Rabu, 15 Juni 2011

TAFSIR AL BAQARAH AYAT 257



Tafsir Ayat 257 Surah Al-Baqarah
  1. Lafal Ayat
الله ولي الذين آمنوا يخرجهم من الظلمات الى النور والذين كفروا أولياؤهم الطاغوت
يخرجونهم من النور الى الظلمات أولئك أصحاب النار هم فيها خالدون (257)
B.     Terjemah
“Allah pelindung orang-orang yang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari aneka kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindung mereka adalah syaitan yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran) mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”
C.    Asbab Nuzul
Ulama memberikan beberapa komentar mengenai asbab an-nuzul ayat ini, untuk lebih memudahkan, akan diurut sebagai berikut:
1.      Menurut Imam Mujahid, ayat ini turun kepada kaum (kelompok) yang beriman kepada Nabi Isa dan kaum yang tidak beriman, namun pada saat nabi Muhammad diutus oleh Allah, kelompok yang beriman tersebut mengingkari kenabian Muhammad sedangkan kaum yang kufur malah beriman kepada Nabi Muhammad.[1]
2.      Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa ayat ini turun kepada kaum yang beriman kepada Nabi Isa AS dengan menganut agama nasrani (kristen) padahal Islam sudah ada dengan alasan bahwa semua agama itu sama, namun pada akhirnya mereka beriman kepada Nabi Muhammad SAW.   
3.      Kelompok lain berpendapat bahwa ayat ini turun kepada setiap orang kafir yang masuk Islam.[2]
4.      Ada juga yang berpendapat bahwa ayat ini turun kepada orang-orang yang murtad, atau turun kepada orang yang tetap bertahan dalam kekufuran[3]     
Semua asbab an-nuzul yang tertera diatas terkait dengan teks lafal itu sendiri yang pada intinya menceritakan bahwa ada orang yang dikeluarkan dari cahaya iman menuju kegelapan kekafiran dan ada pula yang diselamatkan dari kegelapan menuju cahaya yang terang berderang.       

