PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Allah
swt menjadikan perkawinan diantara makhluknya untuk memperbanyak dan meneruskan
kehidupan di dunia ini, Ia memuliakan manusia serta membuatkan aturan kepada
mereka supaya menjadi rambu rambu dalam kehidupannya, aturan semacam ini tidak diberikan kepada makhluk
lain, Allah memuliakan manusia dengan akal serta membuatkan ikatan perkawinan serta aturannya supaya berbeda
dengan makhluk lainnya yang hanya sekedar pelepas nafsu biologis.
Islam
memberikan batasan kepada manusia dalam urusan perkawinan yang tidak boleh
dilanggar, sebab tidak semua manusia dibolehkan untuk dinikahi, secara
garis besar ada dua jenis keharaman yang
berkaitan dengan perkawinan yaitu tah}rim al-muaqqatah yaitu keharaman bersifat
sementara, keharaman disebabkan ada
qarina (sebab penghalangnya), sehingga bila qarinah tersebut sudah tidak ada, maka larangan itu berubah menjadi boleh, yang
kedua tah}ri>m al-muabbad yaitu keharaman yang bersifat selamanya (seumur
hidup) yang tidak terikat dengan waktu’,
Ada tiga
penyebab tahrim muabbad yaitu nasab (karena hubungan kekeluargaan), musharaharah
(hubungan kekeluargaan sebab perkawinan), dan al-rada>’ah (sesususan) , kedua
jenis keharaman ini telah dijelaskan oleh al-Quran pada surah al-nisa’ ayat 23.
Berkaitan
dengan al-rada>’ah ini, maka ajaran
islam ada aturan yang mengikat antara yang menyusui (al-Murd}iah) dan yang
disusui (al-radi>’), sebab dengan penyususan itu, wanita tersebut
berkedudukan sebagai ibu yang susunya telah turut andil menumbuhkan daging dan
membentuk tulang tulang, serta akbat dari penyusuan ini akan timbul rasa
keanakan dan keibuan diantara mereka secara fisiologis dan biologis, serta akan
berpengaruh terhadap keluarga dari ibu terebut kepada anak yang disusuinya.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
dari uraian diatas maka penulis membatasi permasalahan sebagai berikut :
1. Apa Dasar
hukum persusuan yang berdampak mahram
2. Bagaimana hukum
yang terkai dengan hadis ini
3. Apa Syarat
persusuan yang berdampak pada kemahraman
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Hadis
yang Berkaitan
Imam Bukhari rahimahullah
berkata:
حدثنا إسماعيل حدثني مالك عن عبد الله بن أبي بكر عن عمرة بنت
عبد الرحمن أن عائشة زوج النبي صلى الله عليه وسلم أخبرتها أن رسول الله صلى الله
عليه وسلم كان عندها و أنها سمعت صوت رجل يستأذن في بيت حفصة قالت : فقلت يارسول
الله, هذا رجل يستأذن في بيتك, فقال النبي صلى الله عليه وسلم: اراه فلانا – لعم
حفصة من الرضاعة- قالت عائشة لو كان فلان حيا – لعمها من الرضاعة – دخل علي؟ فقال:
نعم, الرضاعة تحرم ما تحرم الولادة
Artinya:
Ismail telah bercerita kepada
kami, malik telah bercerita pada saya, dari Abdullah bin abu bakar dari ‘Amrah
bintu Abdurrahman “sesungguhnya Aisyah istri Rasulullah saw. Mengabarkan bahwa
Rasulullah saw. Ada disisinya, kemudian Aisyah mendengar suara seseorang yang
minta izin dirumah Hafsah, lalu ia berkata: saya berkata wahai Rasulullah orang
ini minta izin untuk masuk kerumahmu, nabi saw berkata saya menyangka ia adalah
paman sesusuan dari Hafsah, kemudian Aisyah bertanya, bagaimana jika jika orang
tersebut (Paman sesusuan Hafsah) masih hidup, apakah ia boleh masuk menemui
saya, maka Rasulullah saw. berkata sebab persusuan mengharamkan seperti apa
diharamkan sebab dilahirkan
Ada bentuk redaksi lain menururt
suatu riwayat yang mempunyai arti yang sama:
-
يحرم من الرضاعة ما
يحرم من النسب
Diharamkan
sebab persususan seperti apa yang diharamkan sebab nasab
-
يحرم من الرضاعة ما
يحرم من الرحم
Diharamkan sebab persusuan
seperti yang diharamkan sebab satu rahim
B. Takhri>j
Hadi>s|
1.
Imam Bukha>ri}, kitab nikah bab 20, 27,
117 , Kitab syaha>da>t 007
2.
