أَنْقُصُ مِنْهُ فَلَمَّا وَلَّى قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى هَذَا
Terjemahannya:
Dari Abu Hurairah R.A bahwasanya terdapat seorang Arab datang kepada Rasulullah Saw dan berkata; 'Wahai Rasulullah tunjukkan kepadaku suatu amalan yang apabila aku mengerjakannya aku dapat masuk surga!' Rasulullah Saw bersabda: "engkau menyembah Allah dan tidak engkau persekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan engkau menegakkan shalat wajib, menunaikan zakat yang diwajibkan, dan engkau berpuasa pada bulan ramadhan" ia (orang arab tersebut) berkata; dan demi jiwa Muhammad yang ada dalam genggaman Allah aku tidak menambah dari hal tersebut sedikit pun dan tidak pula aku kurangi', setelah orang Arab tersebut pergi Rasulullah Saw bersabda: "Barang siapa yang ingin melihat seorang ahli surga, maka hendaklah ia melihat kepada orang ini".
Selain redaksi hadis di atas terdapat redaksi lainnya yang semakna dengannya diantaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya dari sabat Abu Ayyub. dengan lafadh sebagai berikut :
أَنَّ أَعْرَابِيًّا عَرَضَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي سَفَرٍ فَأَخَذَ بِخِطَامِ نَاقَتِهِ أَوْ بِزِمَامِهَا ثُمَّ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوْ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي بِمَا يُقَرِّبُنِي مِنْ الْجَنَّةِ وَمَا يُبَاعِدُنِي مِنْ النَّارِ قَالَ فَكَفَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ نَظَرَ فِي أَصْحَابِهِ ثُمَّ قَالَ لَقَدْ وُفِّقَ أَوْ لَقَدْ هُدِيَ قَالَ كَيْفَ قُلْتَ قَالَ فَأَعَادَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ دَعْ النَّاقَةَ
Terjemahannnya:
Adalah seorang Arab yang mengajukan kepada Rasulullah Saw sebuah pertanyaan sementara beliau sedang dalam perjalanan kemudia orang arab tersebut memegang tali kekang onta Rasulullaah saw lalu berkata : 'Wahai Rasulullah ! atau Wahai Muhammad ! beritahukanlah kepada perkara yang dapat mendekatkanku kepaa surga dan menjauhkanku dari neraka?', Abu Ayyub berkata : kemudian Nabi Saw terdiam sejenak lalu memandang kepada sahabatnya (yang menemaninya pada waktu itu) lalu belau berkata : "orang ini telah mendapatkan taufiq atau hidayah", beliau bertanya kepada orang Arab tersebut: "apa yang kamu kata tadi? Orang Arab tersebut mengulangi pertanyaannya, kemudian Rasulullah Saw bersabda: "Kamu menyembah Allah dan tidak mensekutukannya dengan selain-Nya, kamu mendegakkan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung tali silaturrahim, lepaskanlah unta"
Redaksi lain yang juga berasal dari sahabat Abu Ayyub menyebutkan dengan lafazh :
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ أَعْمَلُهُ يُدْنِينِي مِنْ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُنِي مِنْ النَّارِ قَالَ تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ ذَا رَحِمِكَ فَلَمَّا أَدْبَرَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ تَمَسَّكَ بِمَا أُمِرَ بِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ. وَفِي رِوَايَةِ ابْنِ أَبِي شَيْبَةَ إِنْ تَمَسَّكَ بِهِ
Terjemahannya:
Dari sahabat Abu Ayyub dia berkata: datang seseorang kepada Rasulullah Saw dan berkata : 'Tunjukkan kepadaku suatu amalan yang apabila aku mengerjakannya dapat mendekatkanku kepada surga dan menjauhkanku dari neraka', Rasulullah Saw bersabda: ""Kamu menyembah Allah dan tidak mensekutukannya dengan selain-Nya, kamu menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan kamu menyambung tali persaudaraanmu". Setelah orang tersebut pergi kemudian Rasulullah Saw bersabda: "Jika orang tersebut berpegang teguh terhadap apa yang diperintahkan kepadanya, maka dia akan masuk surga". Dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah[4] :"Jika orang tersebut berpegang teguh terhadap hal-hal tersebu".[5]
Terdapat pula redaksi lainnya yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dari riwayat Abdullah al-Yasykuri dengan redaksi :
يَا رَسُولَ اللَّهِ دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ وَيُنْجِينِي مِنْ النَّارِ قَالَ بَخٍ بَخٍ لَئِنْ كُنْتَ قَصَّرْتَ فِي الْخُطْبَةِ لَقَدْ أَبْلَغْتَ فِي الْمَسْأَلَةِ افْقَهْ إِذًا تَعْبُدُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤَدِّي الزَّكَاةَ وَتَحُجُّ الْبَيْتَ وَتَصُومُ رَمَضَانَ خَلِّ طَرِيقَ الرِّكَابِ
Terjemahannya:
"Wahai Rasulullah tunjukkan kepadaku terhadap suatu amalan yang dapat memasukkanku ke dalam Surga dan menjauhkanku dari Neraka, Rasulullah Saw bersabda: "Baiklah ! Baikla! Kalau seandainya kamu menyederhanakan perkataan, maka kamu akan mendapatkan jawaban dari masalahmu, kalau demikian fahamilah! Kamu menyembah Allah Azza wa Jalla dan tidak kamu sekutukan Dia dengan sesuatu apapun, kamu menegakkan shalat, menunaikan zakat, berhajji ke Baitullah, dan kamu berpuasa Ramadhan. Berikanlah jalan kepada unta!
