SELAMAT JALAN AYAHANDA TERCINTA, ILMU DAN JIWAMU AKAN SENANTIASA BERSEMAYAM DI HATI DAN PIKIRAN KAMI.
oleh : PROF. DR. MUIN SALIM
ا لرحمن dan الرحيم
Kedua kata ini berakar kata رحمة (rahmat), suatu makna yang terkait dengan jiwa dan mendorong seseorang melakukan kebajikan kepada pihak lainnya. Dikaitkan dengan Allah swt, maka رحمة diartikan nikmat berupa kebaikan yang diterima hamba-Nya.
Para ulama berbeda pendapat tentang isytiqaq lafal الرحمن. Sebagian ulama menegaskan bahwa kata tersebut tidak berasal dari kata lain karena kata tersebut merupakan nama yang khas bagi Allah swt. Sekiranya kata tersebut adalah isim musytaq, niscaya kata tersebut dapat dipergunakan bersama objeknya seperti penggunaan kata رحيم dalam رحيم بعباده. Demikian juga halnya jika kata ini musytaq, tentu tidak diingkari oleh orang Arab seperti yang diungkapkan dalam QS Al-Furqan,25:60
(( وإذا قيل لهم اسجدوا للرحمن قالوا وما الرحمن ))
‘Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Sujudlah kepada Al-Rahman”, mereka bertanya:” Siapakah Al-Rahman itu. ...”
Demikian juga ketika Ali menuliskan بسم الله الرحمن الرحيم dalam naskah perjanjian Hudaibiyah, Suhail berkata: ...kami tidak mengenal بسم الله الرحمن الرحيم. Tetapi tulislah apa yang kami kenal: " باسمك اللهم"
Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa kata tersebut berakar kata dari رحمة, yakni dalam bentuk mubalagah (dengan makna intensitas), yakni Yang memiliki rahmat karunia yang tak ada bandingan bagi-Nya dalam memberi rahmat. Karena itu kata ini tidak diberi bentuk musanna (dual) dan tidak jamak (plural); dan berbeda dengan lafal رحيم yang dapat diberi bentuk musanna dan jamak. Dalil yang menunjukkan isytikaknya lafal ini antara lain adalah hadis yang diriwayatkan dan disahihkan oleh Imam Al-Turmizi dari Abd. Rahman bin Auf yang mende-ngar Rasulullah saw. bersabda:
قال الله عز وجل (أنا الرحمن خلقت الرحم وشققت لها إسما من اسمى فمن وصلها
وصلته ومن قطعها قطعته)
Allah berfirman: Akulah Al-Rahman. Aku menciptakan rahim dan Aku memberinya nama dari nama-Ku. Maka siapa yang menyambungnya Aku menghubunginya dan barang siapa yang memutuskannya Aku akan memutuskannya)
Para ulama telah berbeda pendapat dalam hal makna الرحمن dan الرحيم. Apakah kedua kata tersebut searti ataukah berbeda.
Ada yang berpendapat, di antaranya Abu Ubaidah, bahwa kedua kata tersebut searti. Al-Jauhariy berkata bahwa boleh mengulang dua isim searti bila bentuk keduanya berbeda untuk memberikan makna ta'kid (penguat), seperti ungkapan جادٌّ مُجِدٌّ 'Yang bersungguh-sungguh'. Hanya saja الرحمن adalah isim khusus bagi Allah yang tidak boleh dipergunakan untuk menamakan sesuatu selain diri-Nya. Ini terlihat dalam QS Al-Isra',17:110
قل ادع الله أو ادع الرحمن أياما تدعو فله الأسماء الحسنى
Katakanlah:"Serulah Allah atau serulah Al-Rahman.Yang mana saja kamu serukan, sesungguhnya bagi-Nyalah segala nama yang baik.
Dalam ayat itu terlihat bahwa nama Allah digandengkan dengan nama الرحمن, nama yang tidak dimiliki oleh selain diri-nya. Jumhur ulama berpendapat bahwa pola kata فَعْلاَن tidaklah sama dengan pola فَعِيْلٌ . Yang pertama berkonotasi intensitas dalam melakukan suatu perbuatan; sedangkan pola kedua (فَعِيْل ) adalah bentuk sifat dengan konotasi pelaku atau penderita.
Dengan demikian الرحمن merupakan nama yang khas tetapi bermakna perbuatan yang umum; sebaliknya الرحيم merupakan nama yang umum tetapi bermakna perbuatan yang khas. Tegasnya الرحمن bermakna 'Yang memberi nikmat kepada seluruh manusia, baik muslim ataupun tidak; dan الرحيم bermakna 'Yang memberi nikmat khusus kepada orang-orang beriman'.
