WAWASAN AL-QUR'AN TENTANG ISTI'AZAH
Oleh : muhammad. S.Th.i
A.
Latar
Belakang Masalah
Al-Qur’an menyatakan dirinya sendiri sebagai Hudan
(petunjuk) bagi orang-orang yang bertaqwa[1],
petunjuk dan kabar gembira bagi
orang-orang yang beriman[2],
petunjuk bagi umat manusia dan keterangan-keterangan mengenai petunjuk dan
sebagai Furq±n (pembeda) antara yang hak dan yang batil[3].
Sealin itu, ia jiga sebagai Ta©kirah (peringatan)
bagi orang-orang yang takut kepada Tuhan dan ©ikir (ingatan,
sebutan) bagi semeta alam[4],
dan beberapa nama lainnya. Nama-nama dan atribut-atribut ini secara eksplisit
memberikan indikasi bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci yang berdimensi
banyak dan berwawasan luas.[5]
Pada dasarnya, Al-Qur’an merupakan sebuah kitab keagamaan.
Namun, pembicaran-pembicaraan serta kandungannya tidak terbatas pada bidang
keagamaan semata, tetapi meliputi berbagai aspek kehidupan manusia. Al-Qur’an
bukanlah kitab filsafat dan ilmu pengetahuan, tetapi di dalamnya dapat dijumpai
pembahasan mengenai filsafat dan ilmu pengetahuan.[6]
Al-Qur’an mengandung berbagai ragam masalah, tetapi
pembicaraannya tentang suatu masalah tidak selalu tersusun secara sistimatis
seperti halnya buku ilmu pengetahuan yang dikarang oleh manusia. Di samping
itu, Al-Qur’an sangat jarang menyajikan suatu masalah secara rinci dan detail.
Pembicaraan Al-Qur’an pada umumnya bersifat global, parsial, dan seringkali
menampilkan sesuatu masalah dalam prinsip-prinsip pokok saja.[7]
Al-Qur’an adalah kitab suci yang kaya dengan berbagai
konsep dan gagasan. Salah satu di antaranya adalah pembicaraan tentang Al-Isti’a©ah. Kata atau lafaz
Al-Isti’a©ah diungkapkan
dalam Al-Qur’an sebanyak 17 (tujuh belas) kali dalam berbagai bentuknya.[8].
Al-Qur’an memberikan persoalan-persoalan aqidah, syariah
dan akhlak dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsipil mengenai persoalan
tersebut.[9]
Demikian pula persoalan Al-Isti’a©ah yang masuk dalam kajian hukum, aqidah dan
akhlak.
Manusia
sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan dalam bentuk yang sebaik-baiknya[10]
dengan kesempurnaan jiwa[11].
Namun dalam kesempurnaan tersebut, Allah juga mengilhamkan dua potensi utama
yaitu ; kefasikan dan ketakwaan[12].
Dari kedua potensi utama tersebut, Allah menginformasikan bahwa keberuntungan
hanya bagi mereka yang memilih jalan ketakwaan dan kerugian bagi mereka yang
memilih jalan kefasikan[13].