Redaksi hadis lainnya adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzy dalam sunannya dari riwayat Mu'az bin Jabal dengan redaksi sebagai beriku:
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَأَصْبَحْتُ يَوْمًا قَرِيبًا مِنْهُ وَنَحْنُ نَسِيرُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدُنِي عَنْ النَّارِ قَالَ لَقَدْ سَأَلْتَنِي عَنْ عَظِيمٍ وَإِنَّهُ لَيَسِيرٌ عَلَى مَنْ يَسَّرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ تَعْبُدُ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكْ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصُومُ رَمَضَانَ وَتَحُجُّ الْبَيْتَ
Terjemahannya:
Dari Muadz bin Jabal beliau berkata; pada suatu perjalanan aku bersama dengan Rasulullah Saw, suatu hari pagi terbangun dan aku telah berada di dekat beliau sementara kami dalam perjalanan, kemudian aku berkata: 'Wahai Rasulullah beritahukanlah kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkanku kedalam Surga dan menjauhkanku dari apai Neraka', Rasulullah Saw bersabda: "Kamu telah menanyakan kepada sesuatu yang sangat besar, sesungguhnya hal tersebut adalah mudah bagi yang diberikan kemudahan oleh Allah, engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa ramadhan dan berhajji ke Baitullah"
  1. Takhrij al-Hadits
Berdasarkan hasil penelusuran penulis terhadap redaksi hadis di atas dalam kitab Mu'jam al-Mufahras, maka detemukan bahwa dalam hadis tersebut mengandung kata دُلًّنِي. Lafadh tersebut sebagaimana yang disebutkan dalam Mu'jam terdapat pada huruf د yang berakar kata دَلَّ dengan rumusan sebagai berikut :
دُلًّنِي على عمل... خ زكاة 1،، م إيمان 14، 15،،ت صلاة 169،، ن تطبيق 80،، جه زهد 1،، أدب 7،، حم 2، 243،، 3، 472،، 4، 423،، 6،384 .[6]   
Hadis sebagaimana redaksi pertama di atas disebutkan dalam Shahih al-Bukhari kitab Zakat, Bab wujub al-Zakat (Kewajban berzakat) hadis Nomor 1397, beliau meriwayatkan hadis ini dari dua jalur. Pertama: dari jalur Muhammad bin Abdurrahman beliau berkata; Affan bin Muslim memberitahukan kepada kami dan berkata; Wuhaib memberi tahukan kepada kami (bahwa hadis ini) dari Yahya bin Sa'id bin Hayyan dari Abu Zur'ah dari Abu Hurairah.[7] Kedua: dari jalur Musaddad, dari Yahya bin Hayyan beliau berkata; Abu Zur'ah memberitahukan kepada kami dari Nabi Saw.
Hadis yang sama disebutkan pula oleh Muslim bin Hajjaj dalam Shahihnya dari jalur sanad Abu Bakar bin Ishaq dari Affan dari Wuhaib dari Yahya bin Said bin Hayyan dari Abu Zur'ah dari sahabat Abu Hurairah.[8]
Hadis yang sama disebutkan pula dalam al-Musnad karya Imam Ahmad bin Hanbal dengan sanad dari pemberitahuan Affan dari Wuhaib dari Yahya bin Said bin Hayyan dari Abu Zur'ah dari sahabat Abu Hurairah.[9]
Adapun redaksi hadis kedua diriwayatkan oleh al-Bukhary dalam shahihnya dari jalur; pertama jalur Hafsh bin Umar, dari perkataan Syu'bah, dari Muhammad bin Usman bin Abdullah bin Mauhib, dari Musa bin Thalhah, dari Abu Ayyub, kedua dari jalur Bahz, dari perkataan Syu'bah, dari perkataan Muhammad bin Usman dan ayahnya, keduanya mendengarkan dari Musa bin Thalhah dari Abu Ayyub dari Rasulullah Saw[10]. Redaksi yang sama diriwayatkan pula oleh Muslim bin Hajjaj dalam shahihnya dari jalur sanad Muhammad bin Abdullah bin Umair, dari perkataan ayahnya (Abdullah bin Umair), dari perkataan Umar bin Usman, dari perkataan Musa bin Thalhah, dari perkataan Abu Ayyub.[11] Redaksi yang sama diriwayatkan pula oleh Ahmad bin Hanbal dalam musnadnya dari jalur sanad Yahya, dari perkataan Amru bin Usman dimana beliau mendengarkan dari Musa bin Thalhah bahwa Abu Ayyub memberitakan kepadanya hadis tersebut.[12]
Adapun redaksi hadis ketiga merupakan redaksi hadis yang diriwaytkan oleh Muslim bin Hajjaj dalam shahihnya dari dua jalur sanad yaitu dari Yahya bin Yahya al-Tamimy dan Abu Bakar bin Abi Syaibah dimana keduanya mengambil dari Abu al-Ahwash, dari Abu Ishak, dari Musa bin Thalhah, dari Abu Ayyub.[13]
Adapun redaksi keempat diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dari pemberitahuan Waki' Dari Amru bin Hassan - yaitu al-Musly – beliau berkata: al-Mugirah bin Abdullah al-Yasykuri memberitahukan kepada kami dari Ayahnya (Abdullah al-Yasykury), kemudian beliau menceritakan akan kisah munculnay hadis tersebut (sabab al-wurud).[14] Dan juga diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dari Jalur Waki' dari Yunus beliau berkata aku mendengarkan hadis ini dari al-Mughirah bin abdullah dari ayahnya (Abdullah al-Ysykury) dengan redaksi yang sama.[15]
Redaksi hadis yang kelima diriwayatkan oleh Abu Isa Muhammad bin isa at-Tirmidzy dalam sunannya dari jalur Ibnu Abi Umar beliau berkata Abdullah bin Muadz memberitahukan kepada kami dari Ma'mar dari Ashim bin Abi an-Najwad dari Abu Wail, dari Muadz bin Jabal.[16]
  1. Analisis Sanad dan Matan Hadis
Dari seluruh riwayat yang telah penulis sebutkan sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian dan analisis terhadap senad, adapun sanad hadis yang penlis fokuskan untuk dilakukan penelitian di dalamnya, maka penulis memilih untuk meneliti sanad sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ahamd bin Hanbal dari pemberitahuan Affan dari Wuhaib dari Yahya bin Said bin Hayyan dari Abu Zur'ah dari sahabat Abu Hurairah.
