Oleh: Muhammad Zulkarnain Mubhar
PENDAHULUAN
Pendidikan dapat ditinjau dari dua sudut pandang utama. Pertama;
Pendidikan dari sudut pandangan masyrakat dimana pendidikan berarti pewarisan
kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda yang bertujuan agar hidup
masyarakat tetap berlanjut, atau dengan kata lain agar suatu masyarakat
mempunyai nilai-nilai budaya yang senantiasa tersalurkan dari generasi ke
generasi dan senantiasa terpelihara dan tetap eksis dari zaman ke zaman. Kedua; Pendidikan dari sudut pandang individu dimana pendidikan berarti
pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi dalam diri setipa
individu sebab individu bagaikan lautan yang penuh dengan keindahan yang tidak
tampak, itu dikarenakan terpendam di dasar laut yang paling dalam.
Keindahan-keindahan yang terpendam tersebut perlu untuk ditampakkan kepermukaan
laut sehingga dapat dirasakan keberadaannya. Dalam diri setiap manusia memiliki
pelbagai bakat dan kemampuan yang
apabila dapat dipergunakan dengan baik, maka akan berubah menjadi intan dan
permata yang keindahannya dapat dinikmati oleh banyak orang dengan kata lain
bahwa setiap individu yang terdidik akan bermanfaat bagi manusia lainnya.[1]
Dari kedua sudut pandang pendidikan di atas kemudian
datanglah Islam yang secara komprehensif memadukan kedua sisi bentuk pendidikan
yang berlandasakn al-Qur'an dan as-Sunnah, dimana Islam mendidik individu
menjadi manusia yang beriman, berakhlak yang mulia dan beradab yang kemudian
melahirkan masyarakat yang bermartabat, teori ini didasarkan pada firman Allah:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً
فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ
وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Terjemahnnya:
Tidak sepatutnya bagi mukminin
itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.[2]
Ayat di atas menunjukkan bahwa tidaklah sepantasnya
seluruh individu orang-orang yang beriman (muslim) berangkat kemedan perang
untuk memerangi kaum Kuffar dengan menggunakan senjata, akan tetapi hendaknya
terdapat salah seorang diantar setiap golongan mencari pendidikan yang layak
agar kembali kepada masyarakatnya dan mendidik mereka agar senantiasa menjaga
diri mereka dan keluarga mereka dari jilatan api Neraka.
Selain itu Rasulullah Saw juga menegaskan bahwa setiap individu muslim baik
pria maupun wanita wajib mengenyam pendidikan yang layak dan baik yang
bertujuan agar mereka dapat menjalankan segala perintah Allah atas dasar Bas}i>rah
(pengetahuan) sebagaiman yang disabdakan oleh beliau Saw:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِم
Terjemahannya:
Dari Anas bin Malik beliau
berkata: Rasulullah Saw bersabda: Menuntut ilmu adalah kewjiban bagi setiap individu
muslim. (H.R Ibnu Majah)[3]
Berdasarkan tinjauan di atas,
maka penulis dalam makalah ini berusaha untuk mengupas secara tahlili kandungan
matan suatu hadis yang berhubungan dengan metodologi pembelajaran.
Dari
uaraian di atas, terdapat beberapa problematika yang selanjutnya akan dibahas pada tulisan ini, yaitu; Bagaimanakah kualitas matan dan sanad hadis
tersebut ?; Bagaimanakah metodologi pendidikan yang terkandung pada hadis tersebut?.
Metodologi Penelitian
Dalam melakukan penelitian terhadap hadis Nabi saw, maka
dibutuhkan beberapa metodologi penelitian, yaitu penelitian hadis Nabi Saw
melalui pendekatan tektual, yaitu penelusuran teks-teks hadis dengan
menggunakan empat metodologi ; Pertama; penelusuran melalui
lafadh-lafadh dalam hadis yang akan dikaji dengan menggunakan al-Mu'jam
al-Mufahras li Alfadh al-Hadis karya A.J Wensik. Kedua; penulusuran
hadis secara tematik dengan menggunakkan kitab Miftah Kunuz al-Sunnah karya
Dr. A.J Vinsenk. Ketiga; penelusuran hadis berdasarkan awal lafadh dari
matan hadis dengan menggunakan kitab Mausu'ah Athraf al-Hadis al-Nabawy Karya
Abu Hajir Muhammad as-Sa'id bin Basyuny Zaglul. Keempat; penelusuran
hadis berdasarkan sanad dari kalangan sahabat dengan menggunakan kitab Tuhfat
al-Asyraf li Ma'rifat ar-Rijal karya Almizzy. Keempat metodologi di atas
dipegunakan untuk melakukan kegiatan takhrij hadis, sementara untuk kegiatan
kritik sanad, maka harus merujuk kepada kitab-kitab yang memuat tentang jarh
dan Ta'dil. Adapun untuk kegiatan kritik matan, maka harus merujuk kepada
kitab-kitab yang memuat tentang pembahasan Illat hadis, dan kitab-kitab
syarah hadis
Dari
beberapa metodologi di atas, maka pada makalah ini penulis dalam kegiatan
takhrij hadis menggunakan kitab Mu'jam al-Mufahras sebagai acuan dasar
yang dibantu dengan program al-Makatabah al-Sha>milah.
Adapun
yang berkaitan dengan penjelasan atau syarah hadis, maka penulis berusaha
semaksimal mungkin mencari dan menelaah penjelasan para ulama-ulama terdahulu
melalui kitab-kitab syarah dengan cara membandingkan penjelasan antara ulama.
PEMBAHASAN
A.
Hadis
Tentang Metodologi Pembelajaran
- Redaksi Hadis
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ أَعْرَابِيًّا جَاءَ إِلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ دَخَلْتُ الْجَنَّةَ قَالَ تَعْبُدُ
اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ
وَتُؤَدِّي الزَّكَاةَ الْمَفْرُوضَةَ وَتَصُومُ رَمَضَانَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسُ
مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا أَزِيدُ عَلَى هَذَا شَيْئًا أَبَدًا وَلَا أَنْقُصُ
مِنْهُ فَلَمَّا وَلَّى قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ
سَرَّهُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى
هَذَا
Terjemahannya:
Dari Abu
Hurairah R.A bahwasanya terdapat seorang Arab datang kepada Rasulullah Saw dan
berkata; 'Wahai Rasulullah tunjukkan kepadaku suatu amalan yang apabila aku
mengerjakannya aku dapat masuk surga!' Rasulullah Saw bersabda: "engkau
menyembah Allah dan tidak engkau persekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan
engkau menegakkan shalat wajib, menunaikan zakat yang diwajibkan, dan engkau
berpuasa pada bulan ramadhan" ia (orang arab tersebut) berkata; dan demi
jiwa Muhammad yang ada dalam genggaman Allah aku tidak menambah dari hal
tersebut sedikit pun dan tidak pula aku kurangi', setelah orang Arab tersebut
pergi Rasulullah Saw bersabda: "Barang siapa yang ingin melihat seorang
ahli surga, maka hendaklah ia melihat kepada orang ini".