D.    Munasabah
Munasabah yang terkait dengan ayat ini dapat dikelompokkan dalam dua bagian yaitu munasabah antarayat dan munasabah antara kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat.
1.      Munasabah ayat ini dengan ayat sebelum dan sesudahnya adalah kalau ayat sebelumnya berbicara tentang usaha manusia dengan berpegang teguh pada gantungan tali yang kukuh, ayat ini menjelaskan bahwa selama sikapnya seperti itu maka mereka tidak akan sendirian karena Allah akan senantiasa menjadi walinya yang siap selalu untuk membantu, menolong dan melindunginya. Penjelasan Allah dalam ayat ini bahwa Dia menjadi wali orang-orang yang beriman sedangkan thaghut menjadi penolong orang kafir maka ayat berikutnya menegaskan beberapa contoh kedekatan, bantuan, dan perlindungan Allah terhadap orang yang beriman begitu juga kedekatan thaghut dengan orang-orang kafir.[4]
2.      Munasabah antarkalimat dalam ayat ini adalah setelah Allah menyebutkan bahwa Dialah yang menjadi wali orang mukmin maka sangat layaklah kalau kalimat berikutnya menjelaskan siapa yang menjadi wali orang kafir dan balasan apa yang akan diterima sebagai balasan atas perbuatan mereka.[5]       
E.     Tafsir
1.      Tafsir Mufradat
Lafal ولي memiliki beberapa makna antara lain; yang menolong, Yang mencintai, yang menguasai urusan dan yang memberi petunjuk. Lafalالظلمات  terkadang diartikan kekufuran, kesesatan, kegelapan, kebodohan dalam keyakinan, kekaburan dan kebimbangan serta perbuatan yang tercela. Sedangkan lafal النور bermakna sebaliknya yaitu keimanan, petunjuk, cahaya, keyakinan benar dan amal shaleh, bahkan Ja’far as-Shadiq, salah satu imam Syi’ah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan an-nur dalam ayat ini adalah keluarga dan keturunan Rasulullah.[6] Untuk lafal الطاغوت terkadang berarti syetan, yang menjerumuskan ke dalam kesesatan, kesenangan, Ka’ab bin Asyraf, berhala, hawa nafsu dan makhluk yang menyesatkan  
2.      Tafsir Kalimat
Ayat ini terdiri dari beberapa kalimat yang dapat ditafsirkan satu persatu untuk memudahkan pemahaman terhadap kandungannya.
الله ولي الذين آمنوا  
Maksud dari kalimat ini adalah bahwa hanya Allah yang senantiasa dekat dengan orang mukmin sehingga Allah langsung membantu, menolong dan membimbing serta memberi petunjuk kepada hamba-hambanya yang beriman. Menurut Muhammad Abduh,[7] tak seorangpun yang menjadi wali dan penguasa orang-orang beriman kecuali hanya Allah. Hal itu bisa terjadi karena orang beriman bisa menggunakan petunjuk-petunjuk yang telah diberikan oleh Allah seperti panca indra, akal dan agama dalam menangkal segala kekaburan dan kebimbangan yang senantiasa ditiupkan oleh syetan. Dengan menggunakan kekuatan kekuasan ilahi yang ada dalam hati, orang mukmin mampu menangkis segala kegelapan dengan kilauan cahaya kebenaran dan pada akhirnya mampu keluar dari kegelapan itu dengan mudah.        
يخرجهم من الظلمات الى النور
Allah mengeluarkan mereka (orang mukmin) dari kegelapan kekufuran menuju cahaya keimanan. Dengan petunjuk dan taufiq Allah, mereka mampu keluar dari kegelapan kekufuran, maksiat, kekaburan, kebimbangan hingga segala kelemahan menuju cahaya iman, taat, keyakinan hingga cahaya kekuatan yang jelas lagi nyata[8].  
   Menurut al-Mawardi,[9] kalimat ini mengandung dua pengertian yaitu Allah mengeluarkan hamba-Nya yang beriman dari kegelapan kesesatan menuju cahaya petunjuk atau mengeluarkannya dari kegelapan siksaan api neraka menuju cahaya pahala surga. Al-Gharnathi, pengarang kitab al-Bahr al-Muhith lebih menekankan kepada makna kata يخرجهم. Jika lafal ini menggunakan makna aslinya (mengeluarkan) maka kalimat ini khusus berlaku bagi orang kafir yang masuk Islam saja, namun jika menggunakan makna majazi (bukan makna aslinya) maka kalimat ini memiliki pengertian bahwa Allah mencegah dan menghalangi orang mukmin agar tidak terjerumus kedalam kegelapan. Maksudnya, seandainya orang mukmin tidak mendapatkan taufiq Allah maka niscaya mereka akan terjerumus ke dalam kesesatan.
Mayoritas ulama menafsirkan lafal an-nur dengan keimanan sedangkan azh-zhulumat diartikan dengan kekufuran, bahkan semua kata an-nur dan zhulumat dalam al-Qur’an pasti yang dimaksud adalah keimanan dan kekufuran kecuali pada ayat pertama Surah al-An’am, maka yang dimaksud adalah siang dan malam. Allah menggunakan lafal zhulumat pada setiap kekufuran karena antara keduanya memiliki kesamaan dalam aspek sama-sama menjadi penutup dan penghalang. Kalau zhulumat menghalangi pandangan untuk mengetahui sesuatu, begitu juga kekufuran menghalangi hati untuk mengetahui hakikat keimanan. Sedangkan cahaya dan keimanan sama-sama menerangi jalan, baik jalan untuk mata kepala maupun jalan untuk mata hati setiap insan agar tetap berjalan di atas rel-rel kehendak Tuhan Yang Mahakuasa.
Kalimat ini juga memberi indikasi bahwa orang mukmin terbagi dalam 3 tingkatan yaitu :
-        Al-’awam, Allah akan menuntun mereka dari kegelapan kekufuran dan kesesatan pada cahaya keimanan dan petunjuk.  
