BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Al-Qur’an memotifasi manusia untuk
mempergunakan akal, seraya berfikir dan meneliti alam semesta ini yang merupakan
salah satu dari tanda-tanda kekuasaaNya.
Al-Qur’an selain sebagai petunjuk
bagi umat manusia , ia juga merupakan salah satu bahan pustaka yang memberikan
informasi yang sangat luas terhadap alam semesta ini, bagi setiap orang yang
mengkaji secara mendalam kandungan ayat-ayatnya secara obyektif, maka mereka
pasti akan tekjub dengan informasi yang digambarkan oleh al-Qur’an, bagaiman
tidak, ia adalah kitab yang diturunkan oleh Rabb al-‘a>lami>n (Pengatur,
pendidik alam semesta)
Dalam sejarah peradaban dan
intlektual manusia al-Qur’an merupakan kitab yang dikaji secara antusius, baik
pendukung atau penentangnya, Ia merupakan referensi bagi manusia yang sangat
lengkap dan sudah banyak melahirkan karya-karya.
Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dari masa kemasa sudah banyak teori yang dihasilkan oleh manusia
untuk menyingkap rahasia-rahasia dibalik tabir ayat-ayat al-Qur’an, setiap
metode yang dipakai untuk menafsirkan al-Qur’an akan mempunyai penafsiran
tersendiri dan berbeda dengan penafsiran periode sebelumnya tanpa mengurangi
atau menambah ayat ayat al-Qur’an, namun demikian belum pernah ditemukan ayat-ayat
al-Qur’an yang bertentangan dengan kondisi zaman, hal semakin memperjelas bahwa
al-Qur’an adalah sebuah kitab yang sa>lih li kulli zama>n wa maka>n
mampu untuk menjawab tantangan setiap zaman yang dilaluinya .
2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
dari uraian diatas maka penulis membatasi permasalahan sebagai berikut :
1.
Apa yang dimaksud
dengan Ilmu Pengetahuan
2.
Bagaimana Metode
Pengetahuan
3.
Apa itu Metode Ilmu
dan Teori Kebenaran
4.
Bagaimana Kedudukan
al-Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori penelitian
Tafsir
Sebelum membahas makalah ini lebih
lanjut maka perlu untuk menjelaskan maksud dari judul ini. Adapun judul makalah
ini adalah TEORI TEORI PENELITIAN TAFSIR
Teori berarti
pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan mengenai suatu peristiwa
(kejadian); dan berarti pula asas-asas dan hukum-hukum umum yang menjadi dasar
suatu kesenian atau ilmu pengetahuan. Selain itu, teori dapat pula berarti
pendapat cara-cara, dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu.[1]Teori
adalah alat terpenting suatu ilmu pengetahuan, tanpa teori berarti hanya ada
serangkaian fakta atau data saja dan tidak ada Ilmu Pengetahuan. Teori itu:
a.
Menyimpulkan
generalisasi fakta-fakta
b.
Memberi kerangka
orientasi untuk analisis dan klasifikasi fakta-fakta
c.
Meramalkan gejala-gejala
baru
d.
Mengisi kekosongan
pengetahuan tentang gejala-gejala yang telah ada atau sedang terjadi.[2]
Adapun Penelitian berasal
dari kata teliti yang artinya cermat, seksama dan dapat pula berarti
Penyelidikan.[3]
Selanjutnya istilah penelitian yang dilahirkan oleh dunia ilmu Pengetahuan mengandung
implikasi-implikasi yang bersifat ilmiah, oleh karena hal tersebut merupakan proses penyelidikan yang berjalan
sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam Ilmu pengetahuan tentang penelitian
atau selanjutnya disebut Methodologi of research.[4]
Sedangkan tafsir berasal dari
bahasa arab yaitu fassara yufassiru tafsi>ran , secara bahasa
bermakna al-i>d}ah wa al-tabyi>n,[5]yaitu
jelas dan terang, adapun tafsir secata terminologi yaitu:
-
Menurut
al-Zarqa>ni} Tafsir adalah ilmu yang mempelajari isi kandungan al-Qur’an
dari segi dalalahnya dari apa yang dikehendaki oleh Allah swt, sesuai dengan
kemampuan manusia.[6]
-
Al-Zarkasyi}
mengatakan Tafsir adalah ilmu yang akan mengantarkan seseorang untuk memahami
al-Qur’an yang diturnkan kepada Nabi Muhammad saw, dengan cara menjelaskan
maknanya serta mengeluarkan hukum dan hikmahnya.[7]
B.