Selain
redaksi hadis di atas terdapat redaksi lainnya yang semakna dengannya
diantaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya dari
sabat Abu Ayyub. dengan lafadh sebagai berikut :
أَنَّ
أَعْرَابِيًّا عَرَضَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ
فِي سَفَرٍ فَأَخَذَ بِخِطَامِ نَاقَتِهِ أَوْ بِزِمَامِهَا ثُمَّ قَالَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَوْ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي بِمَا يُقَرِّبُنِي مِنْ
الْجَنَّةِ وَمَا يُبَاعِدُنِي مِنْ النَّارِ قَالَ فَكَفَّ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ نَظَرَ فِي أَصْحَابِهِ ثُمَّ قَالَ لَقَدْ
وُفِّقَ أَوْ لَقَدْ هُدِيَ قَالَ كَيْفَ قُلْتَ قَالَ فَأَعَادَ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ
شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ دَعْ
النَّاقَةَ
Terjemahannnya:
Adalah seorang
Arab yang mengajukan kepada Rasulullah Saw sebuah pertanyaan sementara beliau
sedang dalam perjalanan kemudia orang arab tersebut memegang tali kekang onta
Rasulullaah saw lalu berkata : 'Wahai Rasulullah ! atau Wahai Muhammad !
beritahukanlah kepada perkara yang dapat mendekatkanku kepaa surga dan
menjauhkanku dari neraka?', Abu Ayyub berkata : kemudian Nabi Saw terdiam sejenak
lalu memandang kepada sahabatnya (yang menemaninya pada waktu itu) lalu belau
berkata : "orang ini telah mendapatkan taufiq atau hidayah", beliau
bertanya kepada orang Arab tersebut: "apa yang kamu kata tadi? Orang Arab
tersebut mengulangi pertanyaannya, kemudian Rasulullah Saw bersabda: "Kamu
menyembah Allah dan tidak mensekutukannya dengan selain-Nya, kamu mendegakkan
shalat, menunaikan zakat, dan menyambung tali silaturrahim, lepaskanlah
unta"
Redaksi lain yang juga berasal dari sahabat Abu Ayyub menyebutkan
dengan lafazh :
عَنْ أَبِي
أَيُّوبَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ أَعْمَلُهُ يُدْنِينِي مِنْ الْجَنَّةِ
وَيُبَاعِدُنِي مِنْ النَّارِ قَالَ تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ ذَا رَحِمِكَ فَلَمَّا
أَدْبَرَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ تَمَسَّكَ
بِمَا أُمِرَ بِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ. وَفِي رِوَايَةِ ابْنِ أَبِي شَيْبَةَ إِنْ
تَمَسَّكَ بِهِ
Terjemahannya:
Dari sahabat Abu Ayyub dia berkata: datang seseorang
kepada Rasulullah Saw dan berkata : 'Tunjukkan kepadaku suatu amalan yang
apabila aku mengerjakannya dapat mendekatkanku kepada surga dan menjauhkanku
dari neraka', Rasulullah Saw bersabda: ""Kamu menyembah Allah dan tidak mensekutukannya
dengan selain-Nya, kamu menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan kamu
menyambung tali persaudaraanmu". Setelah orang tersebut pergi kemudian
Rasulullah Saw bersabda: "Jika orang tersebut berpegang teguh terhadap apa
yang diperintahkan kepadanya, maka dia akan masuk surga". Dalam riwayat
Ibnu Abi Syaibah[4]
:"Jika orang tersebut berpegang teguh terhadap hal-hal tersebu".[5]
Terdapat
pula redaksi lainnya yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dari riwayat
Abdullah al-Yasykuri dengan redaksi :
يَا
رَسُولَ اللَّهِ دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ وَيُنْجِينِي مِنْ
النَّارِ قَالَ بَخٍ بَخٍ لَئِنْ كُنْتَ قَصَّرْتَ فِي الْخُطْبَةِ لَقَدْ
أَبْلَغْتَ فِي الْمَسْأَلَةِ افْقَهْ إِذًا تَعْبُدُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا
تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤَدِّي الزَّكَاةَ وَتَحُجُّ
الْبَيْتَ وَتَصُومُ رَمَضَانَ خَلِّ طَرِيقَ الرِّكَابِ
Terjemahannya:
"Wahai Rasulullah tunjukkan kepadaku terhadap suatu
amalan yang dapat memasukkanku ke dalam Surga dan menjauhkanku dari Neraka,
Rasulullah Saw bersabda: "Baiklah ! Baikla! Kalau seandainya kamu
menyederhanakan perkataan, maka kamu akan mendapatkan jawaban dari masalahmu,
kalau demikian fahamilah! Kamu menyembah Allah Azza wa Jalla dan tidak kamu
sekutukan Dia dengan sesuatu apapun, kamu menegakkan shalat, menunaikan zakat,
berhajji ke Baitullah, dan kamu berpuasa Ramadhan. Berikanlah jalan kepada
unta!
Redaksi
hadis lainnya adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzy dalam
sunannya dari riwayat Mu'az bin Jabal dengan redaksi sebagai beriku:
عَنْ مُعَاذِ بْنِ
جَبَلٍ قَالَ كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
سَفَرٍ فَأَصْبَحْتُ يَوْمًا قَرِيبًا مِنْهُ وَنَحْنُ نَسِيرُ فَقُلْتُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدُنِي عَنْ
النَّارِ قَالَ لَقَدْ سَأَلْتَنِي عَنْ عَظِيمٍ وَإِنَّهُ لَيَسِيرٌ عَلَى مَنْ
يَسَّرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ تَعْبُدُ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكْ بِهِ شَيْئًا
وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصُومُ رَمَضَانَ وَتَحُجُّ
الْبَيْتَ
Terjemahannya:
Dari Muadz
bin Jabal beliau berkata; pada suatu perjalanan aku bersama dengan Rasulullah
Saw, suatu hari pagi terbangun dan aku telah berada di dekat beliau sementara
kami dalam perjalanan, kemudian aku berkata: 'Wahai Rasulullah beritahukanlah
kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkanku kedalam Surga dan menjauhkanku
dari apai Neraka', Rasulullah Saw bersabda: "Kamu telah menanyakan kepada sesuatu
yang sangat besar, sesungguhnya hal tersebut adalah mudah bagi yang diberikan
kemudahan oleh Allah, engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan
sesuatu apapun, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa ramadhan dan
berhajji ke Baitullah"
- Takhrij al-Hadits
Berdasarkan hasil penelusuran penulis terhadap redaksi
hadis di atas dalam kitab Mu'jam al-Mufahras, maka detemukan bahwa dalam
hadis tersebut mengandung kata دُلًّنِي.
Lafadh tersebut sebagaimana yang disebutkan dalam Mu'jam terdapat pada
huruf د yang berakar kata دَلَّ dengan rumusan sebagai berikut :
دُلًّنِي على عمل...