-        Al-Khawash, akan diselamatkan dari kegelapan sifat jasmani manusia menuju cahaya ruhani dan ilahi (ketuhanan)    
-        Khawash al-Khawash, akan dikeluarkan dari kegelapan zat yang baru dan fana menuju zat cahaya hakiki nan kekal.[10]            
والذين كفروا اولياؤهم الطاغوت  
Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindung mereka adalah syaitan yang senantiasa memperdayai mereka dengan segala kebodohan dan kesesatan, atau segala yang menyesatkan dari jalan yang benar lagi lurus seperti para normal, berhala, dan sejenisnya. Maksudnya, tak satupun yang menguasai jiwa mereka kecuali persembahan-persembahan batil yang menggiring kepada kesesatan. Sebagian ulama mengkhususkan kalimat ini kepada individual manusia, seperti penafsiran ’Alaiddin al-baghdady[11] dengan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata والذين كفروا adalah orang Yahudi yang percaya kepada nabi Muhammad namun setelah Muhammad diutus oleh Allah, mereka mengingkarinya. Sedangkan kata thaghut ditafsirkan oleh beliau dengan menunjuk individu Ka’ab bin Asyraf, Huyay bin Akhtab dan seluruh tokoh-tokoh kelompok yang sesat.
Dari kalimat ini, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa apapun yang membelokkan dari kebenaran dan jalan yang lurus, apakah itu jabatan, kekayaan, keturunan, dan segala kecongkakan maka itulah yang menjadi penguasa dan penuntun jiwanya, bukan lagi Allah yang telah menciptakannya.
يخرجونهم من النور الى الظلمات            
Yang mengeluarkan mereka dari cahaya keimanan kepada kegelapan kekufuran. Tahghut berusaha menjerumuskan orang kafir dengan bisikan, khayalan, kecemasan dan keraguan agar mereka mengikuti jalannya sehingga orang kafir tersebut keluar dari cahaya iman yang bersifat fitrah (alami) munuju kegelapan kekufuran, kerusakan dan bergelimang dengan hawa nafsu. Mereka membungkus cahaya keyakinan yang ada pada diri mereka dengan segala kemaksiatan, keraguan dan kekaburan sehingga cahaya itu tidak dapat berfungsi.
Menurut Imam al-Kalby,[12] kalimat ini ditujukan kepada orang-orang yang beriman kepada Nabi Musa dan mulai juga beriman kepada Nabi Muhammad namun pada akhirnya mereka mengingkarinya. Komentar lain mengatakan, mereka keluar dari fitrah Islam yang dibawa sejak lahir sebagaimana bunyi hadis[13] كل مولود يولد على الفطرة , ada juga yang mengatakan keluar dari pengakuan dengan lisan menuju kemunafikan atau keluar dari cahaya pahala surga kepada kegelapan siksaan api neraka atau keluar dari cahaya akal menuju kegelapan kebodohan. Dan komentar-komentar lain yang tidak mungkin semuanya dapat ditulis dalam makalah ini.     
Pada dasarnya, semua manusia tercipta dari dua unsur yaitu jasmani dan rohani ilahi sehingga insting setiap insan percaya akan adanya Tuhan Yang Mahakuasa. Salah satu cara thaghut menyesatkan manusia adalah selalu berusaha memadamkan cahaya kebenaran yang setiap saat terdetik dalam hati manusia dengan memalingkannya ke alam kebimbangan dan hiasan hawa nafsu.
Kegelapan yang senantiasa dihembuskan thaghut dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian :
-         kesesatan yang dapat menjerumuskan seseorang lahir batin ke dalam lembah kesenangan hawa nafsu baik kesenangan yang kasat mata maupun yang tidak seperti kekuasaan dan pangkat.            
-                   Kesesatan yang menggiring ke dalam perbuatan keji dan munkar, kezaliman dan kesewenang-wenangan hingga tak ada tempat bagi secercah cahaya iman dalam hatinya.[14]
أولئك أصحاب النار هم فيها خالدون
Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Yang dimaksud dengan أولئك dalam kalimat ini adalah orang-orang kafir dan thaghut. Mereka kekal dalam api neraka disebabkan oleh kelalaian dan kesesatan karena sesungguhnya api neraka itu sangat layak diberikan kepada orang-orang yang senantiasa dalam kegelapan sehingga tak tersisa sedikitpun cahaya kebenaran dan petunjuk dalam hatinya yang dapat mengantarkan mereka ke dalam rumah cahaya dan keridhahan. Apapun yang diperoleh dan dirasakan di akhirat nanti adalah hasil jerih payah manusia di dunia.
Kalimat ini disebutkan sebagai peringatan bagi mereka yang senantiasa berada dalam kegelapan dan kemaksiatan bahwa di akhirat nanti ada balasan bagi mereka bila tidak mau sadar dan meninggalkan kesesatannaya. Namun Allah tidak menyebutkan kalimatأولئك أصحاب الجنة هم فيها خالدون  setelah kalimat يخرجهم من الظلمات الى النور karena penghormatan terhadap orang-orang mukmin, sebab penjelasan secara lafal tidaklah cukup untuk mewakili dan menceritakan balasan yang telah disiapkan oleh Allah pada hari pembalasan nanti.     
3.      Tafsir ayat (kesimpulan)
Ayat ini, bila dilihat dari teksnya saja maka menimbulkan sebuah pertanyaan besar bagi kalangan pencinta al-Qur’an. Bagaimana mungkin orang yang senantiasa beriman dan tidak pernah melakukan kekufuran disebut berada dalam kegelapan kemudian Allah mengeluarkannya dari kegelapan itu, begitu juga sebaliknya orang yang selama hidupnya berada dalam kesesatan dikatakan keluar dari cahaya menuju kegelapan. Apakah mungkin bagi seseorang memiliki dua hal yang bertentangan secara bersamaan yakni memiliki cahaya dan kegelapan atau keimanan dan kekufuran?
