Tafsir Ayat 257 Surah Al-Baqarah
- Lafal Ayat
الله
ولي الذين آمنوا يخرجهم من الظلمات الى النور والذين كفروا أولياؤهم الطاغوت
يخرجونهم من النور الى الظلمات أولئك
أصحاب النار هم فيها خالدون (257)
B.
Terjemah
“Allah pelindung orang-orang yang beriman, Dia
mengeluarkan mereka dari aneka kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan
orang-orang yang kafir, pelindung-pelindung mereka adalah syaitan yang mengeluarkan
mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran) mereka itu adalah penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya”
C.
Asbab Nuzul
Ulama memberikan beberapa komentar mengenai asbab an-nuzul
ayat ini, untuk lebih memudahkan, akan diurut sebagai berikut:
1. Menurut Imam
Mujahid, ayat ini turun kepada kaum (kelompok) yang beriman kepada Nabi Isa dan
kaum yang tidak beriman, namun pada saat nabi Muhammad diutus oleh Allah, kelompok
yang beriman tersebut mengingkari kenabian Muhammad
sedangkan kaum yang kufur malah beriman kepada Nabi Muhammad.[1]
2.
Sebagian ulama ada yang berpendapat
bahwa ayat ini turun kepada kaum yang beriman kepada Nabi Isa AS dengan
menganut agama nasrani (kristen) padahal Islam sudah ada dengan alasan bahwa semua
agama itu sama, namun pada akhirnya mereka beriman kepada Nabi Muhammad SAW.
3.
Kelompok lain berpendapat bahwa ayat
ini turun kepada setiap orang kafir yang masuk Islam.[2]
4.
Ada juga yang berpendapat bahwa ayat
ini turun kepada orang-orang yang murtad, atau turun kepada orang yang tetap bertahan
dalam kekufuran[3]
Semua asbab an-nuzul yang tertera diatas terkait
dengan teks lafal itu sendiri yang pada intinya menceritakan bahwa ada orang
yang dikeluarkan dari cahaya iman menuju kegelapan kekafiran dan ada pula yang
diselamatkan dari kegelapan menuju cahaya yang terang berderang.
D.
Munasabah
Munasabah yang terkait dengan ayat ini dapat
dikelompokkan dalam dua bagian yaitu munasabah antarayat dan munasabah antara
kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat.
1.
Munasabah ayat ini dengan ayat
sebelum dan sesudahnya adalah kalau ayat sebelumnya berbicara tentang usaha
manusia dengan berpegang teguh pada gantungan tali yang kukuh, ayat ini
menjelaskan bahwa selama sikapnya seperti itu maka mereka tidak akan sendirian
karena Allah akan senantiasa menjadi walinya yang siap selalu untuk membantu,
menolong dan melindunginya. Penjelasan Allah dalam ayat ini bahwa Dia menjadi
wali orang-orang yang beriman sedangkan thaghut menjadi penolong orang
kafir maka ayat berikutnya menegaskan beberapa contoh kedekatan, bantuan, dan
perlindungan Allah terhadap orang yang beriman begitu juga kedekatan thaghut
dengan orang-orang kafir.[4]
2.
Munasabah antarkalimat dalam ayat
ini adalah setelah Allah menyebutkan bahwa Dialah yang menjadi wali orang
mukmin maka sangat layaklah kalau kalimat berikutnya menjelaskan siapa yang
menjadi wali orang kafir dan balasan apa yang akan diterima sebagai balasan atas
perbuatan mereka.[5]
E.
Tafsir
1.
Tafsir Mufradat
Lafal ولي memiliki beberapa makna
antara lain; yang menolong, Yang mencintai, yang menguasai urusan dan yang
memberi petunjuk. Lafalالظلمات terkadang
diartikan kekufuran, kesesatan, kegelapan, kebodohan dalam keyakinan, kekaburan
dan kebimbangan serta perbuatan yang tercela. Sedangkan lafal النور
bermakna sebaliknya yaitu keimanan, petunjuk, cahaya, keyakinan benar dan amal
shaleh, bahkan Ja’far as-Shadiq, salah satu imam Syi’ah berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan an-nur dalam ayat ini adalah keluarga dan keturunan
Rasulullah.[6]
Untuk lafal الطاغوت terkadang berarti syetan, yang
menjerumuskan ke dalam kesesatan, kesenangan, Ka’ab bin Asyraf, berhala, hawa
nafsu dan makhluk yang menyesatkan
2.