Informasi ini menunjukkan bahwa dalam kesempurnaan manusia, juga memiliki potensi
untuk jatuh kepada kefsikan dimana didalamnya setan memiliki peranan. Firaman
Allah:
tA$s% y7Ï?¨ÏèÎ6sù öNßg¨ZtÈqøî_{ tûüÏèuHødr& ÇÑËÈ wÎ) x8y$t7Ïã ãNßg÷YÏB úüÅÁn=øÜßJø9$# ÇÑÌÈ
Terjemahnya:
“(Iblis menjawab) : "Demi
kekuasaan Engkau Aku akan menyesatkan mereka semuanya, Kecuali hamba-hamba-Mu
yang mukhlis di antara mereka”[14]
Yang
dimaksud dengan “mukhlis” ialah orang-orang yang telah diberi taufiq untuk
mentaati segala petunjuk dan perintah Allah swt.[15] .dalam
ayat yang lain, Allah memerintahkan untuk senantiasa berlindung kepada-Nya dari
dari godaan setan, sebagaimana firman-Nya:
$¨BÎ)ur ¨Zxîu\t z`ÏB Ç`»sÜø¤±9$# Øø÷tR õÏètGó$$sù «!$$Î/ 4 ¼çm¯RÎ) ììÏJy íOÎ=tæ ÇËÉÉÈ
Terjemahnya:
“Dan jika kamu ditimpa sesuatu
godaan syaitan Maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
mendengar lagi Maha Mengetahui.”[16]
¼çm¯RÎ) }§øs9 ¼çms9 í`»sÜù=ß n?tã úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä 4n?tãur óOÎgÎn/u tbqè=2uqtGt ÇÒÒÈ
Terjemahnya:
“Sesungguhnya syaitan itu tidak ada
kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya.”[17]
Oleh
karena itu, untuk dapat membersihkan dan menjauhkan peranan setan yang
mengarahkan jiwa manusia yang sempurna lagi suci tersebut membutuhkan sandaran
yaitu memohon perlindungan Allah dari peranan setan yang menyesatkan yang
kemudian disebut dengan istilah Al-Isti’a©ah.
Ayat-ayat
al-Qur’an tentang Al-Isti’a©ah, bukan
hanya berbicara tentang perlindungan Allah dari godaan setan. Akan tetapi,
terdapat beberapa hal yang manusia meminta perlindungan kepada Allah darinya,
seperti kebodohan[18], buruknya
sesuatu[19], dan
sebagainya.
B.
Rumusan dan
Batasan Masalah
Berdasar pada uraian latar belakang yang telah
dikemukakan, maka masalah pokok yang akan dibahas dalam kajian skripsi ini,
adalah bagaimana wawasan Al-Qur’an tentang Al-Isti’a©ah ?
Dari masalah pokok di atas, maka batasan masalah yang
menjadi obyek kajian skripsi ini adalah :
1.
Apa makna
dan hakikat Al-Isti’a©ah ?
2.
Bagaimana
jenis-jenis Al-Isti’a©ah Dalam al-Qur’an ?
C.
Pengertian
Judul
Judul skripsi ini adalah "Wawasan al-Qur’an Tentang Al-Isti’a©ah" (Sebuah
Kajian Tafsir Mau«u’³), Sebagai langkah awal untuk membahas isi skripsi ini,
supaya tidak terjadi kesalahpahaman, maka penulis memberikan uraian dari judul
penelitian ini. Yaitu sebagai berikut:
1. Wawasan
Berasal dari kata “wawas” yang berarti: meneliti,
meninjau, memandang, mengamati. Kemudian ditambah dengan akhiran “an” menjadi
“wawasan” artinya: tinjauan, pandangan, konsepsi dan cara pandang.[20]
2. Al-Qur’an
Berasal dari kata (قرأ – يقرأ -
قرآنا) yang berarti membaca,[21]
mengumpulkan atau menghimpun,[22]
Jika ditinjau dari perspektif bahasa. Al-Qur’an adalah kitab yang berbahasa
Arab[23]
yang di wahyukan Allah kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengeluarkan umat
manusia dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya yang membawa kepada jalan yang
lurus (al-Shirath al-Mustaqim)[24].
Menurut ulama ushul fiqh adalah kalam Allah yang diturunkan olehnya melalui
perantaraan Malaikat jibril ke dalam hati Rasulullah Muhammad bin Abdullah
dengan lafaz yang berbahasa Arab dan makna-maknanya yang benar untuk menjadi
hujah bagi Rasul atas pengakuannya sebagai Rasul, menjadi undang-undang bagi
manusia yang mengikutinya.[25]
Sedangkan definisi al-Qur’an menurut ulama ulum al-Qur’an
adalah kalam Allah yang bersifat mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw. Dan termaktub dalam mushaf, dinukilkan secara mutawatir dan ketika
seseorang membaca bernilai pahala.[26]
3.
Isti’a©ah
Berasal dari kata (عاذ – يعوذ -
عوذا ) yang berarti berlindung[27].
Kemudian terbentuk darinya (تعوّذ واستعاذ به من كذا) yang berarti mencari perlindungan[28],
minta terpelihara kepadanya, berlindung dengan dia (dari)[29].