  1. Abu Hurairah : beliau adalah Abu Hurairah al-Dausy, sahabat Rasulullah Saw, salah seorang penghafal yang ulung dari kalangan sahabat. Para ulam berbeda pendapat tentang nama aslinya dan nama ayahnya, ada yang mengatakan bahwa nama beliau adalah Abdullah bin Shakhr, ada yang mengatakan Abdullah bin Gunnam, ada yang mengatakan Abdullah bin 'Aid, ada yang mengatakan Abdullah bin Amir, dan banyak lagi. Diantara nama-nama yang diperdebatkan tersebut para ulama hadis menetapkan bahwa nama beliau yang sesungguhnya adalah Abdullah bin Shakhr, sementara nama beliau yang sesungguhnya menurut par ahli nasab adalah Amru bin Amir. Beliau wafat pada tahun 57 H, ada yang mengatajan 58 H, ada yang mengatakan 59 H, pada saat berumur 78 tahun. Yang mengambil dan meriwayatkan hadis dari beliau sebanyak 800 orang murid yang tersebar di berbagai suku dan negara. Diantara mereka yang peling terakhir mengambil hadis dari abu Hurairah adalah; al-Maqbury, Hammam, Musa bin Wardan, dan Muhammad Ziyad al-Jumahy. Belia dikenal sebagai seorang hafidh (penghafal), Mustbit, Cerdas, Mufti (ahli fatwa), ahli Ibadah (shalat dan puasa). Ikrimah berkata: Abu Hurairah senantiasa bertasbih sebanyak 12000 kali dalam sehari semalam.[17]
  2. Abu Zur'ah : beliau adalah Abu Zur'ah bin Amru bin Jarir bin abdullah al-Bajali al-Kufy, dikatakan bahwa nama beliau adalah Harim, ada yang megatakan Amru, ada yang mengatakan Abdullah, ada yang mengatakan Abdurrahman, dan ada pula yang mengatakan Jarir, beliau adalah seorang yang tsiqah dari generasi ketiga tabi'in.
Beliau meriwayatkan hadis dari Kakeknya dan  Abu Hurairah. Dan yang meriwayatkan darinya adalah kedua cucunya yaitu Jarir dan Yahya yang keduanya merupakan anak dari Ayyub, dan Ammarah bin al-Qa'qa'.[18] Imam al Tirmidzy berkata: Muhammad bin Humaid memberitahukan kepada kami, beliau berkata bahwa Jarir memberitahukan kepada kami dari Ammarah bin Qa'qa' beliau berkata; Ibrahim al-Nakha'i berrkata kepadaku; "Jika engkau hendak memberitahukan kepadaku suatu hadis, maka beritahukanlah kepada riwayat Abu Zur'ah bin Amru bin Jarir, kerena beliau pernah memberitahukan kepadaku suatu hadis, setelah beberapa tahun aku menanyakan hadis itu kepada beliau kemudian beliau mengulanginya dengan tidak meninggalkan satu huruf pun.[19]
  1. Yahya bin Said bin Hayyan : Kuniyahnya adalah Abu Hayyan at-Taimy merupakan nisbah dari keturunannya yitu bani Tamim, al-Kufy. Beliau adalah seorang yang dikenal akan ketsiqahannya dari generasi ke-6, al-'Ajaly berkata: "Beliau adalah seorang ahli Kufah yang Tsiqah manusia pilihan lagi shaleh, penjaga sunnah".[20] Akan tetapi jika beliau meriwayatkan hadis dari 'Atha, maka riwayat tersbut adalah mursal, demkian pula riwayat beliau dari Said bin al-Musayyab dari Aisyah.[21] Beliau meriwayatkan hadis sanagt banyak dari Abu Zur'ah in Amru bin Jarir dan al-Sya'by, dan yang diantara mereka meriwayatkan darinya adalah Yahaya al-Qaththan, dan Abu Usamah. wafat pada tahun 145 H.[22]
  2. Wuhaib : beliau adalah Wuhaib bin ajlan al-Bahily abu Bakar al-Bashry, beliau meriwayatkan dari Ayyub, Mansur, dan Abu Hayyan. Sementara yang meriwayatkan dari beliau adalah Affan, Hudbah, dan abdul A'la bin Hammad. Ibnu Mahdi berkata: beliau (Wuhaib) adalah orang yang paling mengetahui tentang hadis dan para perawi hadis, Abu Hatim berkata: Tsiqah, dan dikatakan bahwa tidak terdapat seseorang yang lebih mengetahui tentang para perawi hadis setelah Sy'bah selain Wuhaib, beliau wafat pada tahun 165 H, pada umur 58 Tahun. [23]
  3. Affan  : Belaiu bernama Affan bin Muslim bin Abdullah Abu Usman al-Bahily al-Shaffar al-Bashry. Seorang yang terpercaya (Tsiqah) lagi teguh (Tsabt). Ibnu al-Madiny berkata: jika beliau ragu terhadap huruf-huruf yang terdapat dalam sebuah hadis beliau meningalkan hadis tersebut (tidak menyebutkannya), mungkin saja beliau melakukan kesalahan. Ibnu Ma'in berkata: Kami mengingkari hadis-hadisnya pada bulan shafar pada tahun 219 H, kemudian beliau wafat beberapa waktu pasca peristiwa pengingkaran terhadap beliau. Beliau termasuk generasi ke-10 dan meriwayatkan banyak hadis dari beberapa ulama hadis dari geneasi sebelumnya mereka adalah Hisyam al-Dustuwai, Hammam, Wuhaib dan yang segenerasi dengan mereka. Adapun diantara mereka yang meriwayatkan hadis darinya adalah; al-Bukhary, Ibrahim al-Harby, Abu Zur'ah al-Dimasyqy, dan banyak lagi lainnya. Beliau sangat teliti dalam masalah al-Jarh dan Ta'dil, beliau Wafat pada tahun 220 H.
Dari nama-nama para perawi yang telah kami sebutkan di atas, menunjukkan bahwa hadis yang penulis teliti adalah hadis yang shahih dari segai sanad baik sanad tersebut disandarkan kepada Abu Hurairah maupun kepada Abu Ayyub, adapun sanad yang disandarkan kepada Abdullah al-Yasykuri, maka sanadnya adalah lemah disebabkan karena riwayat al-Mughirah dari ayahnya (Abdullah al-Yasykury) adalah tidak dikenal.[24] Adapun sanadnya yang lain adalah sanad yang shahih karena sanad al-Bukhary, Muslim dan at-Tirmidzy menjadi Syahid atas kesahihan sanad hadis tersebut.