Tafsir Kalimat
Ayat ini terdiri dari beberapa kalimat yang dapat
ditafsirkan satu persatu untuk memudahkan pemahaman terhadap kandungannya.
الله ولي الذين آمنوا
Maksud dari kalimat ini adalah bahwa
hanya Allah yang senantiasa dekat dengan orang mukmin sehingga Allah langsung membantu,
menolong dan membimbing serta memberi
petunjuk kepada hamba-hambanya yang beriman. Menurut Muhammad Abduh,[7]
tak seorangpun yang menjadi wali dan penguasa orang-orang beriman kecuali hanya
Allah. Hal itu bisa terjadi karena orang beriman bisa menggunakan
petunjuk-petunjuk yang telah diberikan oleh Allah seperti panca indra, akal dan
agama dalam menangkal segala kekaburan dan kebimbangan yang senantiasa
ditiupkan oleh syetan. Dengan menggunakan kekuatan kekuasan ilahi yang ada
dalam hati, orang mukmin mampu menangkis segala kegelapan dengan kilauan cahaya
kebenaran dan pada akhirnya mampu keluar dari kegelapan itu dengan mudah.
يخرجهم
من الظلمات الى النور
Allah mengeluarkan mereka (orang mukmin) dari kegelapan kekufuran
menuju cahaya keimanan. Dengan petunjuk dan taufiq Allah, mereka mampu keluar
dari kegelapan kekufuran, maksiat, kekaburan, kebimbangan hingga segala
kelemahan menuju cahaya iman, taat, keyakinan hingga cahaya kekuatan yang jelas
lagi nyata[8].
Menurut
al-Mawardi,[9]
kalimat ini mengandung dua pengertian yaitu Allah mengeluarkan hamba-Nya yang
beriman dari kegelapan kesesatan menuju cahaya petunjuk atau mengeluarkannya
dari kegelapan siksaan api neraka menuju cahaya pahala surga. Al-Gharnathi,
pengarang kitab al-Bahr al-Muhith lebih menekankan kepada makna kata يخرجهم.
Jika lafal ini menggunakan makna aslinya (mengeluarkan) maka kalimat ini khusus berlaku bagi orang kafir yang
masuk Islam saja, namun jika menggunakan makna majazi (bukan makna
aslinya) maka kalimat ini memiliki pengertian bahwa Allah mencegah dan menghalangi
orang mukmin agar tidak terjerumus kedalam kegelapan. Maksudnya, seandainya
orang mukmin tidak mendapatkan taufiq Allah maka niscaya mereka akan terjerumus
ke dalam kesesatan.
Mayoritas ulama menafsirkan lafal an-nur dengan
keimanan sedangkan azh-zhulumat diartikan dengan kekufuran, bahkan semua
kata an-nur dan zhulumat dalam al-Qur’an pasti yang dimaksud
adalah keimanan dan kekufuran kecuali pada ayat pertama Surah al-An’am, maka
yang dimaksud adalah siang dan malam. Allah menggunakan lafal zhulumat pada
setiap kekufuran karena antara keduanya memiliki kesamaan dalam aspek sama-sama
menjadi penutup dan penghalang. Kalau zhulumat menghalangi pandangan untuk
mengetahui sesuatu, begitu juga kekufuran menghalangi hati untuk mengetahui
hakikat keimanan. Sedangkan cahaya dan keimanan
sama-sama menerangi jalan, baik jalan untuk mata kepala maupun jalan untuk mata
hati setiap insan agar tetap berjalan di atas rel-rel kehendak Tuhan Yang
Mahakuasa.
Kalimat ini juga memberi indikasi bahwa orang mukmin terbagi
dalam 3 tingkatan yaitu :
-
Al-’awam, Allah akan
menuntun mereka dari kegelapan kekufuran dan kesesatan pada cahaya keimanan dan
petunjuk.