Ilmu dan Pengetahuan
Dari
pengertian yang ada sering diketumuka kerancauan pengertian antara Ilmu dengan
Pengetahuan,kedua kata tersebut dianggap memiliki kesamaan arti, bahkan ilmudan
pengetahuan terkadang dirangkum menjadi kata majemuk yang mengandung arti
tersendiri,namun jika kedua kata tersebut berdiri sendiri maka akan nampak
perbedaan diantara keduanya.[8]
Pengetahuan
dibedakan atas ilmiah dan pengetahuan non ilmiah (biasa). Perbedaan keduanya
ditentukan oleh cara menemukan pengetahuan tersebut, Pengetahuan biasa dapat
diperoleh melalui penemuan secara kebetulan, tradisional, otoritas, renungan,
atau intuitif, sedangkan pengetahuan ilmian diperoleh dengan metodi ilmiyah[9]
Ada dua cara yang pokok bagi
manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama adalah
mendasarkan diri dari rasio, yang kedua mendasarkan diri pada pengalaman, kaum
rasionalis mengembangkan paham apa yang kita kenal dengan rasionalisme,
sedangkan mereka yang menyandarkan pemikirannya kepada pengalaman pengembangan
paham yang disebut dengan impirisme[10]
Kaum rasionalis mempergunakan
metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya, premis yang dipakai dalam
penalarannya didapatkannya dari ide yang menurut anggapannya jelas dan dapat
diterima
Kata
ilmu dalam al-Qur’an dengan berbagai bentuknya berulang sebanyak 856 kali.[11]
Kata kerja تعلمون berulang sebanyak 56 serta kata
kerja ستعلمون berulang sebanyak 3 kali,[12]
kata تعلموا berulang sebanyak 9 kali,[13]
kata يعلمون berulang 90,[14]
kata يعلموا berulang 7 kali,[15]
kata علم berulang sebanyak 47, kata عليم
baik dalam bentuk ma’rifah atau nakirah sebanyak 140, sedangkan kata عِلم
sebanyak 63,[16] demikian halnya dengan
bentuk bentuk lainnya yang berulang dalam al-Qur’an, kesemuanya ini menunjukkan
bahwa al-Quran sangat memperhatikan Ilmu
Ilmu
berasal dari bahasa arab yaitu ‘alima –
ya’lamu-’ilman yang mempunyai arti ‘arafa atau khabara[17],
al-Ra>gib
al-Asfah>ani mengatakan Ilmu adalah idra>k al-Syai’ bihaki>katih[18] (mengetahuai
hakikat segala sesuatu)
Para ahli
bahasa berbeda pendapat tentang kata علم
dan عرف, Imam al-Zabi>di} dalam Ta>j
al-‘aru>s mengatakan bahwa kata علم
dan عرف adalah satu makna tidak ada
pebedaan diantara keduanya, akan tetapi mayoritas ahli mengatakan kedua kata
tersebut berbeda, kata علم lebih tinggi sifatnya,[19]
sehingga hanya kata علم yang cocok dinisbahkan kepada Allah swt, maka
tidak diketemukan kata عرف dalam al-Qur’an untuk menggambarkan
pengetahuan Allah swt.