Adapun dari segi matan, jika kita menelitinya secara seksama, maka kita akan menemukan titik perbedaan redaksi pada akhir matan hadis, dimana pada matan yang pertama Rasulullah hanya sampai pada penjelasan tentang kewajiban berzakat kemudian menjelaskan kepada sahabat beliau akan kedudukan orang yang bertanya. Sementara pada redaksi kedua dan ketiga Rasulullah Saw setelah menyebutkan kewajiban zakat beliau menyambungnya dengan kewajiban menyambung tali silaturrahim. Dan pada redaksi hadis keempat dan kelima Rasulullah saw menyebutkan kewajiban berhajji tanpa menyebutkan kewajiban bershilaturrahim. Penjelasan tentang terjadinya penambahan redaksi ini akan kami jelaskan pada bagian pemaahaman hadis, sebab memiliki kaitan yang sangat erat dengan pemahaman makna dari hadis tersebut.
Meskipun demikiian jika dilihat dari berbagai riwayat dapat ditemukan bahwa seluruh matan hadisnya mengandung lafadh dan huruf yang sama dari Rasulullah Saw dan menunjukkan bahwa lafadh-lafadh tersebut adalah merupakan lafadh-lafadh kenabian sebab mengandung kalimat ringkas yang sarat dengan makna yang luas (Jawami'ul Kalim).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hadis tersebut adalah hadis yang shahih baik dari segi sanad maupun matannya, kecuali hadis Abdullah al-Yasykury, dimana sanadnya adalah sanad yang lemah tetapi matannya adalah matan yang shahih yang dikuatkan dengan riwayat-riwayat Bukhary, Muslim dan Tirmidzy.
B.   Pemahaman Hadis Metodologi Pembelajaran
Dalam kenyataannya, pemahamahan hadis yang banyak digunakan sampai saat ini masif bersifat generalisasi, artinya bahwa hampir secara keseluruhan –untuk tidak mengatakan seluruhnya- hadis dipahami dalam bentuk yang sama dengan tidak membedakan struktur suatu hadis. Dalam ungkapan lain, bahwa mayoritas umat Islam memahami makna dan kandungan suatu hadis dengan menggunakan pendekatan tekstual, hanya terdapat sebahagian kecil diantara mereka yang mengembangkankan pemahaman terhadapa hadis dengan menggunakan pendektan kontekstual.[25]
Perlu untuk diketahui bahwa pemahaman terhadapa hadis dengan pendekatan tekstual dapat dilakukan bila hadis yang dikaji, setelah diubungkan dengan segi-segi yang berkaitan dengannya namun tetap menuntut pemahaman sesuaii dengan apa yang tertulis dalam teks suatu hadis. Adapun pemahaman suatu hadis secara kontekstual dapat dilakukan apabila dibalik redaksi suatu hadis terdapat perunjuk kuat yang mengharuskan hadis terebut dapat dipahami secara kontekstual yaitu tidak sebagaiman maknanya secara zahir.[26] Dalam melakukan pengalian makna terhadap suatu hadis hendaknya seorang mengkaitkan redaksi hadis dengan keadaan yang bersifat kontemporer atau disesuaikan dengan keadaan yang terjadi.[27]
Pada bagian ini penulis berusaha mengkaji makna hadis metodologi pembelajaran secara tekstual dan kontekstual.
1.    Pemahaman Tekstual
Terdapat banyak ayat di dalam al-Qur'an yang memberikan petunjuk akan keutamaan belajar (menuntut ilmu) dan mengajar, diantara ayat-ayat yang menjelaskan akan keutamaan belajar adalah firman Allah dalam  
أَمْ مَنْ هُوَ قَانِتٌ آَنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآَخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
Terjemahnnya:
"Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran."[28]

Pada ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa Allah Swt membedakan antara mereka yang berpendidikan dengan yang tidak, letak perbedaan yang sangat jelas bahwasanya orang yang terdidik adalah mereka yang berakal adapaun mereka yang tidak terdidik adalah orang yang tidak berakal. Berdasarkan hal ini, maka sangatlah wajar ketika kemuliaan baik secara ma'nawi (kongkrit) maupun hissi (abstrak) hanya diberikan kepada mereka yang terdidik hal ini sejalan dengan firman Allah:
... يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Terjemahnnya:
"...Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan."[29]
Peninggian derajat bagi orang yang beriman dan terdidik menunjukkan keutamaan yang agung yang mencakup ketinggian dejarat secara kongkrit di dunia berupa kedudukan yang tinngi dan reputasi yang baik. Sedangkan ketinggian derajat secara abstrak di akhirat berupa kedudukan yang tinggi di surga.[30] Sebab mereka yang mendapatkan pendidikan yang dilandaskan dengan keimanan berarti mereka telah mendapatkan anugrah kebaikan yang sangat banyak. Allah berfirman:
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Artinya:
Allah menganugerahkan Al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar Telah dianugerahi karunia yang banyak. dan Hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).[31]
Yang dimaksudkan dengan "Diberi Hikmah" pada ayat di atas ialah diberi ilmu dan kefahaman.[32] yaitu pemahaman terhadap ilmu agama Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّين
Terjemahannya:
"Barang siapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan, Niscaya Dia memahamkan kepadanya (ilmu) agama"[33]
Secara universal Rasulullah saw tidak pernah diperintahkan untuk meminta tambahan apapun selain ilmu sebagaimana pernyataan Allah :
... وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
Terjemahannya:
… dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."[34]

Yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu syar'i yang dapat mengantarkan seorang hamba untuk mengenal Allah Swt dan mengetahui segala yang diperintahkan oleh agama yang diwajibkan baginya sebagai mukallaf baik dalam hal ibadah maupun muamalah.[35]
Keterangan-keterangan di atas yang didasarkan pada al-Qur'an maupun hadis menunjukkan bahwa pendidikan merupakan prioritas utama dalam Islam dengan orientasi yang jelas, sebab kemuliaan seseorang terletak pada pendidikan dan orientasinya.
Dengan berlandaskan penjelasan Allah Swt di dalam al-Qur'an dan RasulNya Saw di dalam hadis tentang keutamaan belajar dan mengajar, maka para sahabat beliau Saw dan yang sampai kepada mereka dakwah Islam berlomba-lomba dalam mendapatkan pendidikan dari Raslullah Saw baik langsung maupun tidak langsung.
Diantara mereka yang mendapatkan pendidikan dari Rasulullah Saw secara langsung adalah orang Arab yang mendatangi Rasulullah Saw dan bertanya kepada beliau tentang amalan yang dapat menghantarkan seseorang kepada tempat yang penuh dengan kenikmatan yang kekal (surga).