Imam Muslim,kitab al-rad}a>’ah, 1,
3.
Al-Muat}t}a, Kitab al-rad}a>’ah, no.1, 12
C. Kondisi
Isna>d
Dalam hadis ini ada dua buntuk ada’(meriwayatkan
hadits kepada orang lain [T>{alibul Hadis|])
yang dipergunakan
yaitu lafadz حدثنا\حدثني dan عن keduanya merupakan jenis Tahammul
(menukil sebuah hadits dari dari orang lain (syeik)
dengan menggunakan metode yang diakui) yaitu bentuk pendengaran dari syeikh
secara oral, jenis tahammul ini merupakan bentuk yang tertinggi kekuatannya
menurut mayoritas ulama hadits.[1]
D. Pembahasa
Kebahasaan
-
(فلان لعم حفصة من الرضاعة)
Sedangkan
Imam ibn Hajar al-Asqala>ni} tidak berkomentar banyak tentang siapa yang dimaksud dengan paman
sesusuan hafsah, bahkan membantah pendapat yang mengatrakan bahwa yang dimaksud
dengan paman dari Hafsah adalah Aflah saudara dari abu> al-Qa’is[2]
-
(لو كان فلان حيا) kata
menunjukkan bahwa orang tersebut telah mati
-
الرضاعة: ibu yang menyusui anaknya, abu
Ubaidah lebih mengkhusukan dengan induk kambing yang menyusui anaknya.[3]
-
تحرم, kalimat fi’l al-mud}ari’ berasal dari حرم
– بحرم yang berarti kebalikan
dari halal[4],
kemudian menjadi fi’l al-s\ula>si al-mazi>d (al-ruba>’i) dengan
ketambahan satu huruf pada ‘ain fi’ilnya yang berfungsi sebagai al-ta’addi’
-
الولادة adalah masdar dari ولد – يلد – ولاد melahirkan
E. Dasar Hukumnya
Dasar
hukum yang berkaitan tentang keharaman yang disebabkan sesususan adalah
al-Qur’an, hadis Rasulullah saw, serta ijma’ para ulama
Adapun dasar dari al-Qur’an adalah suraah al-
Nisa’/23
وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاتِي أَرْضَعْنَكُمْ
وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَة
Artinya:
Dan (diharamkan bagimu) ibu-ibu
yang telah menyusui kamu serta saudara sesuan kamu.
Ayat
diatas adalah potongan ayat yang mengharamkan kepada seseorang untuk dinikahi,
dua diantaranya adalah ibu dan saudara sesusuan
Adapun keharaman
sesusuan berdasarkan hadis Rasulullah saw adalah hadis yang sedang dibahas
Sedangkan
dasar yang ketiga adalah ijma’ Ulama, para ulama sepakat tentang keharaman
disebabkan sesusuan antara ibu dengan anak yang disusuinya serta antara yang
menyusui dengan [5]
F. Pembahasan
Hukum yang Berkaitan dengan Hadis ini
Berdasarkan
hadis yang sedang dibahas maka dapat ditarik beberapa poin penting:
1. Berkaitan
dengan keharaman sebab sepersususan maka ada beberapa wanita yang dilarang
untuk dinikahi:
a. Wanita yang
menyusinya serta ibunya
b. Anak dari
ibu yang menyesuinya
c. Saudara
perempuan yang menyusuinya
d. Cucu
perempuannya
e. Ibu suami
Wanita yang menyusinya
f.
Saudara
Perempuan suami yang menyusianya
g. Anak perempuan
tiri wanita yang menusuinya
h. Istri lain
suami wanita yang menusuianya
i.
Jika yang menyusia adalah peempuan maka, maka haram
menikah.
Keterangan diatas diambil dari
pemahaman hadis الرضاعة تحرم ما تحرم الولادة dengan
ayat al-Qur’an surah al-Nisa ayat 23
Sedangkan paman sesusuan merupakan
salah satu dari mahram, yang haram untuk dinikahi sebagaimana ayat al-Qur’an
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ
......
Artinya
Diharamkan
atas kamu ibumu, anak-anakmu saudaramu, pamanmu
…..
2. Kemahraman
tersebut bukan berarti bukan berarti memasuki seluruh ranah dari aturan
keluarga, ada beberapa poin yang tidak termasuk dari aturan tersebut
diantaranya:
Kewarisan,
saling menafkahi dll
3. لو كان فلان حيا – لعمها من الرضاعة – دخل علي pernyataan ini memberikan gambaran tentang etika seorang istri
menerima tamu suaminya, menurut Yusuf al-Qardhawi, seorang istri boleh melayani
tamu suaminya selama ia berlaku adab sesuai seorang adab islam, baik mengenai
pakaian sopan, berbicara, yang intinya tidak menimbulkan fitnah antara mereka.