4. Tafsir Maudhu’i
Tafsir maudhu’i adalah metode tafsir yang berusaha mencari
jawaban al-Qur’an tentang tema tertentu. Karena itu, tafsir ini juga dinamakan
tafsir tematik. Metode ini menghimpun seluruh ayat yang berhubungan dengan tema
yang dimaksud, lalu menganalisanya lewat ilmu-ilmu bantu yang relevan dengan
masalah yang dibahas, kemudian lahirlah konsep yang utuh dari al-Qur’an tentang
tema tersebut.[30]
Berdasarkan definisi‑definisi di atas, maka penulis dalam
skripsi ini akan membahas tentang term Al-Isti’a©ah yang terdapat
dalam al-Qur’an dengan menggunakan metode tafsir maudhu’i.
D.
Metodologi
Penelitian
Metode penelitian dalam pembahasan skripsi ini meluputi
berbagai hal sebagai berikut :
1.
Metode
Pendekatan
Melalui metode ini, penulis menggunakan metode
pendekatan penafsiran Alquran dari segi tafsir tematik. Yakni, menghimpun
ayat-ayat Alquran yang memiliki tujuan yang sama, menyusunnya secara kronologis
selama memungkinkan dengan memperhatikan sebab turunnya, menjelaskannya,
mengaitkannya dengan surah tempat ia berada, menyimpulkan dan menyusun
kesimpulan tersebut ke dalam kerangka pembahasan sehingga tampak dari segala
aspek, dan menilainya dengan kriteria pengetahuan yang sahih.[31]
Untuk lebih jelasnya, penulis menghimpun
ayat-ayat Al-Qur’an yang berkenaan dengan Al-Isti’a©ah, kemudian
menyusunnya ber-dasarkan kronologis serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut,
sehingga diketahui pengklasifikasiannya. Apakah ia tergolong ayat-ayat makkiyah
atau Madaniyyah.
2.
Metode
Pengumpulan data
Mengenai pengumpulan data, penulis menggunakan
metode atau teknik library research, yaitu mengumpulkan data-data melalui
bacaan dan literatur-literatur yang ada kaitannya dengan pembahasan penulis. Penulis
juga menggunakan program al-Maktabah al-Sy±milah (المكتبة الشاملة)
dalam pengumpulan data yang terkait, kemudian mengkonfimasikan kepada kitab
aslinya. Dan sebagai sumber pokoknya adalah Al-Qur’an dan penafisrannya, serta
sebagai penunjangnya yaitu buku-buku ke Islaman dan artikel-artikel yang
membahas secara khusus tentang Al-Isti’a©ah dan buku-buku
yang membahas secara umum dan implisitnya mengenai masalah yang dibahas.
3.
Metode
Pengolahan data
Mayoritas metode yang digunakan dalam
pembahasan skripsi ini adalah kualitatif, karena untuk menemukan pengertian
yang diinginkan, penulis mengolah data yang ada untuk selanjutnya di
interpretasikan ke dalam konsep yang bisa mendukung sasaran dan objek
pembahasan.
4.
Metode
Analisis
Pada metode ini, penulis menggunakan tiga macam
metode, yaitu :
a.
Metode Deduktif,
yaitu metode yang digunakan untuk menyajikan bahan atau teori yang
sifantnya umum untuk kemudian diuraikan dan diterapkan secara khusus dan
terperinci.
b.
Metode Induktif,
yiatu metode analisis yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus lalu
ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum.
c.
Metode Komparatif,
yaitu metode penyajian yang dilakukan dengan mengadakan perbandingan antara
satu konsep dengan lainnya, kemudian menarik suatu kesimpulan.
E.
Tinjauan
Pustaka
Dari
penelusuran penulis terhadap referensi yang ada, belum didapatkan referensi
yang membahas Al-Isti’a©ah secara utuh. Tetapi pembahasan ini hanya ditemukan secara umum
dalam kitab-kitab tafsir. Di antara kitab-kitab tafsir yang telah penulis
telusuri, ada beberapa yang membahas secara khusus dan ringkas dalam muqaddimah
tafsirnya, yaitu:
1.