Para ulama hadis berbeda pendapat tentang nama orang Arab yang mendatangi Rasulullah Saw. Ada yang berpendapat bahwa orang Arab tersebut bernama Sa'ad bin Akhram sebagaimana yang ditunjukkan pada riwayat at-Thabrany dalam al-Mu'jam al-Kabir dari riwayat al-A'masy, dari Amru bin Murrah, al-Mughurah bin bin Saad bin Makhram, dari Ayahnya ia berkata : "Aku pernah mendatangi Rasulullah Saw dan berkata: 'Wahai Rasulullah tunjukkan kepadaku suatu amalan yang dapat mendekatkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka....", diantara mereka ada meyebutkan bahwa orang Arab yang bertanya dalam hadis tersebut adalah Abdullah al-Yaskury sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad, ath-Thabrany dalam al-Kabir. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan bahwa kisah terjadinya pertemuan tersebut beragam, dan juga tidak menutup kemungkinan bahwa penanya hanya ada satu orang. Ibnu Shalah menukil dengan meringkas dari jawaban al-Qadhy 'Iyadh dan selainnya dimana mereka mengatakan bahwa terjadi perbedaan redaksi (matan) bukan merupakan perbedaan dari sabda Rasulullah Saw melainkan berasal dari para perawi hadis tersebut yang memiliki tingkat kekuatan hafalan yang berbeda, maka diantara mereka ada yang meringkas redaksi dan menyampaikannya kepada generasi dibawahnya tanpa mengetahu tambahan dari perawi selainnya, baik dengan cara menghilangkan atau tidak, jika redaksi (matan) hadis yang ringkas tersebut dinggap oleh perawi telah mencakup makna keseluruhan matan, maka kemudian dijelaskan dengan matan yang lain bahwa matan tersebut tidak mencakup seluruh makna dari matan hadis dan bahwa peringkasan terhadap matan hadis tersebut menunjukkan kelemahan daya hafalan (perawi) akan kesempurnaan matan dari hadis tersebut.[36]
Tetapi jika pendapat di atas dihubungkan dengan redaksi (matan) hadis yang tampaknya terjadi perbedaan redaksi pada kalimat terakhirnya, maka dapat temukan bahwa yang bertanya kepada Rasulullah Saw tentang amalan yang dapat mendekatkan diri ke surga dan menjauhkan dari neraka lebih dari satu orang, sebab Rasulullah Saw sebelum menjawab pertanyaan yang diajukan kepada beliau terlebih dahulu beliau melihat kondisi psikologis dan sosiologis serta kebutuhan orang yang bertanya.
Bertolak dari analisis di atas, maka terdapat beberapa asumsi yang menjadi penyebab timbulnya tiga bentuk redaksi jawaban Rasulullah Saw yang berbeda terhadap pertanyaan yang sama :
a.       Jika yang bertanya adalah orang yang secara psikologis dan sosiologis baik dan memiliki harta yang cukup untuk dizakatkan tetapi tidak memiliki kemampuan baik dari segi fisik atau pun materi untuk menunaikan haji, maka Rasulullah Saw cukup memberikan jawaban dengan menjelaskan kewajiban yang harus dipatuhi sampai pada tingkat menunaikan zakat.
b.      Jika kondisi psikologi si penanya baik tetapi kondisi sosialnya kurang baik dan tidak memiliki kemampuan fisik dan atau materi untuk menunaikan hajji, maka Rasulullah saw cukup menambahkan jawaban baginya yaitu kewajiban untuk menyambung tali silaturrahim dengan tidak menyebutkan kewajiban berhaji.
c.       Jika kondisi psikologi baik dan kondisi sosialny pun baik dan memiliki kemampuan baik secara fisik maupun materi, maka Rasulullah Saw memberitahakan kepada orang tersebut tentang kewajiban berhajji.
d.      Waktu dan kondisi dimana Rasulullah Saw menjawab pertanyaan tersebut berbeda dari satu dengan yang lainnya.
Dari seluruh redaksi (matan) hadis yang telah penulis sebutkan dengan tiga asumsi penyebab munculnya tiga redaksi jawaban Rasulullah Saw yang berbeda dari pertanyaan yang sama, terdapat redaksi (matan) lain yang menguatkan asumsi tersebut, redaksi (matan) hadis yang dimaksudkan adalah jawaban Rasulullah Saw atas pertanyaan utusan Abdul Qayis kepada Rasulullah Saw sebagaimana yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Abbas beliau berkata :
إِنَّ وَفْدَ عَبْدِ الْقَيْسِ أَتَوْا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ (مَرْحَبًا بِالْقَوْمِ أَوْ بِالْوَفْدِ غَيْرَ خَزَايَا وَلَا نَدَامَى ) . قالوا: إِنَّا نَأْتِيكَ مِنْ شُقَّةٍ بَعِيدَةٍ وَبَيْنَنَا وَبَيْنَكَ هَذَا الْحَيُّ مِنْ كُفَّارِ مُضَرَ وَلَا نَسْتَطِيعُ أَنْ نَأْتِيَكَ إِلَّا فِي شَهْرٍ حَرَامٍ فَمُرْنَا بِأَمْرٍ نُخْبِرُ بِهِ مَنْ وَرَاءَنَا نَدْخُلُ بِهِ الْجَنَّةَ. فَأَمَرَهُمْ بِأَرْبَعٍ وَنَهَاهُمْ عَنْ أَرْبَعٍ أَمَرَهُمْ بِالْإِيمَانِ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَحْدَهُ قَال (مَا الْإِيمَانُ بِاللَّهِ وَحْدَهُ ؟ ). قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ ! قال: (شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامُ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ وَتُعْطُوا الْخُمُسَ مِنْ الْمَغْنَم)
Terjemahnnya:
'Suatu ketika datang utusan dari Abd al-Qayis kepada Rasulullah Saw kemudian Rasulullah Saw berkata : "Selamat datang kepada kaum atau utusan yang tidak dalam keadaan sedih dan menyesal" mereka berkata : 'sesungguhnya kami datang kepadamu dari lembah yang cukup jauh, sementara anatara kampung kami dan tempat engkau hidup kauk kafir Mudhar dan kami tidak dapat datang kepadamu kecuali pada bulan Muharram, maka perintahkanlah kepada kami suatu perintah yang dapat kami sampaikan kepada orang-orang yang kami tinggalkan yang dengannya kami dapat masuk surga'. Kemudian Rasulullah memerintahkan kepada mereka empat perkara dan melarang mereka tetang empat perkara lainnya. Rasulullah memerintahkan mereka untuk beriman kepada Allah Azza wa Jalla semata. Rasulullah Saw bertanya : "Tahukah kalian apa itu iman kepada Allah semata?" mereka menjawab: 'Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui', Rasulullah bersabda : "Bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan ramadhan, serta menyerahkan 1/5 dari harta rampasan perang".[37]
Pada redaksi (matan) hadis di atas Rasulullah Saw memberikan jawaban kepada utusan Abdul Qayis dengan tidak menyampaikan kepada mereka akan kewajiban hajji, dan memberitahukan kepada mereka akan kewajiban menyerahkan 1/5 dari harta rampasan. Ini menunjukkan bahwa masa kedatangan utusan tersebut kepada Rasulullah Saw untuk belajar tentang agama adalah pada masa terjadi peperang antara kaum Muslimin dengan kaum Musyrikin dan belum terdapat kewajiban untuk berhajji sebab Kota Mekkah belum dibebaskan (dibersihkan) dari penyembahan berhala (fathu Makkah).