Kemudian al-Zabi>di mengutip
defenisi علم dan عرف dari imam al-Asfahani علم
sebagaiman disebutkan sebelumnya yaitu idra>k al-Syai’ bihaki>katih
(mengetahuai hakikat segala sesuatu) sedangkan عرف
adalah Idra>k al-syai bitafakkur wa tadabbur li> as|arih[20] (mengetahui
sesuatu dengan cara berfikir dan merenung
terhadap dampaknya ) kata عرف lebih spesifik dibanding kata علم, al-zabi>di} mengatakan
perbedaan keduanya terletak pada lafaz dan maknanya. Dari segi lafaz kata عرف membutuhkan pada satu maf’u>l
(objek) sedangkan kata علم membutuhkan pada dua objek seperti
pada surah al-Mumtahanah ayat 10
فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَات
kalupun ada kata
علم yang cukup dengan satu objek seperti pada surah
al-Anfa>l ayat 6
لا تعلمونهم الله يعلمهم
maka ia akan bermakna عرف. Sedangkan dari segi maknanya,
keduanya mempunyai beberapa perbedaan diantaranya:
1.
Kata
عرف
berkaitan dengan inti dari pengetahuan, sedangkan kata علم berkaitan dengan
kondisi dari ilmu tersebut
2.
Kata
عرف pada
umumnya tidak ada berkaitan dengan hati, tapi setelah hal tersebut diketahui, maka
dikatakan عرفه, berbeda dengan علم
yang berkaitan dengan hati
3.
Kebalikan
kata dari عرف adalah نكر , sedangkan kata علم kebalikannya جهل
4.
Kata
عرف
adalah pengetahuan terhadap inti sesuati yang memberikan perincian kepada
selainnya, sedangkan علم terkadang berkaitan dengan sesuatu
secara global
C. Metode
Ilmu dan Teori Kebenaran
A.
Metode Ilmu
Kata Metode berasal dari bahasa inggris
method yang juga bersumber dari bahasa latin methodus, kata latin ini berakar
dari kata meta (dibalik) dan hodus
(jalan). Methodus
berarti suatu cara atau jalan melakukan sesuatu. Metode ilmu dengan demikian
berarti cara memperoleh ilmu.[21]
Dalam hubungannya dengan ilmu
Pengetahuan, metode ilmu adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan, sebagai suatu sistem, metode ilmu
merupakan suatu proses penyelesaian masalah yang bertujuan memperoleh ilmu.[22]
Menurut Prof. Dr. H. Muin Salim ada
beberapa isyarat alQur’an yang berkaitan dengan Metode Ilmu, diantaranya:
1.
Wijdan
Al-Quran
menggunakan kata wijda>n (penemuan), al-Qur’an dalam berbagai macam bentuk
katanya sebanyak 105 kali yang mempunyai arti “menemukan” dan “mengetahui”,
al-Qur’an mengisyaratkan dua macam penemuan, yaitu penemuan internal dan
penemuan ekternal, yang pertama misalnya
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ
حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ
حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya:
tidaklah mereka beriman sehingga mereka
menjadikan hakim dalam urusan yang terjadi diantara mereka dan tidak menemukan
dalam hati
mereka rasa keberatan terhadap apa yang engkau telah putuskan dan mereka
menerima dengan sepenuh hati.[23]
وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً
قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آَبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا قُلْ إِنَّ اللَّهَ
لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُون
Artinya:
Dan bila mereka berbuat keji, mereka
berkata:Kami menemukan orang orang tua kami atas perbuatan ini dan Allah
memerintahkannya kepada kami. [24]
2.