Untuk menjawab pertanyaan ini, para mufassir berusaha memberikan beberapa jawaban alternatif, salah satunya adalah Imam al-Jauzy[15] yang telah mengelompokkan dalam 3 alternatif jawaban, yaitu :
a)       Perlindungan Allah kepada orang mukmin agar tidak terjerumus ke dalam kesesatan itu berarti Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan kekufuran, sedangkan hiasan dan tipu daya penolong dan kawan orang kafir agar berada dalam kesesatan dan menjauhi hidayah itu berarti mereka mengeluarkan orang kafir itu dari petunjuk Allah, karena kata إخراج bisa berarti mencegah atau menghalangi. 
b)      Keimanan Ahl al-Kitab kepada Nabi Muhammad sebelum terutus menjadi rasul dan kekafirannya setelah terutus itu berarti keluar dari cahaya menuju kegelapan.   
c)       Ketika mukjizat Rasulullah tampak dan nyata maka orang yang menyalahi dan tidak mengakuinya berarti keluar dari cahaya yang telah diketahuinya sedangkan orang yang percaya dan mengakui berarti mereka keluar dari kegelapan kebodohan menuju cahaya pengetahuan.
Ayat ini juga mengandung informasi bagi manusia bahwa Allah akan memberi petunjuk orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus yaitu jalan keselamatan. Oleh karena itu Allah akan mengeluarkan hamba-hambanya dari kegelapan kekafiran, keraguan, kebimbangan menuju cahaya kebenaran yang nyata lagi mudah. Sedangkan orang-orang kafir, para pelindungnya adalah syaitan-syaitan yang menghiasi dan menipu mereka agar melakukan kebodohan dan kesesatan serta membelokkan mereka dari jalan kebenaran kepada jalan kekufuan dan kebohongan. Akibat dari perbuatan mereka akan dimasukkan ke dalam api neraka untuk selama-lamanya.
Oleh karena itu, dalam ayat ini lafal nur berbentuk tunggal sedangkan zhulumat berbentuk jamak karena ada indikasi bahwa cahaya keimanan adalah satu dalam hakikat dan subtansinya sedangkan kekufuran beraneka ragam.[16] Jadi siapapun yang beriman maka Allah akan membantunya untuk keluar dari jalan kekufuran yang gelap gulita menuju cahaya keimanan yang terang benderang. Dan siapapun yang kufur setelah datangnya nabi Muhammad yang telah mengajak pada jalan yang benar maka syaitannlah yang telah menipunya sehingga Allah memasukkan mereka ke dalam api neraka atas dasar keadilan-Nya.     
Iman adalah cahaya yang pertama kali menyinari dan menerangi eksistensi seorang mukmin yang memancar didalam hatinya dan yang menyinari ruhnya sehingga menjadi terang, cerah dan memancarkan cahaya di sekelilingnya dengan terang benderang. Cahaya yang menyingkap segala sesuatu, hakikat-hakikat nilai dan semua pandangan hidup. Satu-satunya cahaya yang membimbing kepada satu jalan yaitu jalan menuju Allah sedangkan kesesatan, kekafiran adalah kegelapan-kegelapan yang bermacam-macam seperti kegelapan hawa nafsu, syahwat, kebingungan, keterombang-ambingan, kesombongan, melampaui batas, kelemahan, kehinaan dan riya serta kemunafikan. Kegelapan-kegelapan itu tidak dapat dibatasi yang kesemuanya terjadi ketika manusia sudah menyimpang dari jalan Allah, menerima jalan hidup selain dari Allah dan berpedoman kepada selain manhaj Allah.
Quraish Shihab memaparkan bahwa sebelum mereka disentuh oleh thaghut, mereka berada dalam cahaya yang bersemi dalam hati setiap insan sejak kelahirannya karena semua manusia dilahirkan dalam keadaan suci (HR. Bukhar, Muslim) dan di sisi lain, terdapat banyak tanda-tanda akan kebenaran dan keagungan Allah yang nyata dan bertebaran di mana-mana sehingga manusia berpotensi untuk berada dalam cahaya keimanan akan tetapi thaghutlah yang mengeluarkan mereka dari cahaya itu sehingga bukti-bukti keagungan Allah mereka abaikan.[17]                   
  1. Hikmah  
Setelah menelaah ayat ini dengan cermat, maka akan ditemukan beberapa hikmah yang terkandung di dalamnya , antara lain:
1.      ayat ini diawali dengan nama Allah sebagai petunjuk bahwa orang mukmin sangat mulya di sisi Allah Swt, sehingga pembahasan mereka diawali dengan nama-Nya dan sebelumn ayat ini terdapat kalimat  والله سميع عليمmaka sewajarnyalah ayat ini dimulai dengan nama Allah karena ada kedekatan dengan kalimat sebelumnya.
2.      pada pembahasan masalah orang kafir, kalimatnya dimulai dengan nama mereka sebagai penghinaan dan perendahan bagi mereka sekaligus menginformasikan bahwa penolong mereka adalah para thaghut.
3.      kalimat pertama dengan kalimat kedua berbeda dalam susunannya. Allah lebih dahulu menyebut nama-Nya akan tetapi di saat menyebutkan thaghut, Allah memulainya dengan kata  والذين كفرواkemudian dilanjutkan dengan kata الطاغوت. karena untuk menghilangkan dugaan bahwa dalam ayat ini ada indikasi dan tujuan membandingkan antara thaghut dengan Allah SWT. atau memperhadapkannya.[18]
4.      ayat ini juga berindikasi bahwa kasih sayang Allah terhadap orang mukmin dalam masalah yang terkait dengan agama lebih banyak ketimbang kasih sayang-Nya kepada orang kafir dengan bukti Allah menjadikan dirinya sebagai wali orang  mukmin