خ زكاة 1،، م إيمان 14، 15،،ت صلاة 169،، ن تطبيق 80،، جه زهد 1،، أدب 7،، حم 2،
243،، 3، 472،، 4، 423،، 6،384 .[6]
Hadis
sebagaimana redaksi pertama di atas disebutkan dalam Shahih al-Bukhari
kitab Zakat, Bab wujub al-Zakat (Kewajban berzakat) hadis Nomor 1397,
beliau meriwayatkan hadis ini dari dua jalur. Pertama: dari jalur Muhammad
bin Abdurrahman beliau berkata; Affan bin Muslim memberitahukan kepada kami dan
berkata; Wuhaib memberi tahukan kepada kami (bahwa hadis ini) dari Yahya bin
Sa'id bin Hayyan dari Abu Zur'ah dari Abu Hurairah.[7] Kedua:
dari jalur Musaddad, dari Yahya bin Hayyan beliau berkata; Abu Zur'ah
memberitahukan kepada kami dari Nabi Saw.
Hadis yang sama disebutkan pula oleh Muslim bin Hajjaj
dalam Shahihnya dari jalur sanad Abu Bakar bin Ishaq dari Affan dari Wuhaib
dari Yahya bin Said bin Hayyan dari Abu Zur'ah dari sahabat Abu Hurairah.[8]
Hadis yang sama disebutkan pula dalam al-Musnad karya
Imam Ahmad bin Hanbal dengan sanad dari pemberitahuan Affan dari Wuhaib dari Yahya
bin Said bin Hayyan dari Abu Zur'ah dari sahabat Abu Hurairah.[9]
Adapun redaksi hadis kedua diriwayatkan oleh al-Bukhary
dalam shahihnya dari jalur; pertama jalur Hafsh bin Umar, dari perkataan
Syu'bah, dari Muhammad bin Usman bin Abdullah bin Mauhib, dari Musa bin
Thalhah, dari Abu Ayyub, kedua dari jalur Bahz, dari perkataan Syu'bah,
dari perkataan Muhammad bin Usman dan ayahnya, keduanya mendengarkan dari Musa
bin Thalhah dari Abu Ayyub dari Rasulullah Saw[10]. Redaksi
yang sama diriwayatkan pula oleh Muslim bin Hajjaj dalam shahihnya dari jalur
sanad Muhammad bin Abdullah bin Umair, dari perkataan ayahnya (Abdullah bin
Umair), dari perkataan Umar bin Usman, dari perkataan Musa bin Thalhah, dari
perkataan Abu Ayyub.[11]
Redaksi yang sama diriwayatkan pula oleh Ahmad bin Hanbal dalam musnadnya dari
jalur sanad Yahya, dari perkataan Amru bin Usman dimana beliau mendengarkan
dari Musa bin Thalhah bahwa Abu Ayyub memberitakan kepadanya hadis tersebut.[12]
Adapun redaksi hadis ketiga merupakan redaksi hadis yang
diriwaytkan oleh Muslim bin Hajjaj dalam shahihnya dari dua jalur sanad yaitu
dari Yahya bin Yahya al-Tamimy dan Abu Bakar bin Abi Syaibah dimana keduanya
mengambil dari Abu al-Ahwash, dari Abu Ishak, dari Musa bin Thalhah, dari Abu
Ayyub.[13]
Adapun redaksi keempat diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal
dari pemberitahuan Waki' Dari Amru bin Hassan - yaitu al-Musly – beliau
berkata: al-Mugirah bin Abdullah al-Yasykuri memberitahukan kepada kami dari
Ayahnya (Abdullah al-Yasykury), kemudian beliau menceritakan akan kisah
munculnay hadis tersebut (sabab al-wurud).[14]
Dan juga diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dari Jalur Waki' dari Yunus beliau
berkata aku mendengarkan hadis ini dari al-Mughirah bin abdullah dari ayahnya
(Abdullah al-Ysykury) dengan redaksi yang sama.[15]
Redaksi hadis yang kelima diriwayatkan oleh Abu Isa
Muhammad bin isa at-Tirmidzy dalam sunannya dari jalur Ibnu Abi Umar beliau
berkata Abdullah bin Muadz memberitahukan kepada kami dari Ma'mar dari Ashim
bin Abi an-Najwad dari Abu Wail, dari Muadz bin Jabal.[16]
- Analisis Sanad dan Matan Hadis
Dari
seluruh riwayat yang telah penulis sebutkan sebelumnya, maka perlu dilakukan
penelitian dan analisis terhadap senad, adapun sanad hadis yang penlis fokuskan
untuk dilakukan penelitian di dalamnya, maka penulis memilih untuk meneliti
sanad sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ahamd bin Hanbal dari pemberitahuan
Affan dari Wuhaib dari Yahya bin Said bin Hayyan dari Abu Zur'ah dari sahabat
Abu Hurairah.
- Abu Hurairah : beliau adalah Abu Hurairah al-Dausy, sahabat Rasulullah Saw, salah seorang penghafal yang ulung dari kalangan sahabat. Para ulam berbeda pendapat tentang nama aslinya dan nama ayahnya, ada yang mengatakan bahwa nama beliau adalah Abdullah bin Shakhr, ada yang mengatakan Abdullah bin Gunnam, ada yang mengatakan Abdullah bin 'Aid, ada yang mengatakan Abdullah bin Amir, dan banyak lagi. Diantara nama-nama yang diperdebatkan tersebut para ulama hadis menetapkan bahwa nama beliau yang sesungguhnya adalah Abdullah bin Shakhr, sementara nama beliau yang sesungguhnya menurut par ahli nasab adalah Amru bin Amir. Beliau wafat pada tahun 57 H, ada yang mengatajan 58 H, ada yang mengatakan 59 H, pada saat berumur 78 tahun. Yang mengambil dan meriwayatkan hadis dari beliau sebanyak 800 orang murid yang tersebar di berbagai suku dan negara. Diantara mereka yang peling terakhir mengambil hadis dari abu Hurairah adalah; al-Maqbury, Hammam, Musa bin Wardan, dan Muhammad Ziyad al-Jumahy. Belia dikenal sebagai seorang hafidh (penghafal), Mustbit, Cerdas, Mufti (ahli fatwa), ahli Ibadah (shalat dan puasa). Ikrimah berkata: Abu Hurairah senantiasa bertasbih sebanyak 12000 kali dalam sehari semalam.[17]
- Abu Zur'ah : beliau adalah Abu Zur'ah bin Amru bin Jarir bin abdullah al-Bajali al-Kufy, dikatakan bahwa nama beliau adalah Harim, ada yang megatakan Amru, ada yang mengatakan Abdullah, ada yang mengatakan Abdurrahman, dan ada pula yang mengatakan Jarir, beliau adalah seorang yang tsiqah dari generasi ketiga tabi'in.