Al-Ihsa>s
Yang dimaksud adalah
cara memperoleh pengetahuan dari luar dengan mempergunakan alat indra, makna
kata ini dalam kamus bermakna sesuatu yang dapat dirasakan dengan alat indra.[25]
Diantara ayat yang
menggunakan kata kata ihsa>s adalah:
فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَى مِنْهُمُ
الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ
اللَّهِ آمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Maka tatkala Isa as merasakan kekafiran
mereka, maka ia berkata siapakah yang mau menjadi penolongku dijalan Allah,maka
Hawariyyun berkata kami yang akan menjadi penolong dijalan Allah, kami beriman
kepada Allah, dan saksikanlah bahwa kami termasuk orang orang muslipm.[26]
Di lain ayat
فَلَمَّا أَحَسُّوا بَأْسَنَا
إِذَا هُمْ مِنْهَا يَرْكُضُونَ
Dan tatkala mereka merasakan azab kami,
tiba-tiba mereka melarikan diri.[27]
3.
Taklim
Pengetahuan disini diperoleh
dengan melalui proses pemberian informasi yang disebut ajar mengajar, hakikat
dari proses pemberian informasi ini adalah penembahan makrifat secara
sistematis bertahap, dalam al-Qur’an dinyatakan:
قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ
عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا
Musa
berkata kepadanya: apakah saya boleh mengikutimu, supaya kamu mengajarkan
kepadaku apa-apa yang telah diajarkan kepadamu.[28]
4.
Tafakkur
Metode ini dilakukandengan cara
mengkorelasi antara makrifat yang dimiliki. Diantara ayat yang mengandung metodi
ini adalah
أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا فِي
أَنْفُسِهِمْ مَا خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلا بِالْحَقِّ
وَأَجَلٍ مُسَمًّى
Apakah mereka tidak
mengetahui bahwa Allah tidak menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada
diantara keduanya melainkan dengan hak dan dengan masa tertentu.[29]
5.
Nadzar
Makna Nadzar dalam mukjam al-Qur’an
adalah melihat dengan mata dan melihat dengan hati (berfikir) atau dengan kata bashir,
diantara ayat al-Qur’an mengenai nadzar sebagaimana dalam surah al-Ru>m: 9
أَوَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ
فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَانُوا أَشَدَّ مِنْهُمْ
قُوَّةً وَأَثَارُوا الأرْضَ وَعَمَرُوهَا أَكْثَرَ مِمَّا عَمَرُوهَا ....
Mengapa mereka tidak berjalan dimuka
bumi lalu memperhatikan bagaimana kesudahan nasib orang-orang sebelum mereka,
mereka lebih kuat dan telahmemakmurkan bumo melebihi mereka …..[30]
Pada
ayat lain terdapat perintahar orang-orang kafir memperhatikan gejala-gejala
yang ada disekitar mereka, seperti
أَفَلا يَنْظُرُونَ إِلَى الإبِلِ
كَيْفَ خُلِقَتْ , وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ , وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ
نُصِبَتْ , وَإِلَى الأرْضِ كَيْفَ سُطِحَت
Apakah mereka
tidak memperhatikan bagaiman unta diciptakan, dan bagaimana langit ditinggikan,
dan bagaimana gunung di tegakkan, dan bagaimana bumi di hamparkan.[31]
6.
Ilham
Ilham
merupakan cara memperoleh makrifah tanpa melalui rasional, ia masuk kedalamjiwa
seketika, dalam al-Qur’an kata ilham hanya satu kali dipergunakan
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا , فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
Demi
jiwa dan yang menyempurnakannya lalu mengilhamkan kepadanya apa yang
menyebabkan kebinasaan dan yang menyebabkan ketakwaannya.[32]
B.
Teori Kebenaran
kebenaran dalam kamus Bahasa
Indonesia merupakan bentukan dari kata dasar “benar” yang berarti benar, betul,
tidak salah, lurus, atau dapat dipercaya.[33]
kata sepadan dengan dengan truth dalam bahasa inggris, veritas dalam bahasa
latin, dan aletheia dalam bahasa yunani.[34]
Sedangkan dalam bahasa arab kata kebenaran sepadan dengan kata al-haqq, yang
berarti s|abata, lazama, yaqana,[35]
yang berarti mantap, tidak berubaah atau yakin, sesuatu yang terjangkau oleh
akal dan dibenakan olehnya juga bermakna al-haqq walupun sifatnya relatif
karena pembenarannya bersumber dari pemilik akal (manusia) yang relatif.[36]
Jadi maksud dari teori kebenaran disini
adalah cara-cara mendapatkan sesuatu dengan meyakinkan
Ada beberapa teori kebenaran yang
telah dipaparkan oleh para ahli, paling tidak ada diantaranya:
1.