-
Al-Khawash, akan diselamatkan
dari kegelapan sifat jasmani manusia menuju cahaya ruhani dan ilahi
(ketuhanan)
-
Khawash al-Khawash, akan
dikeluarkan dari kegelapan zat yang baru dan fana menuju zat cahaya hakiki nan kekal.[10]
والذين كفروا اولياؤهم الطاغوت
Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindung mereka
adalah syaitan yang senantiasa memperdayai mereka dengan segala kebodohan dan
kesesatan, atau segala yang menyesatkan dari jalan yang benar lagi lurus
seperti para normal, berhala, dan sejenisnya. Maksudnya, tak satupun yang
menguasai jiwa mereka kecuali persembahan-persembahan batil yang menggiring
kepada kesesatan. Sebagian ulama mengkhususkan kalimat ini kepada individual
manusia, seperti penafsiran ’Alaiddin al-baghdady[11] dengan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata والذين كفروا adalah orang Yahudi yang percaya
kepada nabi Muhammad namun setelah Muhammad diutus oleh Allah, mereka
mengingkarinya. Sedangkan kata thaghut ditafsirkan oleh beliau dengan
menunjuk individu Ka’ab bin Asyraf, Huyay bin Akhtab dan seluruh tokoh-tokoh
kelompok yang sesat.
Dari kalimat ini, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
apapun yang membelokkan dari kebenaran dan jalan yang lurus, apakah itu
jabatan, kekayaan, keturunan, dan segala kecongkakan maka itulah yang menjadi
penguasa dan penuntun jiwanya, bukan lagi Allah yang telah menciptakannya.
يخرجونهم من النور الى الظلمات
Yang mengeluarkan mereka dari cahaya keimanan kepada
kegelapan kekufuran. Tahghut berusaha menjerumuskan orang kafir dengan bisikan,
khayalan, kecemasan dan keraguan agar mereka mengikuti jalannya sehingga orang
kafir tersebut keluar dari cahaya iman yang bersifat fitrah (alami) munuju
kegelapan kekufuran, kerusakan dan bergelimang dengan hawa nafsu. Mereka
membungkus cahaya keyakinan yang ada pada diri mereka dengan segala
kemaksiatan, keraguan dan kekaburan sehingga cahaya itu tidak dapat berfungsi.
Menurut Imam al-Kalby,[12] kalimat
ini ditujukan kepada orang-orang yang beriman kepada Nabi Musa dan mulai juga
beriman kepada Nabi Muhammad namun pada akhirnya mereka mengingkarinya.
Komentar lain mengatakan, mereka keluar dari fitrah Islam yang dibawa sejak
lahir sebagaimana bunyi hadis[13] كل مولود يولد على
الفطرة , ada juga yang mengatakan keluar dari pengakuan dengan lisan
menuju kemunafikan atau keluar dari cahaya pahala surga kepada kegelapan
siksaan api neraka atau keluar dari cahaya akal menuju kegelapan kebodohan. Dan
komentar-komentar lain yang tidak mungkin semuanya dapat ditulis dalam makalah
ini.
Pada dasarnya, semua manusia tercipta dari dua unsur
yaitu jasmani dan rohani ilahi sehingga insting setiap insan percaya akan
adanya Tuhan Yang Mahakuasa. Salah satu cara thaghut menyesatkan manusia
adalah selalu berusaha memadamkan cahaya kebenaran yang setiap saat terdetik
dalam hati manusia dengan memalingkannya ke alam kebimbangan dan hiasan hawa
nafsu.
Kegelapan yang senantiasa dihembuskan thaghut
dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian :
-
kesesatan yang dapat menjerumuskan
seseorang lahir batin ke dalam lembah kesenangan hawa nafsu baik kesenangan
yang kasat mata maupun yang tidak seperti kekuasaan dan pangkat.
-
Kesesatan yang
menggiring ke dalam perbuatan keji dan munkar, kezaliman dan
kesewenang-wenangan hingga tak ada tempat bagi secercah cahaya iman dalam
hatinya.[14]
أولئك أصحاب النار هم فيها خالدون
Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya. Yang dimaksud dengan أولئك dalam kalimat ini adalah orang-orang kafir dan thaghut. Mereka
kekal dalam api neraka disebabkan oleh kelalaian dan kesesatan karena sesungguhnya
api neraka itu sangat layak diberikan kepada orang-orang yang senantiasa dalam
kegelapan sehingga tak tersisa sedikitpun cahaya kebenaran dan petunjuk dalam
hatinya yang dapat mengantarkan mereka ke dalam rumah cahaya dan keridhahan.