Beliau meriwayatkan hadis dari Kakeknya dan Abu Hurairah. Dan yang meriwayatkan darinya
adalah kedua cucunya yaitu Jarir dan Yahya yang keduanya merupakan anak dari
Ayyub, dan Ammarah bin al-Qa'qa'.[18]
Imam al Tirmidzy berkata: Muhammad bin Humaid memberitahukan kepada kami,
beliau berkata bahwa Jarir memberitahukan kepada kami dari Ammarah bin Qa'qa'
beliau berkata; Ibrahim al-Nakha'i berrkata kepadaku; "Jika engkau hendak
memberitahukan kepadaku suatu hadis, maka beritahukanlah kepada riwayat Abu
Zur'ah bin Amru bin Jarir, kerena beliau pernah memberitahukan kepadaku suatu
hadis, setelah beberapa tahun aku menanyakan hadis itu kepada beliau kemudian
beliau mengulanginya dengan tidak meninggalkan satu huruf pun.[19]
- Yahya bin Said bin Hayyan : Kuniyahnya adalah Abu Hayyan at-Taimy merupakan nisbah dari keturunannya yitu bani Tamim, al-Kufy. Beliau adalah seorang yang dikenal akan ketsiqahannya dari generasi ke-6, al-'Ajaly berkata: "Beliau adalah seorang ahli Kufah yang Tsiqah manusia pilihan lagi shaleh, penjaga sunnah".[20] Akan tetapi jika beliau meriwayatkan hadis dari 'Atha, maka riwayat tersbut adalah mursal, demkian pula riwayat beliau dari Said bin al-Musayyab dari Aisyah.[21] Beliau meriwayatkan hadis sanagt banyak dari Abu Zur'ah in Amru bin Jarir dan al-Sya'by, dan yang diantara mereka meriwayatkan darinya adalah Yahaya al-Qaththan, dan Abu Usamah. wafat pada tahun 145 H.[22]
- Wuhaib : beliau adalah Wuhaib bin ajlan al-Bahily abu Bakar al-Bashry, beliau meriwayatkan dari Ayyub, Mansur, dan Abu Hayyan. Sementara yang meriwayatkan dari beliau adalah Affan, Hudbah, dan abdul A'la bin Hammad. Ibnu Mahdi berkata: beliau (Wuhaib) adalah orang yang paling mengetahui tentang hadis dan para perawi hadis, Abu Hatim berkata: Tsiqah, dan dikatakan bahwa tidak terdapat seseorang yang lebih mengetahui tentang para perawi hadis setelah Sy'bah selain Wuhaib, beliau wafat pada tahun 165 H, pada umur 58 Tahun. [23]
- Affan : Belaiu bernama Affan bin Muslim bin Abdullah Abu Usman al-Bahily al-Shaffar al-Bashry. Seorang yang terpercaya (Tsiqah) lagi teguh (Tsabt). Ibnu al-Madiny berkata: jika beliau ragu terhadap huruf-huruf yang terdapat dalam sebuah hadis beliau meningalkan hadis tersebut (tidak menyebutkannya), mungkin saja beliau melakukan kesalahan. Ibnu Ma'in berkata: Kami mengingkari hadis-hadisnya pada bulan shafar pada tahun 219 H, kemudian beliau wafat beberapa waktu pasca peristiwa pengingkaran terhadap beliau. Beliau termasuk generasi ke-10 dan meriwayatkan banyak hadis dari beberapa ulama hadis dari geneasi sebelumnya mereka adalah Hisyam al-Dustuwai, Hammam, Wuhaib dan yang segenerasi dengan mereka. Adapun diantara mereka yang meriwayatkan hadis darinya adalah; al-Bukhary, Ibrahim al-Harby, Abu Zur'ah al-Dimasyqy, dan banyak lagi lainnya. Beliau sangat teliti dalam masalah al-Jarh dan Ta'dil, beliau Wafat pada tahun 220 H.
Dari nama-nama para perawi yang telah kami sebutkan di
atas, menunjukkan bahwa hadis yang penulis teliti adalah hadis yang shahih dari
segai sanad baik sanad tersebut disandarkan kepada Abu Hurairah maupun kepada
Abu Ayyub, adapun sanad yang disandarkan kepada Abdullah al-Yasykuri, maka
sanadnya adalah lemah disebabkan karena riwayat al-Mughirah dari ayahnya
(Abdullah al-Yasykury) adalah tidak dikenal.[24]
Adapun sanadnya yang lain adalah sanad yang shahih karena sanad al-Bukhary,
Muslim dan at-Tirmidzy menjadi Syahid atas kesahihan sanad hadis tersebut.
Adapun dari segi matan, jika kita menelitinya secara
seksama, maka kita akan menemukan titik perbedaan redaksi pada akhir matan
hadis, dimana pada matan yang pertama Rasulullah hanya sampai pada penjelasan
tentang kewajiban berzakat kemudian menjelaskan kepada sahabat beliau akan kedudukan
orang yang bertanya. Sementara pada redaksi kedua dan ketiga Rasulullah Saw
setelah menyebutkan kewajiban zakat beliau menyambungnya dengan kewajiban
menyambung tali silaturrahim. Dan pada redaksi hadis keempat dan kelima
Rasulullah saw menyebutkan kewajiban berhajji tanpa menyebutkan kewajiban
bershilaturrahim. Penjelasan tentang terjadinya penambahan redaksi ini akan
kami jelaskan pada bagian pemaahaman hadis, sebab memiliki kaitan yang sangat
erat dengan pemahaman makna dari hadis tersebut.
Meskipun demikiian jika dilihat dari berbagai riwayat
dapat ditemukan bahwa seluruh matan hadisnya mengandung lafadh dan huruf yang
sama dari Rasulullah Saw dan menunjukkan bahwa lafadh-lafadh tersebut adalah
merupakan lafadh-lafadh kenabian sebab mengandung kalimat ringkas yang sarat
dengan makna yang luas (Jawami'ul Kalim).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hadis tersebut
adalah hadis yang shahih baik dari segi sanad maupun matannya, kecuali hadis
Abdullah al-Yasykury, dimana sanadnya adalah sanad yang lemah tetapi matannya
adalah matan yang shahih yang dikuatkan dengan riwayat-riwayat Bukhary, Muslim
dan Tirmidzy.
B.
Pemahaman
Hadis Metodologi Pembelajaran
Dalam kenyataannya, pemahamahan hadis yang banyak
digunakan sampai saat ini masif bersifat generalisasi, artinya bahwa hampir
secara keseluruhan –untuk tidak mengatakan seluruhnya- hadis dipahami dalam
bentuk yang sama dengan tidak membedakan struktur suatu hadis. Dalam ungkapan
lain, bahwa mayoritas umat Islam memahami makna dan kandungan suatu hadis
dengan menggunakan pendekatan tekstual, hanya terdapat sebahagian kecil
diantara mereka yang mengembangkankan pemahaman terhadapa hadis dengan
menggunakan pendektan kontekstual.[25]
Perlu untuk diketahui bahwa pemahaman terhadapa hadis dengan
pendekatan tekstual dapat dilakukan bila hadis yang dikaji, setelah diubungkan
dengan segi-segi yang berkaitan dengannya namun tetap menuntut pemahaman
sesuaii dengan apa yang tertulis dalam teks suatu hadis. Adapun pemahaman suatu
hadis secara kontekstual dapat dilakukan apabila dibalik redaksi suatu hadis
terdapat perunjuk kuat yang mengharuskan hadis terebut dapat dipahami secara
kontekstual yaitu tidak sebagaiman maknanya secara zahir.[26] Dalam
melakukan pengalian makna terhadap suatu hadis hendaknya seorang mengkaitkan redaksi
hadis dengan keadaan yang bersifat kontemporer atau disesuaikan dengan keadaan
yang terjadi.[27]
Pada bagian ini penulis berusaha mengkaji makna hadis metodologi
pembelajaran secara tekstual dan kontekstual.