Jika dilihat dari jawaban-jawaban Rasulullah Saw atas pertanyaan orang Arab tersebut menunjukkan pula bahwa orang Arab yang bertanya termasuk dalam hal ini adalah utusan Abdul Qayis mereka adalah sekolompok kaum yang baru memeluk Islam, karena Rasulullah Saw hanya membatasi jawaban pada hal-hal yang bersifat fardhu dengan tidak menjelaskan hal-hal yang bersifat sunnah mustahabbah (dalam pemahaman fiqhi) yang bertujuan untuk tidak memberatkan kepada mereka yang menyebabkan mereka bosan dalam menjalankan ajaran Islam, jika hati mereka sudah mulai terbuka dalam memahami dan mengamalkan dengan baik hal-hal yang telah menjadi kewajiban mutlak bagi mereka, maka dengan mudah mereka akan memahami amalan-amalan sunnah dan pahalanya serta mengamalkannya, sebab sudah menjadi bahagian dari pemahaman Islam bahwa barang siapa yang meninggalkan amalan-amalan sunnah, maka hal itu merupakan tanda kurangnya agama mereka dan jika  mereka meninggalkan sunnah dengan sengaja dan membecinya, maka itu merupakan bentuk kafasikan disebabkan karena adanya ancaman dari Raslullah Saw dalam sabdanya:
مَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
Terjemahnnya:
Barang siapa yang membenci sunnahku, maka (ia) bukan dari golonganku[38].[39]
2.    Pemahaman Kontekstual
Secara tekstual, hadis sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya menunjukkan adanya proses pendidikan dimana orang Arab sebagai murid dan Rasulullah Saw adalah guru yang menjelaskan tentang permasalahan yang dihadapi oleh murid.
Secara kontekstual hadis ini sejalan dengan asumsi pokok teori pendidikan dimana pendidikan adalah aktual, normatif dan suatu proses pencapaian. [40]
Pertama; Pendidikan adalah aktual yang berarti bahwa pendidikan berawal dari kondisi-kondisi aktual dari individu yang belajar dan lingkungan belajarnya, keadaan ini ditunjukkan pada hadis tersebut dimana kondisi aktual orang Arab tersebut adalah sebagai seorang muallaf yang membutuhkan penjelasan yang tepat akan kondisi dan kebutuhannaya, sementara kondisi aktual lingkungannya ditunjukkan ketika orang Arab tersebut menerima pelajaran dalam keadaan safar, sebab keadaan orang-oarang Arab badui pada masa Rasulullah Saw merupakan sebuah komunitas yang selalu berpindah-pindah tempat. Sehingga kondisi pembelajaran pun sangat sesuai dengan kondisi mereka.
Jika kita hubungkan hal tersebut dengan kondisi sekarang, kita akan terbentur pada dua sistem pembelajaran yang hubungannya dengan aktualisasi pendidikan, dimana pendidikan masyrakat saat ini dapat dipisahkan antara pendidikan sekolah yang bersifat formal dan mengikat dengan pendidikan luar sekolah dalam hal ini adalah rumah dan lingkungan sekitar, dimana kondisi pembelajaran sekolah terkondisikan dengan disiplin internalnya sehingga arti pendidikan aktual terkadang tidak teraktualisasi, sementara kondisi pembelajaran luar sekolah cenderung bersifat indisiplin sehingga untuk menemukan arti pendidikan aktual lebih mudah.
Kedua dan Ketiga : Pendidikan adalah normatif dan sebagai suatu proses pencapaian yang berarti bahwa pendidikan tertuju pada pencapaian hal-hal yang baik atau norma-norma yang baik. Jika dihubugkan antara asumsi pokok ini dengan hadis, maka akan ditemukan bahwa pada hadis yang telah dijelaskan sebelumnya menunjukkan bahwa pendidikan atau sistem pembelajaraan yang diberlakukan oleh Rasulullah saw kepada sahabat beliau memiliki pencapaian-pencapaian khusus yaitu kebahagian di dunia dan akhirat, hal ini ditunjukkan ketika Rasulullah Saw bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhary dan Muslim dalam Shahih mereka dan Ahmad dalam al-Musnad yang menyebutkan : "Barang siapa yang ingin melihat ahli surga, maka hendaklah ia melihat pada orang ini"[41] dimana bentuk pencapain yang dikehendaki oleh Rasulullah Saw dalam mendidik sahabatnya adalah mencapai derajat yang tertinggi secata ma'nawi di dunia dan derajat tertetinggi secara hissi di akhirat.