Apapun yang diperoleh dan dirasakan di akhirat nanti adalah hasil jerih payah
manusia di dunia.
Kalimat ini disebutkan sebagai peringatan bagi mereka
yang senantiasa berada dalam kegelapan dan kemaksiatan bahwa di akhirat nanti
ada balasan bagi mereka bila tidak mau sadar dan meninggalkan kesesatannaya.
Namun Allah tidak menyebutkan kalimatأولئك أصحاب الجنة هم فيها خالدون setelah kalimat يخرجهم من الظلمات
الى النور karena penghormatan terhadap orang-orang mukmin, sebab
penjelasan secara lafal tidaklah cukup untuk mewakili dan menceritakan balasan
yang telah disiapkan oleh Allah pada hari pembalasan nanti.
3.
Tafsir ayat (kesimpulan)
Ayat ini, bila dilihat dari teksnya saja maka menimbulkan
sebuah pertanyaan besar bagi kalangan pencinta al-Qur’an. Bagaimana mungkin orang
yang senantiasa beriman dan tidak pernah melakukan kekufuran disebut berada
dalam kegelapan kemudian Allah mengeluarkannya dari kegelapan itu, begitu juga
sebaliknya orang yang selama hidupnya berada dalam kesesatan dikatakan keluar
dari cahaya menuju kegelapan. Apakah mungkin bagi seseorang memiliki dua hal
yang bertentangan secara bersamaan yakni memiliki cahaya dan kegelapan atau
keimanan dan kekufuran?
Untuk menjawab pertanyaan ini, para mufassir berusaha
memberikan beberapa jawaban alternatif, salah satunya adalah Imam al-Jauzy[15] yang telah
mengelompokkan dalam 3 alternatif jawaban, yaitu :
a)
Perlindungan Allah kepada orang
mukmin agar tidak terjerumus ke dalam kesesatan itu berarti Allah mengeluarkan
mereka dari kegelapan kekufuran, sedangkan hiasan dan tipu daya penolong dan
kawan orang kafir agar berada dalam kesesatan dan menjauhi hidayah itu berarti
mereka mengeluarkan orang kafir itu dari petunjuk Allah, karena kata إخراج
bisa berarti mencegah atau menghalangi.
b)
Keimanan Ahl al-Kitab kepada
Nabi Muhammad sebelum terutus menjadi rasul dan kekafirannya setelah terutus
itu berarti keluar dari cahaya menuju kegelapan.
c)
Ketika mukjizat Rasulullah tampak
dan nyata maka orang yang menyalahi dan tidak mengakuinya berarti keluar dari
cahaya yang telah diketahuinya sedangkan orang yang percaya dan mengakui
berarti mereka keluar dari kegelapan kebodohan menuju cahaya pengetahuan.
Ayat ini juga mengandung informasi bagi manusia bahwa
Allah akan memberi petunjuk orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus yaitu
jalan keselamatan. Oleh karena itu Allah akan mengeluarkan hamba-hambanya dari
kegelapan kekafiran, keraguan, kebimbangan menuju cahaya kebenaran yang nyata
lagi mudah. Sedangkan orang-orang kafir, para pelindungnya adalah
syaitan-syaitan yang menghiasi dan menipu mereka agar melakukan kebodohan dan
kesesatan serta membelokkan mereka dari jalan kebenaran kepada jalan kekufuan
dan kebohongan. Akibat dari perbuatan mereka akan dimasukkan ke dalam api
neraka untuk selama-lamanya.
Oleh karena itu, dalam ayat ini lafal nur
berbentuk tunggal sedangkan zhulumat berbentuk jamak karena ada indikasi
bahwa cahaya keimanan adalah satu dalam hakikat dan subtansinya sedangkan
kekufuran beraneka ragam.[16] Jadi
siapapun yang beriman maka Allah akan membantunya untuk keluar dari jalan
kekufuran yang gelap gulita menuju cahaya keimanan yang terang benderang. Dan
siapapun yang kufur setelah datangnya nabi Muhammad yang telah mengajak pada
jalan yang benar maka syaitannlah yang telah menipunya sehingga Allah
memasukkan mereka ke dalam api neraka atas dasar keadilan-Nya.