1.
Pemahaman Tekstual
Terdapat
banyak ayat di dalam al-Qur'an yang memberikan petunjuk akan keutamaan belajar
(menuntut ilmu) dan mengajar, diantara ayat-ayat yang menjelaskan akan
keutamaan belajar adalah firman Allah dalam
أَمْ مَنْ هُوَ قَانِتٌ آَنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا
وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآَخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ
يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
Terjemahnnya:
"Katakanlah: "Adakah
sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran."[28]
Pada ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa Allah Swt membedakan antara
mereka yang berpendidikan dengan yang tidak, letak perbedaan yang sangat jelas
bahwasanya orang yang terdidik adalah mereka yang berakal adapaun mereka yang tidak
terdidik adalah orang yang tidak berakal. Berdasarkan hal ini, maka sangatlah
wajar ketika kemuliaan baik secara ma'nawi (kongkrit) maupun hissi (abstrak)
hanya diberikan kepada mereka yang terdidik hal ini sejalan dengan firman Allah:
... يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ
آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ
خَبِيرٌ
Terjemahnnya:
"...Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan."[29]
Peninggian derajat bagi orang yang beriman dan terdidik
menunjukkan keutamaan yang agung yang mencakup ketinggian dejarat secara
kongkrit di dunia berupa kedudukan yang tinngi dan reputasi yang baik.
Sedangkan ketinggian derajat secara abstrak di akhirat berupa kedudukan yang
tinggi di surga.[30]
Sebab mereka yang mendapatkan pendidikan yang dilandaskan dengan keimanan
berarti mereka telah mendapatkan anugrah kebaikan yang sangat banyak. Allah
berfirman:
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ
الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Artinya:
Allah menganugerahkan Al
hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar Telah
dianugerahi karunia yang banyak. dan Hanya orang-orang yang berakallah yang
dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).[31]
Yang dimaksudkan dengan "Diberi Hikmah" pada
ayat di atas ialah diberi ilmu dan kefahaman.[32] yaitu
pemahaman terhadap ilmu agama Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ
يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّين
Terjemahannya:
"Barang siapa yang Allah
kehendaki baginya kebaikan, Niscaya Dia memahamkan kepadanya (ilmu) agama"[33]
Secara universal Rasulullah saw tidak pernah
diperintahkan untuk meminta tambahan apapun selain ilmu sebagaimana pernyataan
Allah :
... وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي
عِلْمًا
Terjemahannya:
… dan Katakanlah: "Ya
Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."[34]
Yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu syar'i yang
dapat mengantarkan seorang hamba untuk mengenal Allah Swt dan mengetahui segala
yang diperintahkan oleh agama yang diwajibkan baginya sebagai mukallaf baik
dalam hal ibadah maupun muamalah.[35]
Keterangan-keterangan di atas yang didasarkan pada
al-Qur'an maupun hadis menunjukkan bahwa pendidikan merupakan prioritas utama
dalam Islam dengan orientasi yang jelas, sebab kemuliaan seseorang terletak
pada pendidikan dan orientasinya.
Dengan berlandaskan penjelasan Allah Swt di dalam
al-Qur'an dan RasulNya Saw di dalam hadis tentang keutamaan belajar dan mengajar,
maka para sahabat beliau Saw dan yang sampai kepada mereka dakwah Islam
berlomba-lomba dalam mendapatkan pendidikan dari Raslullah Saw baik langsung
maupun tidak langsung.
Diantara mereka yang mendapatkan pendidikan dari
Rasulullah Saw secara langsung adalah orang Arab yang mendatangi Rasulullah Saw
dan bertanya kepada beliau tentang amalan yang dapat menghantarkan seseorang
kepada tempat yang penuh dengan kenikmatan yang kekal (surga).
Para ulama hadis berbeda pendapat tentang nama orang Arab
yang mendatangi Rasulullah Saw. Ada yang berpendapat bahwa orang Arab tersebut
bernama Sa'ad bin Akhram sebagaimana yang ditunjukkan pada riwayat at-Thabrany
dalam al-Mu'jam al-Kabir dari riwayat al-A'masy, dari Amru bin Murrah,
al-Mughurah bin bin Saad bin Makhram, dari Ayahnya ia berkata : "Aku
pernah mendatangi Rasulullah Saw dan berkata: 'Wahai Rasulullah tunjukkan
kepadaku suatu amalan yang dapat mendekatkanku ke surga dan menjauhkanku dari
neraka....", diantara mereka ada meyebutkan bahwa orang Arab yang bertanya
dalam hadis tersebut adalah Abdullah al-Yaskury sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Ahmad dalam al-Musnad, ath-Thabrany dalam al-Kabir. Meskipun
demikian tidak menutup kemungkinan bahwa kisah terjadinya pertemuan tersebut
beragam, dan juga tidak menutup kemungkinan bahwa penanya hanya ada satu orang.
Ibnu Shalah menukil dengan meringkas dari jawaban al-Qadhy 'Iyadh dan selainnya
dimana mereka mengatakan bahwa terjadi perbedaan redaksi (matan) bukan
merupakan perbedaan dari sabda Rasulullah Saw melainkan berasal dari para
perawi hadis tersebut yang memiliki tingkat kekuatan hafalan yang berbeda, maka
diantara mereka ada yang meringkas redaksi dan menyampaikannya kepada generasi
dibawahnya tanpa mengetahu tambahan dari perawi selainnya, baik dengan cara
menghilangkan atau tidak, jika redaksi (matan) hadis yang ringkas
tersebut dinggap oleh perawi telah mencakup makna keseluruhan matan, maka
kemudian dijelaskan dengan matan yang lain bahwa matan tersebut tidak mencakup
seluruh makna dari matan hadis dan bahwa peringkasan terhadap matan hadis
tersebut menunjukkan kelemahan daya hafalan (perawi) akan kesempurnaan matan
dari hadis tersebut.[36]
Tetapi jika pendapat di atas dihubungkan dengan redaksi (matan)
hadis yang tampaknya terjadi perbedaan redaksi pada kalimat terakhirnya, maka
dapat temukan bahwa yang bertanya kepada Rasulullah Saw tentang amalan yang
dapat mendekatkan diri ke surga dan menjauhkan dari neraka lebih dari satu
orang, sebab Rasulullah Saw sebelum menjawab pertanyaan yang diajukan kepada beliau
terlebih dahulu beliau melihat kondisi psikologis dan sosiologis serta
kebutuhan orang yang bertanya.
Bertolak dari analisis di atas, maka terdapat beberapa
asumsi yang menjadi penyebab timbulnya tiga bentuk redaksi jawaban Rasulullah
Saw yang berbeda terhadap pertanyaan yang sama :
a.