Adapun
dasarnya sebagaiman hadis Rasulullah saw
لما
اعرس ابو اسيد الساعدي دعا النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه فماصنع لهم طعاما
ولاقدم إليهم إلا امرأته أم أسيد بلت ثمرات في تور من حجارة من الليل فلما فرغ
النبي صلى الله عليه وسلم من الطعام أماثته له- مرسته بيدها- فسقته تتحفه بذالك.[6]
Ketika abi Asid al-Sa’i>di}
menjadi pengantin, Ia mengundang nabi dengan para sahabatnya,maka tidak ada
yang membuatkan makanan dan menghidangkannya kepada mereka
kecuali istrinya ummu asid, ia menumbuk korma dalam suatu bejana batu
yang disiapkan dari tadi malam, setelah Rasulullah selesai makan, ummu
Asid sendiri yang membereskan, mengambilkan
air minum untuk Rasulullah saw dan menyerahkannyakepada nabi.
Hadis
ini menurut ibnu Hajar membolehkan seorang istri melayani dan menemui tamu
suami, yang sudah tentu hal ini diperbolehkan apabila terbebas dari fitnah, maka
demikian halnya seorang suami pun boleh untu menerima dan melayani tamu dari
istrinya.
Menurut Yusuf al-Qardhawi apabila seorang
wanita menemui tamu dengan pakaian yang
kurang sopan maka ia dilarang untuk menemui tamu tersebut.[7]
G. Syarat
Menjadi Mahram Sebab Sepersusuan
Sebagaiman
telah disinggung sebelumnya, sebab sepersusuan akan berdampak mahram, maka ada persyaratan tertentu akan
menyebabkan keharaman tersebu, ada dua syarat agar hukum mahramkarena
sepersusuan berlaku.
1. Jumlah
susuan yang menyebabkan mahram
Ulama
berbeda tentang batas sesusuan yang berdampak pada kemahraman
- Jumlah
susuan yang tidak diragukan lagi keharamannya adalah sebanyak lima kali[8],
hal ini berdasarkan dari hadis rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Aisyah
عن عائشة أنها قالت
كان فيما أنزل القران عشر رضعات معلومات
يحرمن ثم نسخن بخمس معلومات, توفي رسول الله صلى
الله عليه وسلم وهن فيما يقرأ[9]
Artinya :
Hadis dari Aisyah ra. ia berkata
adapun ketika al-Qur’an diturunkan jumlah susuan yang diharamkan sebanyak
sepuluh, kemudian dinasakh dengan lima susuan, kemudian Rasulullah saw. wafat
sedangkat ayat tersebut tetap dibaca
Pendapat ini diperkuat dan
didukung oleh sebagian Sahabat diantaranya, Aisyah, ibn Mas’ud, ibn Zubair,
At}a>, T}a>wus serta pendapat dari imam Syafi’i.
-
Adapun pendapat yang lain mengatakan bahwa satu
kali sudah cukup, hal ini merupakan pendapat Jumhur,[10]
sebagaimana diriwayatkan oleh ibn Munz}ir dari Ali bin abu thalib, ibn Mas’ud,
ibn Umar, ibn Abbas, serta pendapat dari Imam Abu hanifah, Imam Malik, Imam
al-s|auri, al-Auza>I dll.[11]
-
Sedangka pendapat yang lainnya mengatakan bahwa
batas minimal adalah tiga kali, ini pendapat dari abu Ubaid, abu S|aur, hal ini
berdasarkan hadis Rasulullah saw.
لا تحرم المصة ولا المصتان[12]
Artinya:
Tidak menjadi muhrim sebab satu
kali isapan atau dua kali.
Serta hadis lain
لا تحرم الإملاجة رلا الإملاجتان
Artinya:
Tidah haram sebab satu kali
susuan atau dua kali
Dua
hadis ini memberikan penjelasan bahwa tidak berdampak kemahraman apabila
sususnannya kurang dari tiga kali
2. Masa
menyusui
Demikian
halnya dengan masa menyusui ulama berbeda pendapat.
