Ustas: Muhammad Agus, S.Th.I,. M. Th.I.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya pikir dan sikap kritis dalam pandangan Islam
merupakan suatu keharusan. Di samping banyak dalil -baik al-Qur’an maupun
hadis- yang mengingatkan manusia akan pentingnya mengoptimalkan akal, juga
budaya kritik ini memiliki ragam fungsi. Dalam ilmu ia berfungsi menghidupkan,
yakni dalam kerangka menguji validitas suatu ilmu, dan dalam budaya ia bisa
melabrak stagnasi sehingga bisa memunculkan suatu fenomena baru yang
mencerminkan suatu kebudayaan yang maju dan dinamis.
Hanya saja perlu dilihat bahwa agama memang membuka pintu
pikir dan kritis secara lebar tapi bukan berarti bebas tanpa tanggung jawab.
Bahkan berpikir kritis dikategorikan sebagai cara manusia untuk menemukan
kebenaran. Oleh karena itu, Allah mengecam keras orang-orang yang hanya
berpikir atau mengkritisi namun bukan untuk mencari kebenaran melainkan untuk
kepentingan yang bertentangan dengan kebenaran itu.
Apabila tujuan dari sikap kritis adalah seperti itu –untuk
mencapai kebenaran- maka ini dapat dipahami bahwa mengkritisi sesuatu bukan
–selamanya- berarti sesuatu itu diragukan melainkan terkadang kritikan tersebut
didasari oleh upaya untuk memantapkan kebenaran yang dimilikinya.
Demikian pula dengan hadis Rasulullah saw, di mana dalam
sejarah penulisan dan pembukuannya mengalami banyak tantangan dan hambatan
termasuk di antaranya adalah merebaknya hadis-hadis palsu yang dinisbatkan
kepada Rasulullah sehingga melahirkan “beribu-ribu” tanda tanya akan kevalidan
dan keabsahan sebuah riwayat. Oleh karena itulah, kritik dan penelitian hadis
sangat penting untuk dilakukan. Hanya saja, penelitian tersebut tidak berarti
meragukan hadis Nabi Muhammad saw., tetapi melihat keterbatasan perawi hadis
sebagai manusia biasa, yang adakalanya melakukan kesalahan, baik karena lupa
maupun karena didorong oleh kepentingan tertentu. Keberadaan perawi hadis
sangat menentukan kualitas hadis, baik kualitas sanad maupun matannya.
Bahkan hadis bila diibaratkan dengan sebuah mutiara, apabila ia memang benar
dan betul-betul mutiara maka semakin digosok, ia akan semakin berkilau.
Berbicara mengenai penelitian dan kritik hadis setidaknya
obyek kajiannya dapat dibagi dua, yaitu: pertama, rangkaian terhadap sejumlah
periwayat yang menyampaikan riwayat hadis (sanad al-h{adi>s\|). Kedua,
materi hadis itu sendiri (matn al-hadi>s\). Penelitian terhadap kedua
obyek tersebut sangat berpengaruh kepada kualitas suatu hadis. Apatah lagi
memang, kesahihan hadis tidak hanya diukur dari sanadnya atau matannya saja
melainkan keduanya harus jalan bersamaan.
Kritik sanad
dan kritik matan ibarat dua sisi mata uang, sehingga tidak bisa dipisahkan,
meskipun bisa dibedakan, sebab sesuatu disebut hadis jika terdiri dari sanad
dan matan. Karena itulah –sekali lagi- penelitian terhadap hadis, tidak boleh
hanya bertumpu pada sanadnya saja atau pada matannya saja, akan tetapi keduanya
harus jalan “berbarengan” sehingga seseorang dapat bersikap proporsional dengan
meletakkan hadis pada tempatnya sebagai sumber kedua setelah al-Qur’an.
Sikap ini harus dipertegas karena sebuah penelitian hadis
yang hanya menekankan pada aspek sanadnya semata maka akan berakhir pada
kelompok ekstrim yang cenderung bersikap sanad-oriented, yakni kualitas
sebuah hadis (maqbu>l dan mardu>d-nya) ditentukan oleh
kualitas sanadnya. Jika berdasarkan penelitian sanad, hadis itu dapat diterima,
maka mereka akan menerimanya. Selanjutnya jika mereka menemukan redaksi yang
ganjil berdasarkan prinsip-prinsip pokok Islam, maka mereka akan menggunakan
takwil,
meski terkadang takwil tersebut terkesan dipaksakan. Sikap inilah yang
dikritisi oleh Syeikh Muhammad al-Ghazali dalam kitabnya al-Sunnah
al-Nabawiyah baina Ahl al-Fiqh wa Ahl al-H{adi>s{ karena dengan
penelitian yang cermat dengan tidak hanya bertumpu pada kritik sanad semata
ternyata ditemukan ada beberapa hadis yang dari segi sanadnya dinilai shahih
tetapi dilihat dari segi matan tidak sejalan dengan prinsip-prinsip dasar
Islam. Akibatnya, terkadang pemahaman-pemahaman yang telah mapan harus runtuh
berdasarkan kajian dengan dasar kritik matan itu.
Sebaliknya, penelitian hadis yang hanya bertumpu pada kritik
matan saja juga akan berakhir pada sikap matan-oriented, yakni diterima
dan tidaknya suatu hadis hanya ditentukan oleh kualitas matannya. Sehingga jika
mereka menemukan matan yang menurut mereka tidak sejalan dengan pemahaman
keagamaan, mereka akan menolaknya. Akibatnya, tidak sedikit hadis yang dari
segi sanadnya bernilai shahih terpaksa ditolak. Padahal dengan takwil yang
wajar dan tidak dipaksakan, sebetulnya hadis itu bisa diterima.
Kekhawatiran munculnya kedua sikap ekstrim tersebut, di
samping upaya menjaga kemurnian dan keotentikan hadis Rasulullah maka para ulama
menetapkan beberapa kaidah dasar yang bisa dijadikan acuan dalam penelitian
hadis, baik dari aspek sanadnya maupun dari aspek matannya.
Sebagai wujud penerapan usaha menjaga validitas sebuah
hadis, maka makalah ini akan berbicara tentang apa dan bagaimana kritik hadis
tersebut khususnya pada sebuah riwayat yang disandarkan kepada nabi yang
berbunyi al-jumu’ah hajj al-masa>ki>n.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas serta tema kajian makalah ini yang berbicara tentang kritik
hadis al-jumu’ah h}ajj al-masa>ki>n maka pembahasan pokoknya akan
terfokus pada rumusan masalah sebagai berikut:
- Bagaimana
Takhrij al-Hadis al-Jumu’ah H{ajj al-Masa>ki>n ?
- Bagaimana
I’tibar al-Hadis al-Jumu’ah H{ajj al-Masa>ki>n ?
- Bagaimana
Kualitas Hadis al-Jumu’ah H{{ajj al-Masa>ki>n Baik Sanad
Maupun Matannya?