REFERENSI
Ø   al-Qurthuby, ‘Abdillah, Abu, Tafsir al-Qurthuby (Bairut Lebanon, Dar al-Kutub al-‘Arabiyah, 2003)
Ø   ar-Razy, Fakhruddin, Muhammad, Mafatih al-Ghaib (Bairut Lebanon, Dar al-Fikr, 1994)
Ø   al-Mawardi, Abu al-Hasan an-Nukat wa al-‘Uyun (Bairut Lebanon, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah)
Ø   al-Buqa’y, Burhanuddin, Nudzam ad-Durar (Bairut Lebanon, Dar al-Kutub al-’Ilmiyah, 1995)
Ø   Thabathaba’y, Muhammad, Tafsir al-Mizan (Bairut Lebanon, Muassasah al-A’lamy,1983)
Ø   Muhammad Abduh, Tafsir al-Manar, (Bairut Lebanon, Dar al-Ma’rifah)
Ø   al-Barusawy, Haqqy, Tafsir Ruh al-Bayan (Bairut Lebanon, Dar al-Fikr)
Ø   an-Naisabury, Nizhamuddin, Tafsir Gharaib al-Qur’an, (Bairut, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1996)
Ø   al-Baghdady, ‘Alaiddin, Tafsir al-Khazin (Bairut Lebanon, Dar al-Kutub al-‘Ilmiah, 1995)
Ø   al-Gharnathy, bin Yusuf, Muhammad, Al-Bahr al-Muhith (Bairut Lebanon, Dar al-Fikr, 1992)
Ø   al-Jauzy, Abu al-Farraj, Zad al-Masir, (Bairut Lebanon, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1994)
Ø   ad-Dimasyqy, Ibnu Katsir, tafsir al-Qur’an al-Karim (Bairut, Dar al-Kutub al-‘Ilmiah, 1998)
Ø   Shihab, Quraish, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta, Lentera Hati, 2005) 
Ø   Al-Bukhary, bin Ismail, Muhammad, Shahih al-Bukhari (Bairut Lebanon, Dar Ibni Katsir, al-Yamamah, 1987)  
Ø   An-Naisabury, bin al-Hajjaj, Muslim, Shahih Muslim (Bairut Lebanon, Dar Ihya at-Turats al-‘Ilmy)  