Pada hadis di atas mengandung makna yang secara eksplisit menjelaskan tentang metodologi pembelajaran dimana seorang pelajar hendaknya untuk tidak mempersulit diri dalam mendapatkan seluruh cabang ilmu, akan tetapi baginya memulai dari hal-hal yang bersifat ushuliyah kemudian furu'iyyah. Dan mempelajari ilmu secara bertahap sebab barangsiapa yan hendak mengambil dan menguasai seluruh cabang ilmu, maka justru akan kehilangan seluruh ilmu.[42]
Pada zaman kita hari ini setiap individu pelajar dituntut untuk mengetahui seluruh cabang ilmu pengetahuan dengan tanpa pengawasan dan pengarahan yang bersifat betahap dan berkesinambungan, sehingga kita mendapatkan mayoritas dari kalangan terpelajar merasa bosan dan jenuh akan setiap pelajaran yang mereka hadapi baik disekolah maupun diluar sekolah padahal Rasulullah saw mengajarkan kepada para sahabatnya secara bertahap dan berkesinambungan yang dimulai dari hal-hal yang bersifat fundamental kemudian kepada ilmu yang bersifat cabang dan pelik.
Berdasarkan analisis di atas penulis melihat bahwa bentuk pendidikan yang dilaksanaakan hendaknya menggunakan metodologi yang bersifat komprehensif dan mengakar yang di aplikasikan secara bertahap dan sampai kepada tujuan pendidikan yang dikehendaki.


KESIMPULAN
Setelah melalui penjabaran yang sederhana dengan kemampuan seadanya, maka penulis pada bab ini berusaha untuk mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut;
Hadis yang dijadikan kajian pada makalah ini adalah hadis yang berhubungan dengan metodologi pembelajaran dimana seorang Arab Badui datang kepada Rasulullah Saw untuk menanyakan amalan-amalan yang dapat mendekatkannya kepada surga dan menjauhkannya dari neraka.
Dari hasil kajian menunjukkan bahwa hadis tersebut merupakan hadis yang shahih baik dari segi sanad dan matan dimana hadis tersebut di riwayatkan oleh al-Bukhary dan Muslim dengan sanad yang terpercaya dan shahih, meskipun demikian terdapat riwayat yang dha'if dari riwayat Abdullah al-Yasykury. Adapun dari segi matan, maka penulis menemukan adanya perbedaan matan dimana terjadinya penambahan dan pengurangan redaksi, tetapi setelah dilakukan kajian, maka ditemukan bahwa hadis tersebut jika dilihat dari segi peristiwa munculnya terdapat tiga orang Arab dengan kondisi yang berbeda pada waktu yang berbeda pula dengan pertanyaan yang sama kepada Rasulullah kepada Rasulullah Saw.
Hadis tersebut jika dipahami secara tekstual, maka ditemukan bahwa Rasulullah Saw mengajarkan tentang kewajiban-kewajiban agama kepada para penanya yang baru memeluk Islam untuk tidak memberatkannya.
Jika dipahami secara kontekstual,  bahwa pendidikan harus dimulai dari hal-hal yang bersifat fundamental kemudian kepada hal-hal yang bersifat cabang dan pelik yang bertujuan agar tidak menimbulkan rasa bosan kepada siswa atau murid.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an al-Karim
Amin, Muhammadiyah, Menembus Lailatul Qadr (Perdebatan Interpretasi Hadis Tekstual dan Kontekstual). Cet. I; Makassar: Melania Press, 2004.
al-'Ainy, Abu Muhammad Mahmud bin Ahmad, 'Umdatul Qary Syarhu Shahih al-Bukhary.  Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1421 H  / 2001 M.
al-Ajurri, Abu Bakar, Aklâqul 'Ulamâ'. Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1405 H.
al-Asqalany, Ahmad bin Ali bin Hajar, Taqrib al-Tahdzib. Cet. I; Riyadh: Baitul Afkar, T.Th.
________, ______________, Fathul Bârî Syarh Shahîhil Bukhârî. Cet. I; Kairo; Maktabah as-Salafiyah, 1401.
al-Bukhary, Muhammad bin Ismail, Shahihul Bukhary. Cet. I; Kairo: Makatabah as-Salafiyah, 1400 H
Ibnu Majah, Muhammad bin Yazid al-Qazwiny, Sunan Ibnu Majah. Cet. I; Bandung: Maktabah Dakhlan, T.Th.
Ibnu Hanbal, Ahmad, al-Musnad, tahqiq: Syu'aib al-Irnauth dan Adil Mursyid. Cet. I; Beirut: Muassah ar-Risalah, 1997 M
Langgulung, Hasan, Asas-asa Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987.
Ma'tuq, Saleh Yusuf, Anashiru Syarhul Hadis an-Nabawy Fil Jami'at Bainal Waqi' wat Thumuh. Cet. I; Dubai: Maktbah al-Jami'ah al-Islamiyah, 2004 M.
Mudyahardjo, Redja, Pengantar Pendidikan (Sebuah Studi awal Tentang Dasar-dasar Pendidikan). Cet. I; Jakarta: PT RadjaGrafindo Persada, 2001.
Al Munawar, Said Agil, Al-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Cet. I; Jakarta: Ciputat Press, 2002.
al-Nawwiry, Ibrahim Muhammad, Dkk, al-Jami' Fil Jarh wa al-Ta'dil. Cet. I; Beirut: Alamul Kutub, 1412 H / 1992 M.
an-Nisabiry, Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairy, Shahih Muslim.  Cet. I; Kairo: Dar Ibnul Haitsam, 1422 H / 2001 M.
al-Qasthalany, Ahmad bin Muhammad al-Khathib, Irsyadus Sary li Syarhi Shahil Bukhary. Cet. VII; Mesir: al-Amiriyah, 1323 H.
at-Tirmidzy, Abu Isa Muhammad bin Isa, Sunan at-Tirmidzy. Cet. I; Riyadh: Maktabah al-Ma'arif, T.Th.
________, __________, Syifaul Ghalal Fii Syarhi Kitabul Ilal, dalam Sunan al-Tirmidzy. Cet. I; Semarang: PT. Karya Toha Putra, T.Th.
al-'Utsimin, Muhammad bin Shaleh, Syarh Hilyatu Thalibil' Ilmu.  Cet. I; Kairo: Makatabatul 'Ilmi, 1424 H / 2004 M.
Wensink, A.J, al-Mu'jam al-Mufahras li Alfadh al-Hadis an-Nabiwwy. Cet. I; Leiden: Maktabah Brail, 1936 M.