Abu
‘Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farh al-An¡±r³ al-Khazraj³ Syamsuddin al-Qu¯ubi,
dalam al-J±mi’
Li Ahk±m al-Qur’an, tafs³r
al-Qur¯ubi (Kairo: D±r
al-Kutub al-Mi¡riyah, 1964 M./1384 H.).
2.
Muhammad
bin Jar³r bin Yaz³d
bin Kats³r bin G±lib
al-Ãmil³, Abu
Ja’far al-°abar³ dalam J±mi’
al-Bay±n ‘an Ta’w³l Ãyi al-Qur’an (Kairo: Maktabah ibn Taimiyah, cet.II, 1388 H./1968 M.)
3.
Wahbah
bin Musthafa al-Zu¥ail³ dalam Tafsir al-Mun³r (Damaskus: D±r
al-Fikr al-Mu’±¡arah, cet.II, 1418 H.)
Dari
ketiga kitab tafsir yang disebutkan di atas, belum didapati kajian secara sistematis seperti yang menjadi
rumusan masalah dalam skripsi ini. Karenanya dalam kajian ini, penulis berupaya
menyajikan uraian secara sistematis tentang Al-Isti’a©ah dengan tetap
menjadikan ketiga kitab tersebut di atas sebagai rujukan dalam malakukan kajian
ini.
F.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.
Tujuan
Penilitian ini bertujuan disamping sebagai
salah satu prasyarat wajib dalam penyelesaian studi, juga untuk mengembangkan
pemahaman yang lebih jelas mengenai maksud dari lafaz Al-Isti’a©ah yang terdapat
dalam al-Qur’an. Setelah diadakan penelitian, diharapkan adanya konklusi yang
utuh dan menyeluruh mengenai pemahaman tentang Al-Isti’a©ah. Selanjutnya
konklusi tersebut dapat dijabarkan dan diterapkan dalam kehidupan.
2.
Kegunaan
Diharapkan dari hasil tulisan ini memiliki
nilai akademis yang memberikan kontribusi pemikiran atau dapat menambah
informasi dan memperkaya khasanah intelektual Islam, khususnya pemahaman
tentang lafaz Al-Isti’a©ah dalam al-Qur’an dan makna yang dikandungnya.
G.
Garis-garis
Besar Isi Skiripsi
Secara garis besarnya penulis memberikan gambaran secara
umum dari pokok pembahasan ini. Skripsi ini terdiri dari lima bab,
masing-masing bab terdiri atas beberapa sub bab.
Bab pertama adalah bab pendahuluan. Uraiannya bersifat
teoritis sebagaimana yang telah dikemukakan terdahulu. Yakni, latar belakang masalah, rumusan
dan batasan masalah, pengertian
judul, tinjauan pustaka, metode penelitian, tujuan dan
kegunaan penelitian dan garis-garis besar isi skripsi. Dengan demikian, bab
pertama ini terdiri atas tujuh sub bab.
Dalam bab kedua, dikemukakan tentang tinjauan umum tentang
Al-Isti’a©ah, sebagai bab
yang bersifat pengantar untuk pembahasan inti yang terletak pada bab ketiga dan
keempat. Pada bab kedua bagian-bagiannya meliputi tentang; pengertian dan ruang lingkup Al-Isti’a©ah;
Pada bab tiga, menguraikan tentang ayat-ayat yang
berkenaan dengan Al-Isti’a©ah dan pembagian/jenis-jenis Al-Isti’a©ah itu sendiri.
Dalam bab ini, dikemukakan term-term ayat-ayat yang menunjukkan makna Al-Isti’a©ah serta
eksistensinya dalam al-Qur’an.
Pada bab empat, adalah bab analisis, di mana ayat-ayat tentang Al-Isti’a©ah yang termaktub
dalam bab tiga, dijelaskan secara
tematik. Karena demikian halnya, maka pada bab empat dijelaskan tentang; keutamaan, fungsi dan
tujuan Al-Isti’a©ah; sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah swt.