Jika yang
bertanya adalah orang yang secara psikologis dan sosiologis baik dan memiliki
harta yang cukup untuk dizakatkan tetapi tidak memiliki kemampuan baik dari
segi fisik atau pun materi untuk menunaikan haji, maka Rasulullah Saw cukup
memberikan jawaban dengan menjelaskan kewajiban yang harus dipatuhi sampai pada
tingkat menunaikan zakat.
b.
Jika
kondisi psikologi si penanya baik tetapi kondisi sosialnya kurang baik dan
tidak memiliki kemampuan fisik dan atau materi untuk menunaikan hajji, maka
Rasulullah saw cukup menambahkan jawaban baginya yaitu kewajiban untuk
menyambung tali silaturrahim dengan tidak menyebutkan kewajiban berhaji.
c.
Jika
kondisi psikologi baik dan kondisi sosialny pun baik dan memiliki kemampuan
baik secara fisik maupun materi, maka Rasulullah Saw memberitahakan kepada
orang tersebut tentang kewajiban berhajji.
d.
Waktu dan
kondisi dimana Rasulullah Saw menjawab pertanyaan tersebut berbeda dari satu
dengan yang lainnya.
Dari seluruh redaksi (matan) hadis yang telah
penulis sebutkan dengan tiga asumsi penyebab munculnya tiga redaksi jawaban
Rasulullah Saw yang berbeda dari pertanyaan yang sama, terdapat redaksi (matan)
lain yang menguatkan asumsi tersebut, redaksi (matan) hadis yang
dimaksudkan adalah jawaban Rasulullah Saw atas pertanyaan utusan Abdul Qayis
kepada Rasulullah Saw sebagaimana yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin
Abbas beliau berkata :
إِنَّ وَفْدَ عَبْدِ الْقَيْسِ أَتَوْا النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ (مَرْحَبًا بِالْقَوْمِ أَوْ بِالْوَفْدِ غَيْرَ خَزَايَا وَلَا
نَدَامَى
) . قالوا: إِنَّا نَأْتِيكَ مِنْ شُقَّةٍ
بَعِيدَةٍ وَبَيْنَنَا وَبَيْنَكَ هَذَا الْحَيُّ مِنْ كُفَّارِ مُضَرَ وَلَا نَسْتَطِيعُ
أَنْ نَأْتِيَكَ إِلَّا فِي شَهْرٍ حَرَامٍ فَمُرْنَا بِأَمْرٍ نُخْبِرُ بِهِ مَنْ
وَرَاءَنَا نَدْخُلُ بِهِ الْجَنَّةَ. فَأَمَرَهُمْ بِأَرْبَعٍ وَنَهَاهُمْ عَنْ أَرْبَعٍ
أَمَرَهُمْ بِالْإِيمَانِ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَحْدَهُ قَال (مَا الْإِيمَانُ بِاللَّهِ وَحْدَهُ ؟ ). قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ ! قال: (شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامُ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ
وَتُعْطُوا الْخُمُسَ مِنْ الْمَغْنَم)
Terjemahnnya:
'Suatu
ketika datang utusan dari Abd al-Qayis kepada Rasulullah Saw kemudian
Rasulullah Saw berkata : "Selamat datang kepada kaum atau utusan yang
tidak dalam keadaan sedih dan menyesal" mereka berkata : 'sesungguhnya
kami datang kepadamu dari lembah yang cukup jauh, sementara anatara kampung
kami dan tempat engkau hidup kauk kafir Mudhar dan kami tidak dapat datang
kepadamu kecuali pada bulan Muharram, maka perintahkanlah kepada kami suatu
perintah yang dapat kami sampaikan kepada orang-orang yang kami tinggalkan yang
dengannya kami dapat masuk surga'. Kemudian Rasulullah memerintahkan kepada
mereka empat perkara dan melarang mereka tetang empat perkara lainnya.
Rasulullah memerintahkan mereka untuk beriman kepada Allah Azza wa Jalla
semata. Rasulullah Saw bertanya : "Tahukah kalian apa itu iman kepada
Allah semata?" mereka menjawab: 'Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui',
Rasulullah bersabda : "Bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak
disembah selain Allah, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah,
menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan ramadhan, serta
menyerahkan 1/5 dari harta rampasan perang".[37]
Pada
redaksi (matan) hadis di atas Rasulullah Saw memberikan jawaban kepada utusan
Abdul Qayis dengan tidak menyampaikan kepada mereka akan kewajiban hajji, dan
memberitahukan kepada mereka akan kewajiban menyerahkan 1/5 dari harta
rampasan. Ini menunjukkan bahwa masa kedatangan utusan tersebut kepada
Rasulullah Saw untuk belajar tentang agama adalah pada masa terjadi peperang
antara kaum Muslimin dengan kaum Musyrikin dan belum terdapat kewajiban untuk
berhajji sebab Kota Mekkah belum dibebaskan (dibersihkan) dari penyembahan
berhala (fathu Makkah).
Jika dilihat dari jawaban-jawaban Rasulullah Saw atas
pertanyaan orang Arab tersebut menunjukkan pula bahwa orang Arab yang bertanya
termasuk dalam hal ini adalah utusan Abdul Qayis mereka adalah sekolompok kaum
yang baru memeluk Islam, karena Rasulullah Saw hanya membatasi jawaban pada hal-hal
yang bersifat fardhu dengan tidak menjelaskan hal-hal yang bersifat sunnah
mustahabbah (dalam pemahaman fiqhi) yang bertujuan untuk tidak memberatkan
kepada mereka yang menyebabkan mereka bosan dalam menjalankan ajaran Islam,
jika hati mereka sudah mulai terbuka dalam memahami dan mengamalkan dengan baik
hal-hal yang telah menjadi kewajiban mutlak bagi mereka, maka dengan mudah
mereka akan memahami amalan-amalan sunnah dan pahalanya serta mengamalkannya,
sebab sudah menjadi bahagian dari pemahaman Islam bahwa barang siapa yang
meninggalkan amalan-amalan sunnah, maka hal itu merupakan tanda kurangnya agama
mereka dan jika mereka meninggalkan sunnah
dengan sengaja dan membecinya, maka itu merupakan bentuk kafasikan disebabkan
karena adanya ancaman dari Raslullah Saw dalam sabdanya:
مَنْ
رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
Terjemahnnya:
2.
Pemahaman Kontekstual
Secara tekstual, hadis sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya menunjukkan adanya proses pendidikan dimana orang Arab sebagai murid
dan Rasulullah Saw adalah guru yang menjelaskan tentang permasalahan yang
dihadapi oleh murid.
Secara kontekstual hadis ini sejalan dengan asumsi pokok
teori pendidikan dimana pendidikan adalah aktual, normatif dan suatu proses
pencapaian. [40]
Pertama; Pendidikan
adalah aktual yang berarti bahwa pendidikan berawal dari kondisi-kondisi aktual
dari individu yang belajar dan lingkungan belajarnya, keadaan ini ditunjukkan
pada hadis tersebut dimana kondisi aktual orang Arab tersebut adalah sebagai
seorang muallaf yang membutuhkan penjelasan yang tepat akan kondisi dan
kebutuhannaya, sementara kondisi aktual lingkungannya ditunjukkan ketika orang
Arab tersebut menerima pelajaran dalam keadaan safar, sebab keadaan
orang-oarang Arab badui pada masa Rasulullah Saw merupakan sebuah komunitas
yang selalu berpindah-pindah tempat. Sehingga kondisi pembelajaran pun sangat
sesuai dengan kondisi mereka.