Pendapat lain menegaskan bahwa الرحمن bermakna "Yang memberi nikmat yang lahir" sedangkan الرحيم bermakna "Yang memberi nikmat yang halus". Ibnu Mubarak berkata " الرحمن yang bila dimintai akan memberi, sedangkan الرحيم jika tidak dimintai akan marah.” Pendapat ini berdasarkan hadis riwayat Al-Turmizi dari Abu Hurairah bahwa Rasul saw. bersabda:
( من لم يسأل الله يغضب عليه)
'Barang siapa yang tidak bermohon kepada Allah, Dia akan memurkainya.'
Sebagian ulama lagi berpendapat bahwa kedua kata ini adalah dua kata sifat yang berbeda. الرحمن adalah sifat zat, yang menunjuk kepada pangkal rahmat dan kebajikan. Sedangkan الرحيم adalah kata sifat yang menunjukkan makna sampainya rahmat dan kebajikan itu kepada objeknya. Pandangan didukung oleh kenyataan bahwa kata الرحمن dalam Alquran tidak disebutkan melainkan dalam uslub yang diberi sifat seperti ditemukan dalam QS Al-Isra',17:110 di atas dan dalam QS Al-Zukhruf,43:33 لمن يكفر بالرحمن) ‘bagi orang yang mengingkari Al-Rahman. atau QS Maryam,19:45 إنى أخاف أن يمسك عذاب من الرحمن ‘Sesungguhnya Aku khawatir engkau ditimpa siksaan dari Al-Rahman.' dan ayat 91 أن دعوا للرحمن ولدا 'karena mereka menyeru-kan bahwa Al-Rahman mempunyai anak.' serta dalam QS Al-Rahman,55:1
الرحمن علم القرآن 'Al-Rahman mengajarkan Alquran.'
Muhammad Abduh berpendapat bahwa pola فعلان menunjukkan nama yang bermakna mubalagah (berkonotasi perbuatan yang sangat intensif) seperti pola فَعّال. Pola tersebut dipergunakan dengan konotatif sifat yang tidak tetap seperti kata عطشان ‘haus', dan غَضْبَان 'marah'. Sedangkan pola فعيل dipergunakan untuk menunjukkan sifat yang tetap seperti pekerti atau kebiasaan pada diri seseorang semisal kata حليم 'penyantun', حكيم ‘bijaksana', dan جميل 'indah'. Menurut penda-patnya, bahasa Alquran tidak meninggalkan uslub bahasa Arab yang balig dalam mendeskripsi sifat-sifat Allah swt. yang mahatinggi dan tidak menyerupai sifat-sifat makhluk-Nya. Karena itu lafal الرحمن menunjukkan sifat aktual Tuhan, yakni sifat memberi rahmat; sedangkan الرحيم menunjukkan sifat tetap yang wajib dimiliki Allah yakni sebagai sumber rahmat dan kebajikan. Atas dasar ini kata الرحمن bermakna ' Yang Mahamemberi Rahmat" dan kata الرحيم bermakna " Yang Mahapemberi rahmat". Dengan begitu kedua kata tersebut tidak dapat mengganti satu sama lain dan tidak pula kata yang kedua memperkuat yang pertama. Karena itu jika orang Arab mendengar kata الرحمن, maka ia akan memahami bahwa Allah yang memberi nikmat dan tidak memahami dari kata tersebut adanya sifat rahmat yang wajib dan tetap, karena perbuatan memberi rahmat kadang-kadang terputus jika perbuatan itu tidak bersumber dari sifat yang lazim dan tetap meskipun rahmat yang diberikan banyak. Sebaliknya ketika ia mendengar lafal الرحيم maka ia memahami dan meyakini dengan sempurna bahwa Allah swt. mempunyai sifat tetap dalam diri-Nya, yakni sifat rahmat yang menjadi sumber kebaikan bagi makhluk-Nya; dan bahwa sifat rahmat yang dimiliki Allah itu tidak seperti sifat rahmat yang dimiliki manusia. Dengan pengertian seperti ini, maka hubungan kedua kata tersebut adalah seperti kaedah tafsir ذكر الدليل بعد المدلول ليقوم برهانا له ‘Menyebutkan dalil sesudah madlul-nya agar dalil menjadi bukti baginya.
0 komentar:
Posting Komentar
apakah anda tidak menemukan yang anda cari??? silahkan tuliskan sesuatu yang anda cari itu....