Oleh : Muhammad Shadiq Shabry
I. PENDAHULUAN
Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad saw yang berhubungan dengan kisah umat-umat terdahulu. Penceritaan kisah-kisah tersebut bukan tanpa maksud sama sekali. Allah sebetulnya ingin membuktikan kepada manusia bahwa apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah benar merupakan wahyu dari-Nya dan bukan berdasarkan hawa nafsunya. Allah juga untuk konteks ini ingin memberikan pelajaran kepada manusia untuk mengikuti segala kebaikan yang terdapat dalam kisah-kisah itu dan menjauhi segala keburukannya. Dengan penuturan gaya bahasa yang indah dan memukau diharapkan mampu menyentuh perasaan orang-orang yang membacanya maupun yang mendengarkannya.
Di dalam al-Qur’an peristiwa-peristiwa historis memang banyak dibincangkan. Peristiwa-peristiwa historis ada yang kejadiannya jauh sebelum lahirnya agama Islam. Peristiwa-peristiwa tersebut jelas tidak pernah dialami oleh Nabi Muhammad saw, tetapi beliau mengetahuinya dari wahyu yang diturunkan Allah kepadanya. Sebagian ayat-ayat al-Qur’an tersebut merekam peristiwa kehidupan masyarakat pada waktu sebelum dan ketika al-Qur’an diturunkan. Al-Qur’an telah memberi ruang bagi penceritaan peristiwa tersebut dan menjadikan karakter ayat-ayat yang bersinggungan dengan itu pada posisi sebagai dokumen historis yang eternal.
Pemaparan al-Qur’an tentang peristiwa-peristiwa historis tidak sama dengan penulisan sejarah yang berlaku di dunia akademik yang tersusun secara runtut dengan pencantuman nama pelaku secara jelas, tempat, waktu, obyek, dan latar belakang dari peristiwa tersebut. Al-Qur’an mencantumkan kisah-kisahnya tidak selalu mencantumkan tempat dari orang-orang secara lengkap, tidak pula urutan-urutan peristiwanya, sebab seperti diketahui al-Qur’an bukan kitab sejarah, melainkan kitab petunjuk (hidayah) yang terkadang menceritakan kisah. Sebagian peristiwa yang temanya sama dimuatnya dalam satu tempat dan sebagian yang lainnya dimuat di tempat yang lain, disesuaikan menurut kesempatan dan ajaran yang diserukan oleh porsi yang dibicarakannya. Bahkan karakteristik seperti itu terkadang diungkapkan secara panjang lebar, namun terkadang hanya garis besarnya saja.
Kisah-kisah al-Qur’an sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari proses pewarisan nilai yang terkandung didalamnya. Karena pada fokus itulah esensinya yang sarat menyajikan pesan kemanusiaan pada masa silam yang berguna bagi kehidupan kini maupun di masa mendatang dapat secara transparan menemukan bukan saja eksistensinya melainkan juga relevansinya untuk kehidupan manusia. Dengan begitu kisah yang ingin mengemban misi mentransformasikan nilai-nilai yang terus berkontinuitas dapat menemukan jati dirinya.
Kisah-kisah seperti yang ada dalam pengertian di atas telah banyak diungkapkan oleh al-Qur’an. Tidak tanggung-tanggung, jumlah ayat-ayat al-Qur’an yang membicarakan itu, menurut penelitian A.Hanafi, jumlahnya tidak kurang dari 1600 ayat. Penelitian itu pun hanya ditujukan kepada kisah para Nabi dan Rasul.[1] Kalau jumlah standar ayat yang dipakai adalah kesepakatan ulama yaitu 6236, maka setidaknya 25,6 % dari kisah para Nabi dan Rasul itu yang menempati al-Qur’an. Belum lagi kisah-kisah yang lain. Dengan demikian nampak bahwa jumlah tersebut memperlihatkan betapa besar perhatian al-Qur’an kepada kisah-kisah itu.