Iman adalah cahaya yang pertama kali menyinari dan
menerangi eksistensi seorang mukmin yang memancar didalam hatinya dan yang
menyinari ruhnya sehingga menjadi terang, cerah dan memancarkan cahaya di sekelilingnya
dengan terang benderang. Cahaya yang menyingkap segala sesuatu, hakikat-hakikat
nilai dan semua pandangan hidup. Satu-satunya cahaya yang membimbing kepada
satu jalan yaitu jalan menuju Allah sedangkan kesesatan, kekafiran adalah
kegelapan-kegelapan yang bermacam-macam seperti kegelapan hawa nafsu, syahwat,
kebingungan, keterombang-ambingan, kesombongan, melampaui batas, kelemahan,
kehinaan dan riya serta kemunafikan. Kegelapan-kegelapan itu tidak dapat
dibatasi yang kesemuanya terjadi ketika manusia sudah menyimpang dari jalan
Allah, menerima jalan hidup selain dari Allah dan berpedoman kepada selain manhaj
Allah.
Quraish Shihab memaparkan bahwa sebelum mereka disentuh
oleh thaghut, mereka berada dalam cahaya yang bersemi dalam hati setiap
insan sejak kelahirannya karena semua manusia dilahirkan dalam keadaan suci
(HR. Bukhar, Muslim) dan di sisi lain, terdapat banyak tanda-tanda akan kebenaran
dan keagungan Allah yang nyata dan bertebaran di mana-mana sehingga manusia
berpotensi untuk berada dalam cahaya keimanan akan tetapi thaghutlah
yang mengeluarkan mereka dari cahaya itu sehingga bukti-bukti keagungan Allah
mereka abaikan.[17]
- Hikmah
Setelah menelaah ayat ini dengan cermat, maka akan
ditemukan beberapa hikmah yang terkandung di dalamnya , antara lain:
1.
ayat ini diawali dengan nama Allah sebagai
petunjuk bahwa orang mukmin sangat mulya di sisi Allah Swt, sehingga pembahasan
mereka diawali dengan nama-Nya dan sebelumn ayat ini terdapat kalimat والله سميع عليمmaka sewajarnyalah ayat ini dimulai
dengan nama Allah karena ada kedekatan dengan kalimat sebelumnya.
2.
pada pembahasan masalah orang kafir,
kalimatnya dimulai dengan nama mereka sebagai penghinaan dan perendahan bagi
mereka sekaligus menginformasikan bahwa penolong mereka adalah para thaghut.
3.
kalimat pertama dengan kalimat kedua
berbeda dalam susunannya. Allah lebih dahulu menyebut nama-Nya akan tetapi di
saat menyebutkan thaghut, Allah memulainya dengan kata والذين كفرواkemudian
dilanjutkan dengan kata الطاغوت. karena untuk menghilangkan dugaan
bahwa dalam ayat ini ada indikasi dan tujuan membandingkan antara thaghut dengan
Allah SWT. atau memperhadapkannya.[18]
4.