Teori Korespondensi
Menurut
teori ini kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu
pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh pernyataan atau pendapat
tersebut.[37]dengan kata
lain bahwa suatu pernyatan dianggap benar apabila terdapat fakta-fakta empiris
yang mendukung fakta tersebut, seperti gambaran al-Qur’an terhadap manfaat dari
sarang lebah yang bisa menghasilkan madu serta bermanfat bagi manusia
وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ
أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ
(68) ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلا يَخْرُجُ
مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي
ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُون
Dan tuhanmu mengilhamkan kepada lebah, buatlah sarang di
gunung-gunung dan pohon-pohon kayu,kemudian makanlah dari setiap buah kemudian
berjalanlah, dijalan tuhanmu yang telah dimudahkan bagimu, dari perut lebah itu
itu keluat minuman madu yang bermacam macam warnanya , didalamnya terdapat obat
yang menyembuhkan bagi manusia, sesungguhnya yang demikianitu adalah atanda-tanda
bagi orang-orang yang berfikir.[38]
Disisi lainAllah swt memperingatkan tentang bahaya perzinahan
seperti dalam al-Qur’an
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ
كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
Dan janganlah mendekati
zina sesungguhnya zina itu sesuatu yang keji dan jalan yang buruk.[39]
Ada juga dalam
al-Qur’an yang menjelaskan tentang dampak manfaat dan kejelekannya sekaligus,
seperti gambaran al-Qur’an terhadap khamar dan judi, bahwa padanya ada sesuatu
yang positif dan negatif, tapi dampak negatifnya lebih dominan dibanding dengan
positifnya, seperti
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ
قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
Mereka
akan bertanya kepadamu tentang khamar dan judi, katakanlah bahwa keduanya
merupakan dosa besar dan bermanfaat bagi manusia, tapi dosa keduanya lebih
besar dari manfaatnya[40]
2.
Teori pragmatisme
Menurut
teori ini benar tidaknya suatu ucapan dalil, atau teori semata tergantung dari
asas manfaat, sesuatu dianggap benar jika mendatangkan manfaat dan akan
dikatakan salah apabila tidak mendatangkan manfaat.[41]
3.
Teori Agama,
Agama
dengan karekterstiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi
yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, manusia ataupun tentang Tuhan,
dalam teori agama ini yang dikedepankan adalah wahyu yang bersumber pada Tuhan.[42]oleh
benyak ayat al-Qur’an yang
berulangmenyebutkan bahwa al-haqq (kebenaran) itu min rabbikum, min
rabbihim atau min rabbik berasal dari tuhan yang disampaikan melalui
kitab yang diturunkannya kepada para nabi yang dilembagakan dalam bentu agama
D. Kedudukan
al-Qur’an
Al-Quran
mempunyai posisi sangat istimewa dalam persfektif Islam, sebab ia merupakan
sumber ajaran islam yang pertama, ia sendiri memperkenalkan dirinya sebagai Hudan
li> al-nas (petunjuk bagi seluruh manusia) dilain saat hudan li>
al-muttaqi>n (petunjuk hanya kepada orang-orang bertaqwa)
Diantara kedudukan al-Qur’an adalah:
1.