[1] Abu ‘Abdillah al-Qurthuby, Tafsir al-Qurthuby (Bairut Lebanon, Dar al-Kutub al-‘Arabiyah, 2003) Jld. I h. 270
[2] Muhammad, ar-Razy Fakhruddin, Mafatih al-Ghaib (Bairut Lebanon, Dar al-Fikr, 1994) h. 18 
[3] Abu al-Hasan al-Mawardi, an-Nukat wa al-‘Uyun (Bairut Lebanon, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah) h.328
[4] Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta, Lentera Hati, 2005) jilid 1 hal. 555
[5] Burhanuddin al-Buqa’y, Nudzam ad-Durar (Bairut Lebanon, Dar al-Kutub al-’Ilmiyah, 1995) h. 502
[6] Muhammad Thabathaba’y, Tafsir al-Mizan (Bairut Lebanon, Muassasah al-A’lamy,1983) h.347
[7] Muhammad Abduh, Tafsir al-Manar, (Bairut Lebanon, Dar al-Ma’rifah) h.40
[8] Haqqy al-Barusawy, Tafsir Ruh al-Bayan (Bairut Lebanon, Dar al-Fikr) h.408
[9] Abu al-Hasan al-Mawardi, Op.Cit, h.328
[10] Nizhamuddin an-Naisabury, Tafsir Gharaib al-Qur’an, (Bairut, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1996) h.20  
[11] ‘Alaiddin al-Baghdady, Tafsir al-Khazin (Bairut Lebanon, Dar al-Kutub al-‘Ilmiah, 1995) h. 192
[12] Muhammad bin Yusuf al-Gharnathy, Al-Bahr al-Muhith (Bairut Lebanon, Dar al-Fikr, 1992) h.619
[13] Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, at-Turmudzi, Abu Daud, Ahmad dan Malik
[14] Muhammad Abduh, Op.Cit, h. 41
[15] Abu al-Farraj al-Jauzy, Zad al-Masir, (Bairut Lebanon, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1994) h.252
[16] Ibnu Katsir ad-Dimasyqy, tafsir al-Qur’an al-Karim (Bairut, Dar al-Kutub al-‘Ilmiah, 1998) jilid 1 hal. 524  
[17] Quraish Shihab, Op.Cit, h. 555
[18] Muhammad bin Yusuf al-Gharnathi, Op.Cit, h.618

0 komentar:

Posting Komentar

apakah anda tidak menemukan yang anda cari??? silahkan tuliskan sesuatu yang anda cari itu....

FACEBOOK COMENT

ARTIKEL SEBELUMNYA

 
Blogger Templates