_______, _____, Miftah Kunuz as-Sunnah. Cet, I; Lahore: Suhail Akademi, 1391 H / 1921 M.


[1] Hasan Langgulung, Asas-asa Pendidikan Islam, , (Cet. I; Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987), h. 3
[2] Q.S at-Taubah ayat : 122
[3] Lihat Muhammad bin Yazid al-Qazwiny Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (cet. I; Bandung: Maktabah Dakhlan, T.Th), Jld. I, No Hadis. 224, h. 81
[4]Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairy al-Naisabury, Loc.cit.
[5] Ibid.,
[6] A.J Wensik, al-Mu'jam al-Mufahras li Alfadh al-Hadis an-Nabiwwy, (Cet. I; Leiden: Maktabah Brail, 1936 M), Jld. II, h. 141
[7] Lihat Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhary, Shahih al-Bukhary. (Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1412 H/1992 H) Jld. I, Juz II, h. 428.
[8] Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairy al-Naisabury, Loc.cit.
[9]Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, tahqiq. Syu'aib al-Irnauth dan Adil Mursyid (Cet. I; Beirut: Muassah ar-Risalah, 1997 M)Jld. XIV, h. 205
[10] Al-Bukhary, Loc. Cit,.
[11] Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairy al-Naisabury, Loc.cit,.
[12] Ahmad bin Hanbal, loc.cit., Jld.
[13] Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairy al-Naisabury, Loc.cit,.
[14] Ahmad bin Hanbal, Op.Cit., Jld.XXV, h. 217.dan Jld. XXXXV, h. 132-133.
[15] Ibid., h. 219
[16] Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzy, Sunan at-Tirmidzy. (Cet. I; Riyadh: Maktabah al-Ma'arif, T.Th), h. 590
[17] Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany, Taqrib al-Tahdzib. (Cet. I; Riyadh: Baitul Afkar, T.Th), h. 729.
[18] Ibid., h. 704
[19] Ibrahim Muhammad al-Nawwiry Dkk, al-Jami' Fil Jarh wa al-Ta'dil. (Cet. I; Beirut: Alamul Kutub, 1412 H / 1992 M), Jld III, h. 373. Lihat juga Abu Isa Muhammad bin Isa bin Surah at-Tirmudzy, Syifaul Ghalal Fii Syarhi Kitabul Ilal, dalam Sunan al-Tirmidzy, (Cet. I; Semarang: PT. Karya Toha Putra, T.Th), Jld. V, h. 403.
[20] Ibnu Hibban, Kitab al-Tsiqat. Dalam Ibrahim Muhammad al-Nawwiry Dkk., Op. Cit., Jld III, h. 288.
[21] Al-Asqalany, Op. Cit., h. 660.
[22] Ibid.,
[23] Ibid., h. 655.
[24]Ibnu Hajar al-Asqalany, al-Ta'jil, dalam Ahmad bin Hanbal, Ibid., tahqiq dan ta'liq oleh; Syu'aib al-Arnauth dkk. h. 217-218
[25] Said Agil Al Munawar, Al-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. (Cet. I; Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 109.
[26] Muhammadiyah Amin, Menembus Lailatul Qadr (Perdebatan Interpretasi Hadis Tekstual dan Kontekstual). (Cet. I; Makassar: Melania Press, 2004), h. 213-214.
[27] Saleh Yusuf Ma'tuq, Anashiru Syarhul Hadis an-Nabawy Fil Jami'at Bainal Waqi' wat Thumuh. (Cet. I; Dubai: Maktbah al-Jami'ah al-Islamiyah, 2004 M), h. 235.
[28] Q.S Az-Zumar [39] : 9
[29] Q.S Al-Mujadilah [58] : 11.
[30] Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany, Fathul Bârî Syarh Shahîhil Bukhârî. (Cet. I; Kairo; Maktabah as-Salafiyah, 1401), Jld. I, h. 141.
[31] Q.S Al-Baqarah [2] : 269.
[32] Abu Bakar al-Ajurri, Aklâqul 'Ulamâ'. (Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1405 H), h. 9
[33] Diriwayatkan oleh Muhammad bin Ismail al-Bukhary, Shahihul Bukhary, Kitab; al-'Ilmi,Bab XII. (Cet. I; Kairo: Makatabah as-Salafiyah, 1400 H), Jld. I, h. 42. Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairy an-Nisabiry, Shahih Muslim, Kitab; Zakat, Bab; XXXIII, (Cet. I; Kairo: Dar Ibnul Haitsam, 1422 H / 2001 M), h. 245.
[34] Q.S Thaha [20] : 114.
[35] Al-Asqalany, Loc. Cit.
[36] Abu Muhammad Mahmud bin Ahmad al-'Ainy, 'Umdatul Qary Syarhu Shahih al-Bukhary. (Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1421 H  / 2001 M), Jld. VIII, h. 348
[37] Hadis ini diriwatkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya Kitab Iman, Bab Mengeluarkan 1/5 harta sebahagian dari Iman. Op. Cit., Jilid. I, h. 22). Dan Muslim dalam Shahihnya, Kitab Iman, Bab Penjelasan tentang keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya serta Syariat-syariat Agama. Op. Cit., h. 18.
[38] Diriwayatkan oleh al-Bukhary dalam Shahihnya Op. Cit, Kitab; Nikah, Bab; I . Jld. III, h. 354. Dan Muslim dalam Shahihnya Op. Cit., Kitab; Nikah, Bab; I, h. 343.
[39] Ahmad bin Muhammad al-Khathib al-Qasthalany, Irsyadus Sary li Syarhi Shahil Bukhary. (Cet. VII; Mesir: al-Amiriyah, 1323 H), Jld. III, h. 5
[40] Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan (Sebuah Studi awal Tentang Dasar-dasar Pendidikan). (Cet. I; Jakarta: PT RadjaGrafindo Persada, 2001), h. 92
[41] Lihat Sanad, Matan dan Takhrijnya dalam makalah ini.
[42] Muhammad bin Shaleh al-'Utsimin, Syarh Hilyatu Thalibil' Ilmu. (Cet. I; Kairo: Makatabatul 'Ilmi, 1424 H / 2004 M), h. 45.

0 komentar:

Posting Komentar

apakah anda tidak menemukan yang anda cari??? silahkan tuliskan sesuatu yang anda cari itu....

FACEBOOK COMENT

ARTIKEL SEBELUMNYA

 
Blogger Templates