Manhaj li hayat
al-insan
Al-Qur’an menjelaskan
bahwa ia turun tibyan likulli syai sebagai
penjelas dari setiap sesuatu sebagaimana gambaran al-Quran
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا
لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
Dan kamimenurunkan al-Qur’an untuk
menjelaskan sehala sesuatu, sebagaipetunjuk dan rahmat serta kabar gembira bagi
orang Islam.[43]
Ia merupakan
manhaj terhadap manusia dalam
kehidupannya baik sebagai individu atau sebagai anggota masyarakat, iajuga
dasar pijakan dan perilaku baik hubungannya dengan manusia, tuhan, alam
2.
Dustur> li al-hukm
Al-Qur’an selain
sebagai dasar dalam kehidupan manusia, ia juga sebagaipijakan dalam menetapkan
hukum dalam kehidupan masyarakat islami, sebagaiman ayat al-Qur’an menegaskan
إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ
بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ
Sesungguhnya kami menurunkan al_Qur’an
kepadamu dengan membawa kebenaran, untukmemberikan hukum kepada manusia.[44]
BAB III
PENUTUP
Dari pemaparan diatas maka bias
ditarikesimpulan yaitu
1.
Istilah
Ilmu dan Pengetahuan, kedua kata tersebut dianggap memiliki kesamaan arti,
bahkan keduanya terkadang dirangkum menjadi kata majemuk yang mengandung arti
tersendiri, namun jika kedua kata tersebut berdiri sendiri maka akan arti
sendiri.
2.
Metode
ilmu yaitu
a.
Al-Wijda>n
b.
Al-Ihsa>s
c.
Ta’li>m
d.
Tafakkur
e.
Nadzar
f.
Ilham
3.
Ada beberapa teori
kebenaran yang telah dipaparkan oleh para ahli, paling tidak ada diantaranya:
a.
Teori
Korespondensi
b.
Teori
Pragmatis
c.
Teori
Agama
4.
Kedudukan
al-Qur’an
a.
Sebagai
sumber pijakan dalam kehidupan manusia
b.
Sebagai
dasar dari menenutukan hukum islam di masyarakat islam
DAFTAR PUSTAKA
Amsal Bakhtiar,filsafah Ilmu (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004)
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, Cet XIV 2001)
Qurais Syihab,
Membumikan al-Qur’an (Jakarta: Mizan Cet. VII 1994)
H{usain
Muh}ammad Fahmi}, Al-Dali>l al-Mufahras li> alfa>z al-Qur’a>n
(Kairo: Da>r al_Sala>m, Cet.I
1998) h.303
Ibn
Manz}u>r, Lisa>n al-‘arab (Bairut: Da>r al-Ihya> al-Turas|
al-‘Arabi, Juz 9, 1999) h.
Al-Ragib al
Asfahani, Mufrada>t al-Qur’an (Bairut: Da>r al-Kutub al- Ilmiyah, 1998)
‘Ummad
Murttad}a al-Husini} al-Zab>di}, Ta>j al-‘Aru>s, (Kiwait,al-Muassasah
al-Kuwait, jilid 33, Cet.I 2001)
Abd. Muin Salim, Tafsir Pengkajian Ilmiah Modul
Pelatihan Tafsir al-Qur’an (disampaikan dalam Diklat penafsiran al-Qur’an) atas
kerjasama Majelis Pendidikan Agama Islam) pada tanggal 24-26 Juni 2005.