-
Menurut jumhur
ulama batas masa menyusui yang berdampak mahram adalah menimal seperti
masa hamil dan maksimal seperti masa susuan[13]
adapun dasranya adalah
والوالدات يرضعن أولادهن حولين كاملين لمن
أراد أن يتم الرضاعة [14]
Artinya
Para ibu
menyusui anaknya selama dua tahun penuh terhadap orang yang ini ingin
menyempurnakan susuan
Serta
hadis Rasulullah saw. yang di rafa’kan kepada ibn abbas
لارضاعة إلا ما كان
في الحولين
Bukanlah
sesusuan kecuali sampai dua tahun
Dari
dalil al-Qur’an dan hadis ini menunjukkan bahwa batas sesusuan minimal dua
tahun, maka apabila sesusuan dilakukukan setelah dua tahun maka tidaklah
berdampak hukum mahram[15]
Hadis
lain menegaskan bahwa menegaskan bahwa anak keci menyusu kepada ibunya sebab
utamanya karena ia kelaparan
إنما الرضاعة من
النجاعة.[16]
Menyusu
yang sebenarnya disebabkan karena lapar
-
Menurut Imam abu Hanifah batas masa minimal adalah
tiga puluh bulan dengan dasar dari al-qur’an
وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرا[17]
Dan
ia menyepihnya selama tiga puluhtahun
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang
telah diuraikan di atas, dapat dibuat beberapa hasil kesimpulan pembahasan
sebagai berikut:
1.
Dasar hukum dari susuan yang berdampak mahram
adalah al-Qur’an, al-Sunnah serta ijma’ para ulama
2. Semua
aturan keharaman disebabkan persusuan sama aturannya dengan keharaman karena
nasab kecuali bebepara hal, seperti kewarisan , menafkahi satu sama lain
3. Ada dua sebab
syarat persusuan yang berdampak mahram
1. Sebab Jumlah
susuan
2. Sebab masa
menyusui
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’an al-karim
Abu>
Syahbah. Mahmu>d, al-Was}it Fi> Ulu>m wa must}alah al hadis|
(Jeddah ‘A>lam al- Ma’rifah)
Ahmad bin ‘Ali
bin Hajar al-Asqala>ni, Fath al-Ba>ri} syarh S}ahi}}}h Bukhari} (Damaskus:
Da>r al-Sala>m, Jil. 9, 2000)
Muh}ammad Murtad}a al-H}usaini al-Zabi>di},
Ta>j al-Aru>s (Kuwait: al-Muassasah al-Kuwait, jilid 21, Cet.I 2001)
Ibn Manzu, lisa>n
arab (Bairut: Da>r ih}ya> al-tura>s|
Jil.1999)
Imam ibn
Quda>mah,al-Mugni}, (Kairo: Da>r al-Hadis|, Cet. I 1995)
Yusuf al-Qardhawi, al-h}ala>l wa al-haram fi>
al-Isla>m (Kairo: Maktabah al-Wahbah, Cet. 23, 1999)
Abu> Zakariya Yahya bin Syarf al-Nawawi}, Syarh
S}ah}ih} Muslim, (Bairut, Da>r al-Fikr, Jilid 5, 1995)
[1]
Abu> Syahbah. Mahmu>d, al-Was}it Fi> Ulu>m wa must}alah al
hadis| (Jeddah ‘A>lam al-
Ma’rifah)h. 95
[2] Lihat Fath al-Ba>ri} syarh
S}ahi}}}h Bukhari} karya ibn Hajar al-Asqalani}
[3] Muh}ammad Murtad}a al-H}usaini
al-Zabi>di}, Ta>j al-Aru>s (Kuwait: al-Muassasah al-Kuwait, jilid 21,
Cet.I 2001) h. 126
[4] Lisa>n arab, Jil. 3 h 136
[5] Imam ibn Quda>mah,al-Mugni},
(Kairo: Da>r al-Hadis|, Cet. I 1995) 152
[6] Diriwayatkan, Bukhari dan
Muslim
[7] Yusuf al-Qardhawi, al-h}ala>l
wa al-haram fi> al-Isla>m (Kairo: Maktabah al-Wahbah, Cet. 23, 1999) h.
151
[8] Ibid. 153
[9] Abu> Zakariya Yahya bin
Syarf al-Nawawi}, Syarh S}ah}ih} Muslim, (Bairut, Da>r al-Fikr, Jilid 5,
1995)h. 26
[10] Al-Nawawi, h. 26
[11] Ibid. h. 26
[12] Dikeluarkan oleh Imam muslim,
abu Daud, al-Turmu>zi}, ibn Majah, al-Nasai, al-Da>r al-Qut}ni}, Ahmad,
Baihaqi}
[13] Fath al-Ba>ri Juz 9. H183
[14] Al-Baqarah ayat 233
[15] Fath al-Bari h 183
[16] Diriwayatkan oleh imam Bukhari
no 5120 dan Muslim no- 1454
[17] Al-Ahqaq, ayat 15
0 komentar:
Posting Komentar
apakah anda tidak menemukan yang anda cari??? silahkan tuliskan sesuatu yang anda cari itu....