Jika kita hubungkan hal tersebut dengan kondisi sekarang, kita
akan terbentur pada dua sistem pembelajaran yang hubungannya dengan aktualisasi
pendidikan, dimana pendidikan masyrakat saat ini dapat dipisahkan antara
pendidikan sekolah yang bersifat formal dan mengikat dengan pendidikan luar
sekolah dalam hal ini adalah rumah dan lingkungan sekitar, dimana kondisi
pembelajaran sekolah terkondisikan dengan disiplin internalnya sehingga arti
pendidikan aktual terkadang tidak teraktualisasi, sementara kondisi
pembelajaran luar sekolah cenderung bersifat indisiplin sehingga untuk menemukan
arti pendidikan aktual lebih mudah.
Kedua dan Ketiga :
Pendidikan adalah normatif dan sebagai suatu proses pencapaian yang berarti
bahwa pendidikan tertuju pada pencapaian hal-hal yang baik atau norma-norma
yang baik. Jika dihubugkan antara asumsi pokok ini dengan hadis, maka akan
ditemukan bahwa pada hadis yang telah dijelaskan sebelumnya menunjukkan bahwa
pendidikan atau sistem pembelajaraan yang diberlakukan oleh Rasulullah saw
kepada sahabat beliau memiliki pencapaian-pencapaian khusus yaitu kebahagian di
dunia dan akhirat, hal ini ditunjukkan ketika Rasulullah Saw bersabda
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhary dan Muslim dalam Shahih
mereka dan Ahmad dalam al-Musnad yang menyebutkan : "Barang siapa
yang ingin melihat ahli surga, maka hendaklah ia melihat pada orang ini"[41]
dimana bentuk pencapain yang dikehendaki oleh Rasulullah Saw dalam mendidik
sahabatnya adalah mencapai derajat yang tertinggi secata ma'nawi di
dunia dan derajat tertetinggi secara hissi di akhirat.
Pada hadis di atas mengandung makna yang secara eksplisit
menjelaskan tentang metodologi pembelajaran dimana seorang pelajar hendaknya
untuk tidak mempersulit diri dalam mendapatkan seluruh cabang ilmu, akan tetapi
baginya memulai dari hal-hal yang bersifat ushuliyah kemudian furu'iyyah.
Dan mempelajari ilmu secara bertahap sebab barangsiapa yan hendak mengambil dan
menguasai seluruh cabang ilmu, maka justru akan kehilangan seluruh ilmu.[42]
Pada zaman kita hari ini setiap individu pelajar dituntut
untuk mengetahui seluruh cabang ilmu pengetahuan dengan tanpa pengawasan dan
pengarahan yang bersifat betahap dan berkesinambungan, sehingga kita
mendapatkan mayoritas dari kalangan terpelajar merasa bosan dan jenuh akan
setiap pelajaran yang mereka hadapi baik disekolah maupun diluar sekolah padahal
Rasulullah saw mengajarkan kepada para sahabatnya secara bertahap dan
berkesinambungan yang dimulai dari hal-hal yang bersifat fundamental kemudian
kepada ilmu yang bersifat cabang dan pelik.
Berdasarkan analisis di atas penulis melihat bahwa bentuk
pendidikan yang dilaksanaakan hendaknya menggunakan metodologi yang bersifat
komprehensif dan mengakar yang di aplikasikan secara bertahap dan sampai kepada
tujuan pendidikan yang dikehendaki.
KESIMPULAN
Setelah melalui penjabaran yang sederhana dengan
kemampuan seadanya, maka penulis pada bab ini berusaha untuk mengambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut;
Hadis yang dijadikan kajian pada makalah ini adalah hadis
yang berhubungan dengan metodologi pembelajaran dimana seorang Arab Badui
datang kepada Rasulullah Saw untuk menanyakan amalan-amalan yang dapat
mendekatkannya kepada surga dan menjauhkannya dari neraka.
Dari hasil kajian menunjukkan bahwa hadis tersebut
merupakan hadis yang shahih baik dari segi sanad dan matan dimana hadis
tersebut di riwayatkan oleh al-Bukhary dan Muslim dengan sanad yang terpercaya
dan shahih, meskipun demikian terdapat riwayat yang dha'if dari riwayat
Abdullah al-Yasykury. Adapun dari segi matan, maka penulis menemukan adanya
perbedaan matan dimana terjadinya penambahan dan pengurangan redaksi, tetapi
setelah dilakukan kajian, maka ditemukan bahwa hadis tersebut jika dilihat dari
segi peristiwa munculnya terdapat tiga orang Arab dengan kondisi yang berbeda
pada waktu yang berbeda pula dengan pertanyaan yang sama kepada Rasulullah
kepada Rasulullah Saw.
Hadis tersebut jika dipahami secara tekstual, maka
ditemukan bahwa Rasulullah Saw mengajarkan tentang kewajiban-kewajiban agama
kepada para penanya yang baru memeluk Islam untuk tidak memberatkannya.
Jika dipahami secara kontekstual, bahwa pendidikan harus dimulai dari hal-hal
yang bersifat
fundamental kemudian kepada hal-hal yang bersifat cabang dan pelik yang
bertujuan agar tidak menimbulkan rasa bosan kepada siswa atau murid.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an al-Karim
Amin, Muhammadiyah,
Menembus Lailatul Qadr (Perdebatan Interpretasi Hadis Tekstual dan
Kontekstual). Cet. I; Makassar: Melania Press, 2004.
al-'Ainy, Abu
Muhammad Mahmud bin Ahmad, 'Umdatul Qary Syarhu Shahih al-Bukhary. Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1421
H / 2001 M.
al-Ajurri, Abu
Bakar, Aklâqul 'Ulamâ'. Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1405
H.
al-Asqalany, Ahmad
bin Ali bin Hajar, Taqrib al-Tahdzib. Cet. I; Riyadh: Baitul Afkar,
T.Th.
________, ______________,
Fathul Bârî Syarh Shahîhil Bukhârî. Cet. I; Kairo; Maktabah
as-Salafiyah, 1401.
al-Bukhary,
Muhammad bin Ismail, Shahihul Bukhary. Cet. I; Kairo: Makatabah
as-Salafiyah, 1400 H
Ibnu Majah,
Muhammad bin Yazid al-Qazwiny, Sunan Ibnu Majah. Cet. I; Bandung:
Maktabah Dakhlan, T.Th.
Ibnu Hanbal, Ahmad, al-Musnad, tahqiq:
Syu'aib al-Irnauth dan Adil Mursyid. Cet. I; Beirut: Muassah ar-Risalah, 1997 M
Langgulung, Hasan,
Asas-asa Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987.
Ma'tuq, Saleh Yusuf,
Anashiru Syarhul Hadis an-Nabawy Fil Jami'at Bainal Waqi' wat Thumuh. Cet.