Pada bab kelima, yang merupakan bab penutup, berisi
kesimpulan dari uraian-uraian skripsi ini kemudian dikemukakan beberapa saran
sehubungan persoalan yang telah dibahas.
KOMPOSISI BAB
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan dan Batasan Masalah
C. Pengertian Judul
D. Metodologi Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
F. Tujuan Penelitian
G. Garis-garis Besar Isi Skripsi
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AL-ISTI’AªAH
A. Pengertian Al-Isti’a©ah
B. Hakikat Al-Isti’a©ah
BAB III AYAT-AYAT AL-ISTI’AªAH DALAM AL-QUR’AN
A. Term-term yang menunjukkan makna Al-Isti’a©ah
B. Jenis-jenis Al-Isti’a©ah dalam al-Qur’an
C. Eksistensi Al-Isti’a©ah dalam al-Qur’an
BAB IV KEUTAMAAN, FUNGSI DAN TUJUAN AL-ISTI’AªAH
A. Keutamaan al-Isti’a©ah
B. Fungsi al-Isti’a©ah
C. Tujuan al-Isti’a©ah
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim
Al-Qur'an dan Terjemahnya, al-Madinah
al-Munawwarah: Mujamma’ al-Malik Fahd li Thaba’at al-mushaf al-Syarif,1418 H.
Abd. Al-Ha³ al-Farm±w³, Al-Bid±yah F³ al-Tafs³r al-Maw«’³, diterjemahkan oleh Suryan A. Jamrah dengan
judul Metode Tafs³r Maw«u’³, Cet.I:Jakarta: LSIK dan Raja Rafindo Persada, 1994
Abu al-Husain Ahmad ibn al-Faris ibn Zakariya, Mu’jam
Maq±yis al-Lug±h al-‘Arabiyyah, Juz II, Mesir: Dar al-Fikr, t.th.
Abd. Muin Salim, Fiqh Siy±sah; Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran, Cet II; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995
Abdul Wahhab Khall±f, Ilmu Ushl Fiqh, diterjemahkan oleh Muhammad Zuhri dan Ahmad Qarib, Cet. I; Semarang: Dina
Utama, 1994
Al-Quthubi, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad
bin Ab³ Bakr bin Farh al-An¡ari al-Khazraj³ Syamsudd³n, al-Jami’ Li Ahk±m al-Qur’an, tafs³r al-Qur¯ubi, Kairo: D±r al-Kutub al-Mi¡riyah, 1964 M./1384 H.
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus
Arab Indonesia, Cet. I; Yogyakarta: Pondok Pesantren Munawwir, 1994
Al-Thabari, Muhammad bin Jarir bin Yaz³d bin Kats³r bin G±lib al-Ãmil³, Abu Ja’far, Jami’ al-Bay±n ‘an Ta’w³l Ãyi al-Qur’an, Kairo: Maktabah ibn Taimiyah, cet.II, 1388 H./1968 M.
Al-Zuhaili, Wahbah bin Musthafa, Tafs³r al-Mun³r, Damaskus: D±r al-Fikr al-Mu’±sharah, cet.II, 1418 H.
Departeman Pendidikan Nasional, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Cet. IV; Jakarta: Balai Pustaka, 2005
Harifuddin Cawidu, Konsep Kufur Dalam
al-Qur’an ; Suatu Kajian Dengan Pendekatan Tafsir Tematik, Cet. I; Jakarta:
Bulan Bintang, 1991
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia,
Jakarta: Hidakarya Agung, 1989
Muhammad ‘Abd al-Ad§im al-Zarq±ni, Man±hil al-Irf±n f³ Ulm al-Qur’an, Juz 1, Cet. I; D±r al-Qutaibah, 1998 M/1418 H
Muhammad Fuad Abd. Baqi’, al-Mu’jam
al-Mufahras li al-F±§ al-Qur’an al-Kar³m, D±r al-Kutub al-Misriah, 1364 H.