ayat ini juga berindikasi bahwa
kasih sayang Allah terhadap orang mukmin dalam masalah yang terkait dengan
agama lebih banyak ketimbang kasih sayang-Nya kepada orang kafir dengan bukti
Allah menjadikan dirinya sebagai wali orang
mukmin
REFERENSI
Ø al-Qurthuby,
‘Abdillah, Abu, Tafsir al-Qurthuby (Bairut Lebanon, Dar al-Kutub
al-‘Arabiyah, 2003)
Ø ar-Razy,
Fakhruddin, Muhammad, Mafatih al-Ghaib (Bairut Lebanon, Dar al-Fikr,
1994)
Ø al-Mawardi, Abu al-Hasan an-Nukat
wa al-‘Uyun (Bairut Lebanon,
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah)
Ø al-Buqa’y,
Burhanuddin, Nudzam ad-Durar (Bairut Lebanon, Dar al-Kutub al-’Ilmiyah,
1995)
Ø Thabathaba’y,
Muhammad, Tafsir al-Mizan (Bairut Lebanon, Muassasah al-A’lamy,1983)
Ø Muhammad
Abduh, Tafsir al-Manar, (Bairut Lebanon, Dar al-Ma’rifah)
Ø al-Barusawy,
Haqqy, Tafsir Ruh al-Bayan (Bairut Lebanon, Dar al-Fikr)
Ø an-Naisabury,
Nizhamuddin, Tafsir Gharaib al-Qur’an, (Bairut, Dar al-Kutub
al-‘Ilmiyah, 1996)
Ø al-Baghdady,
‘Alaiddin, Tafsir al-Khazin (Bairut Lebanon, Dar al-Kutub al-‘Ilmiah,
1995)
Ø al-Gharnathy,
bin Yusuf, Muhammad, Al-Bahr al-Muhith (Bairut Lebanon, Dar
al-Fikr, 1992)
Ø al-Jauzy,
Abu al-Farraj, Zad al-Masir, (Bairut Lebanon, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah,
1994)
Ø ad-Dimasyqy, Ibnu Katsir, tafsir al-Qur’an al-Karim (Bairut,
Dar al-Kutub al-‘Ilmiah, 1998)
Ø Shihab,
Quraish, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta, Lentera Hati, 2005)
Ø Al-Bukhary,
bin Ismail, Muhammad, Shahih al-Bukhari (Bairut Lebanon, Dar Ibni
Katsir, al-Yamamah, 1987)
Ø
An-Naisabury,
bin al-Hajjaj, Muslim, Shahih Muslim (Bairut Lebanon, Dar Ihya at-Turats
al-‘Ilmy)
[1] Abu ‘Abdillah al-Qurthuby, Tafsir al-Qurthuby (Bairut Lebanon,
Dar al-Kutub al-‘Arabiyah, 2003) Jld. I h. 270
[2]
Muhammad, ar-Razy
Fakhruddin, Mafatih al-Ghaib (Bairut Lebanon, Dar al-Fikr, 1994) h.
18
[3] Abu al-Hasan al-Mawardi, an-Nukat
wa al-‘Uyun (Bairut Lebanon,
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah) h.328
[4]
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta, Lentera Hati, 2005) jilid 1 hal. 555
[5] Burhanuddin al-Buqa’y, Nudzam ad-Durar (Bairut Lebanon, Dar
al-Kutub al-’Ilmiyah, 1995) h. 502
[6] Muhammad Thabathaba’y, Tafsir al-Mizan (Bairut Lebanon,
Muassasah al-A’lamy,1983) h.347
[7] Muhammad Abduh, Tafsir al-Manar, (Bairut Lebanon, Dar
al-Ma’rifah) h.40
[8]
Haqqy al-Barusawy, Tafsir Ruh al-Bayan (Bairut Lebanon, Dar al-Fikr)
h.408
[9] Abu al-Hasan al-Mawardi, Op.Cit,
h.328
[10] Nizhamuddin an-Naisabury, Tafsir
Gharaib al-Qur’an, (Bairut, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1996) h.20
[11] ‘Alaiddin al-Baghdady, Tafsir
al-Khazin (Bairut Lebanon, Dar al-Kutub
al-‘Ilmiah, 1995) h. 192
[12] Muhammad bin Yusuf al-Gharnathy,
Al-Bahr al-Muhith (Bairut Lebanon, Dar al-Fikr, 1992) h.619
[13] Hadis ini diriwayatkan oleh Imam
Bukhari, Muslim, at-Turmudzi, Abu Daud, Ahmad dan Malik
[14] Muhammad Abduh, Op.Cit, h.
41
[15] Abu al-Farraj al-Jauzy, Zad
al-Masir, (Bairut Lebanon, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1994) h.252
[16] Ibnu Katsir ad-Dimasyqy, tafsir al-Qur’an al-Karim (Bairut, Dar
al-Kutub al-‘Ilmiah, 1998) jilid 1 hal. 524
[17] Quraish Shihab, Op.Cit, h.
555
[18] Muhammad bin Yusuf al-Gharnathi,
Op.Cit, h.618
0 komentar:
Posting Komentar
apakah anda tidak menemukan yang anda cari??? silahkan tuliskan sesuatu yang anda cari itu....