I; Dubai: Maktbah al-Jami'ah al-Islamiyah, 2004 M.
Mudyahardjo, Redja,
Pengantar Pendidikan (Sebuah Studi awal Tentang Dasar-dasar Pendidikan). Cet.
I; Jakarta: PT RadjaGrafindo Persada, 2001.
Al Munawar, Said
Agil, Al-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Cet. I; Jakarta:
Ciputat Press, 2002.
al-Nawwiry,
Ibrahim Muhammad, Dkk, al-Jami' Fil Jarh wa al-Ta'dil. Cet. I; Beirut:
Alamul Kutub, 1412 H / 1992 M.
an-Nisabiry, Muslim
bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairy, Shahih Muslim. Cet. I; Kairo: Dar Ibnul Haitsam, 1422 H /
2001 M.
al-Qasthalany,
Ahmad bin Muhammad al-Khathib, Irsyadus Sary li Syarhi Shahil Bukhary. Cet.
VII; Mesir: al-Amiriyah, 1323 H.
at-Tirmidzy, Abu
Isa Muhammad bin Isa, Sunan at-Tirmidzy. Cet. I; Riyadh: Maktabah
al-Ma'arif, T.Th.
________,
__________, Syifaul Ghalal Fii Syarhi Kitabul Ilal, dalam Sunan
al-Tirmidzy. Cet. I; Semarang: PT. Karya Toha Putra, T.Th.
al-'Utsimin, Muhammad
bin Shaleh, Syarh Hilyatu Thalibil' Ilmu. Cet. I; Kairo: Makatabatul 'Ilmi, 1424 H /
2004 M.
Wensink, A.J, al-Mu'jam
al-Mufahras li Alfadh al-Hadis an-Nabiwwy. Cet. I; Leiden: Maktabah Brail,
1936 M.
_______,
_____, Miftah Kunuz as-Sunnah. Cet, I; Lahore: Suhail Akademi, 1391 H / 1921
M.
[3] Lihat
Muhammad bin Yazid al-Qazwiny Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (cet. I;
Bandung: Maktabah Dakhlan, T.Th), Jld. I, No Hadis. 224, h. 81
[6] A.J
Wensik, al-Mu'jam al-Mufahras li Alfadh al-Hadis an-Nabiwwy, (Cet. I;
Leiden: Maktabah Brail, 1936 M), Jld. II, h. 141
[7] Lihat
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhary, Shahih al-Bukhary. (Cet. I;
Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1412 H/1992 H) Jld. I, Juz II, h. 428.
[9]Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, tahqiq.
Syu'aib al-Irnauth dan Adil Mursyid (Cet. I; Beirut: Muassah ar-Risalah, 1997 M)Jld. XIV,
h. 205
[16] Abu
Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzy, Sunan at-Tirmidzy. (Cet. I; Riyadh:
Maktabah al-Ma'arif, T.Th), h. 590
[17] Ahmad
bin Ali bin Hajar al-Asqalany, Taqrib al-Tahdzib. (Cet. I; Riyadh:
Baitul Afkar, T.Th), h. 729.
[19] Ibrahim
Muhammad al-Nawwiry Dkk, al-Jami' Fil Jarh wa al-Ta'dil. (Cet. I;
Beirut: Alamul Kutub, 1412 H / 1992 M), Jld III, h. 373. Lihat juga Abu Isa
Muhammad bin Isa bin Surah at-Tirmudzy, Syifaul Ghalal Fii Syarhi Kitabul
Ilal, dalam Sunan al-Tirmidzy, (Cet. I; Semarang: PT. Karya Toha
Putra, T.Th), Jld. V, h. 403.
[20] Ibnu
Hibban, Kitab al-Tsiqat. Dalam Ibrahim Muhammad al-Nawwiry Dkk., Op.
Cit., Jld III, h. 288.
[24]Ibnu Hajar al-Asqalany, al-Ta'jil,
dalam Ahmad bin Hanbal, Ibid., tahqiq dan ta'liq oleh; Syu'aib
al-Arnauth dkk. h. 217-218
[25] Said
Agil Al Munawar, Al-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. (Cet. I;
Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 109.
[26] Muhammadiyah
Amin, Menembus Lailatul Qadr (Perdebatan Interpretasi Hadis Tekstual dan
Kontekstual). (Cet. I; Makassar: Melania Press, 2004), h. 213-214.
[27] Saleh
Yusuf Ma'tuq, Anashiru Syarhul Hadis an-Nabawy Fil Jami'at Bainal Waqi' wat
Thumuh. (Cet. I; Dubai: Maktbah al-Jami'ah al-Islamiyah, 2004 M), h. 235.
[30] Ahmad
bin Ali bin Hajar al-Asqalany, Fathul Bârî Syarh Shahîhil Bukhârî. (Cet.
I; Kairo; Maktabah as-Salafiyah, 1401), Jld. I, h. 141.
[33] Diriwayatkan
oleh Muhammad bin Ismail al-Bukhary, Shahihul Bukhary, Kitab; al-'Ilmi,Bab
XII. (Cet. I; Kairo: Makatabah as-Salafiyah, 1400 H), Jld. I, h. 42. Muslim
bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairy an-Nisabiry, Shahih Muslim, Kitab; Zakat,
Bab; XXXIII, (Cet. I; Kairo: Dar Ibnul Haitsam, 1422 H / 2001 M), h. 245.
[36] Abu
Muhammad Mahmud bin Ahmad al-'Ainy, 'Umdatul Qary Syarhu Shahih al-Bukhary. (Cet.
I; Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1421 H
/ 2001 M), Jld. VIII, h. 348
[37]
Hadis ini diriwatkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya Kitab Iman, Bab
Mengeluarkan 1/5 harta sebahagian dari Iman. Op. Cit., Jilid. I, h. 22).
Dan Muslim dalam Shahihnya, Kitab Iman, Bab Penjelasan tentang keimanan kepada
Allah dan Rasul-Nya serta Syariat-syariat Agama. Op.
Cit., h. 18.
[38] Diriwayatkan
oleh al-Bukhary dalam Shahihnya Op. Cit, Kitab; Nikah, Bab; I . Jld.
III, h. 354. Dan Muslim dalam Shahihnya Op. Cit., Kitab; Nikah, Bab; I, h.
343.
[39] Ahmad
bin Muhammad al-Khathib al-Qasthalany, Irsyadus Sary li Syarhi Shahil
Bukhary. (Cet. VII; Mesir: al-Amiriyah, 1323 H), Jld. III, h. 5
[40] Redja
Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan (Sebuah Studi awal Tentang Dasar-dasar
Pendidikan). (Cet. I; Jakarta: PT RadjaGrafindo Persada, 2001), h. 92
[42] Muhammad
bin Shaleh al-'Utsimin, Syarh Hilyatu Thalibil' Ilmu. (Cet. I; Kairo:
Makatabatul 'Ilmi, 1424 H / 2004 M), h. 45.
0 komentar:
Posting Komentar
apakah anda tidak menemukan yang anda cari??? silahkan tuliskan sesuatu yang anda cari itu....