_________Metodologi Tafsir, sebuah Rekonstruksi
Epistemologi (orasi Pengukuhan Guru Besar, tahun 1999)
W.J. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 1991)
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam(Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada) Cet. I
Tim penyusub Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, edisi II (Jakarta: Balai Pustaka, Cet.3 1994)
Lorens Bagus, Kamus Filsafah,edisi I (Jakarta:
Gramedia, Cet. III, 2002
Ibn
Manz}u>r, Lisa>n al-‘arab (Bairut: Da>r al-Ihya> al-Turas| al-‘Arabi,
Juz 9, 1999)
Sahabuddin, Ensekopledia al-Qur’an: Kajian Kosakata
(Jakarta: Lentera Hati, Cet. I, 2007)
Jujun S. Surisumantri, Filsafah Ilmu sebuah Pengantar
Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Cet. 13, 2000)
[1]
W.J. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
1991), Cet. XII, h. 520
[2]
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada) Cet. I, h. 199
[3]
W.J. Poerwadarminta, op. cit., h. 1039
[4] Abuddin Nata, h. 166
[5]
Muhammad Abd al-‘Azi>m
al-Zarqa>ni, Mana>hil al-‘Irfa>n fi> ulu>m al-Qur’a>n
(Makkah: Niza>r mus}t}afa> al-Ba>z, Jilid II, 1998) h. 4
[6]
Ibid
[7]
Badruddin Muh>ammad
‘Abdullah al-Zarkasyi} (Bairut: Da>r
al-Fikr, Jilid I, 1988) h. 33
[8]
Amsal Bakhtiar,filsafah Ilmu (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004) h. 89
[9]
Abd. Muin Salim, Metodologi Tafsir, h. 15
[10]
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta,
Pustaka Sinar Harapan, Cet XIV 2001)h. 50
[11] Qurais Syihab, Membumikan
al-Qur’an (Jakarta: Mizan Cet. VII 1994)h. 103
[12]
H{usain Muh}ammad Fahmi},
Al-Dali>l al-Mufahras li> alfa>z al-Qur’a>n (Kairo: Da>r al_Sala>m, Cet.I 1998) h.303
[13]
Ibid, h. 303
[14]Ibid,
h. 944
[15]
Ibid, h. 944
[16]
Ibid, h. 503-504
[17] Ibn Manz}u>r, Lisa>n
al-‘arab (Bairut: Da>r al-Ihya> al-Turas| al-‘Arabi, Juz 9, 1999) h.
[18]
Al-Ragib al Asfahani,
Mufrada>t al-Qur’an
[19]
‘Ummad Murttad}a
al-Husini} al-Zab>di}, Ta>j al-‘Aru>s, (Kiwait,al-Muassasah
al-Kuwait, jilid 33, Cet.I 2001) h. 126
[20]
Al-Ra>gib, h 370
[21]
Abd. Muin Salim, Tafsir Pengkajian Ilmiah Modul Pelatihan Tafsir al-Qur’an
(disampaikan dalam Diklat penafsiran al-Qur’an) atas kerjasama Majelis
Pendidikan Agama Islam) pada tanggal 24-26 Juni 2005.
[22]
Ibid
[23]
QS: Al-Nisa: 65
[24]
Abd Muin Salim, Metodologo Tafsir h. 9
[25]
Al-Ra>gib
al-Asfaha>ni}, h. 130
[26]
QS: Ali Imran: 52
[27]
QS: al-Anbiya’:12
[28]
QS: al-Kahfi: 66
[29] QS: al-Ru>m: 8
[30] QS: al-Ru>m: 9
[31] QS: al-Ga>syiyah: 17-20
[32]
QS: al-Syams: 8
[33] Tim penyusun Kamus Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, edisi II (Jakarta: Balai Pustaka, Cet.3
1994) h.114
[34] Lorens Bagus, Kamus
Filsafah,edisi I (Jakarta: Gramedia, Cet. III, 2002)
[35] Lisa>n al-arab,
[36] Sahabuddin, Ensekopledia
al-Qur’an: Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera Hati, Cet. I, 2007) h. 286
[37] Jujun SSurisumantri, Filsafah
Ilmu sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Cet. 13, 2000)h. 57
[38]
QS: al-Nahl: 68-68
[39] QS: al-Isra: 32
[40] QS: al-Baqarah: 219
[41] Jujun, loc, cit
[42]
Amsal Bakhtiar, h. 121
[43]
QS: al-Nahl: 89
[44]
QS: al-Nisa: 105
0 komentar:
Posting Komentar
apakah anda tidak menemukan yang anda cari??? silahkan tuliskan sesuatu yang anda cari itu....