Quraish Shihab, Tafsir Alquran Masa Kini,
Ujungpandang: IAIN Alauddin, 1983
----------, Membumikan al-Qur’an; Fungsi dan
Peranan Wahyu Dalam kehidupan Masyarakat, Cet. XIV; Bandung: Mizam, 1997
Subhi al-Salih, Mab±his f³ Ulm al-Qur’an, Beirut: Dar al-Ilm, 1977
[1] Q.S. al-Baqarah (2): 2
[2] Q.S al-Baqarah (2): 97
[3] QS. al-Baqarah (2): 185, dan S. Ali ‘Imran (3): 4
[4] Q.S. al-Takwir (81): 27 dan S. Shad (38): 87
[5]Harifuddin Cawidu, Konsep Kufur Dalam al-Qur’an ; Suatu Kajian
Dengan Pendekatan Tafsir Tematik (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h.
4
[8]Lihat Muhammad Fuad Abd. Baqi’, al-Mu’jan al-Mufahras li al-Fash
al-Qur’an al-Karim (t.tp: Dar al-Fikr, 1981), h. 494
[9]M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an; Fungsi dan Peranan Wahyu
Dalam kehidupan Masyarakat (Cet. XIV; Bandung: Mizam, 1997), h. 40
[10] QS. al-Tiin (95): 4
[11] QS. al-Syams (91): 7
[12] QS. al-Syams (91): 8
[13] QS. al-Syams (91): 9-10
[14] Q.S. Shad (38): 82-83
[15] Al-Qur'an dan Terjemahnya, (al-Madinah al-Munawwarah: Mujmma’
al-Malik Fahd li Thaba’at al-mushaf al-Syarif,1418 H.), h.742
[16] QS. al-A’raf (7): 200
[17] QS. al-Nahl (16):99
[18] Q.S. al-Baqarah (2): 67
[19] Q.S. al-Falaq dan S. Al-Naas
[20] Departeman Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi Ketiga (Cet. IV; Jakarta:
Balai Pustaka, 2005), h. 1271.
[21] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia
(Cet. I; Yogyakarta: Pondok Pesantren
Munawwir, 1994), h. 1184.
[22] Abu al-Husain Ahmad ibn al-Faris ibn Zakariya, Mu’jam Maqayis
al-Lughat al-‘Arabiyyah, Juz II (Mesir: Dar al-Fikr, t.th.), h. 1184.
[23] Q.S. fushshilat (41): 3, S. al-Zukhruf (43): 3, S. Yusuf (12): 2,
S. al-Ra’d (13):37, S. Thaha (20): 113, S. al-Zumar (39): 28, dan S. al-Syura
(42):7
[24] Q.S. Ibrahim (14):1
[25] Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh diterjemahkan oleh
Muhammad Zuhri dan Ahmad Qarib (Cet. I; Semarang:
Dina Utama, 1994), h. 18.
[26] Subhi al-Salih, Mabahis fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar
al-Ilm, 1977), h. 21.
[27] Ahmad Warson Munawwir, op. Cit. h.984.
[28] Ibid.
[29] Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Hidakarya
Agung, 1989), hal.285
[30] Muhammad ‘Abd al-Adzim al-Zarqani, Manahil al-Irfan fi Ulum
al-Qur’an, Juz 1 (Cet. I; Daar al-Qutaibah, 1998 M/1418 H), h. 33.
[31] Demikian cara kerja tafsir tematik (al-tafsîr bi al-mawdhu’i).
Untuk lebih jelasnya, lihat Abd. Al-Hayy al-Farmâwi, Al-Bidâyat Fi al-Tafsîr
al-Mawdû’i diterjemahkan oleh Suryan A.Jamrah dengan judul Metode Tafsîr
Mawdhu’iy (Cet.I:Jakarta: LSIK dan Raja Rafindo Persada, 1994), h. 52. Lihat juga M. Quraish Shihab, Tafsir Alquran
Masa Kini (Ujungpandang: IAIN Alauddin, 1983), h. 9. Juga Abd. Muin Salim, Fiqh
Siyasah; Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran (Cet II; Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1995), h. 20. Juga Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr Dalam
Alquran; suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsîr Tematik (Cet. I;
Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 21-25.
0 komentar:
Posting Komentar
apakah anda tidak menemukan yang anda cari??? silahkan tuliskan sesuatu yang anda cari itu....