Pendahuluan
Agama yang dengannya Allah Swt mengutus
Muhammad Saw merupakan agama penutup dan penyempurna dari agama-agama
terdahulu, dia merupakan risalah terakhir yang dittujukan kepada jin dan
manusia hingga akhir zaman, maka wajar jika risalah ini memiliki karakteristik
yang unik yang menjadikannya senantiasa relevan pada setiap tempat dan zaman
kepada seluruh umat manusia di atas bumi, diantara karakteristik utama agama
ini adalah toleransi dan kemudahan baik antar muslim maupun kepada non muslim dalam
setiap sendi-sendi kehidupan mulai dari ibadah, interaksi sosial, akhlak dan
adab.
Toleransi terhadap non muslim
merupakan pembahasan ilmiyah yang telah menyita perhatian para ilmuan Islam sejak
dahulu. Diantara contoh-contoh kajian para ulama tentang hal ini adalah karya
al-Khilal yang berjudul "Hukum toleransi antar agama" dan
karya Ibnul Qayyim yang berjudul "Hukum Ahli Zimmah", jika
kita merujuk kepada kedua karya ini, maka kita akan menemukan pembahasan yang
sangat terperinci dan ilmiyah tentang toleransi antar umat beragama.
Oleh karena itu melalui tulisan ini
penulis berusaha untuk mengkaji tentang toleransi ditinjau dari hadis Nabi Saw
berdasarkan masalah berikut: Apa itu toleransi ? dan Bagaimana toleransi dalam
Islam berdasarkan Hadis Nabi Saw?
Defenisi
Toleransi
Toleransi merupakaan kata yang
diserap dari bahasa Inggris Tolerance yang berarti sabar dan kelapangan
dada, adapun kata kerja transitifnya adalah Tolerate yang berarti sabar
menghadapi atau melihat dan tahan terhadap
sesuatu, sementara kata sifatnya adalah Tolerant yang berarti
bersikap toleran, sabar terhadap sesuatu.[1]
Dalam bahasa Arab kata toleransi diartikan sebagai Tasamuh
para pakar leksikograf Arab mengartikan sebagai berlaku lembut dan
mempermudah.[2]
Ibnu al-Atsir berkata istilah Musamah artinya bertoleransi dan
memberikan kemudhan.[3]
Imam Ibnu Hajar mendefenisikan kata al-samhah dengan pengertian
kemudahan yaitu sesuatu yang berlandaskan kemudahan.[4]
Toleransi dalam Islam Menurut Hadis Nabi Saw
Di dalam salah satu hadis Rasulullah
Saw beliau bersabda :
«
أَحَبٌّ الدِّيْنِ إِلىَ اللهِ الحَنِيْفِيَّةُ السَّمْحَةُ »
Artinya:
"Agama yang paling dicintai disisi Allah
adalah agama yang lurus dan toleran"[5]
Imam Ibnu Hajar al-Asqalany ketika
menjelaskan hadis ini beliau berkata:
“Hadis ini di
riwayatkan oleh Al-Bukhary pada kitab Iman Bab Agama itu mudah didalam
shahihnya secara Mu'allaq dengan tidak menyebutkan sanadnya karena tidak termasuk
dalam kategori syarat-syarat hadis shahih menurut Imam al-Bukhary, akan tetapi
beliau menyebutkan sanadnya secara lengkap dalam al-Adab al-Mufrad yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah
bin Abbas dengan sanad yang hasan.[6]
Sementara Syekh Nashiruddin al-Albani mengatakan bahwa hadis ini adalah hadis
yang kedudukannya adalah hasan lighairih.”[7]
Berdasarkan hadis di atas dapat
dikatakan bahwa Islam adalah agama yang toleran dalam berbagai aspek agama baik
dari aspek Aqidah maupun Syariah, akan tetapi toleransi dalam Islam lebih dititik
beratkan pada wilayah muamalah dimana Rasulullah Saw bersabda :
« رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا
بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى »
Artinya:
"Allah merahmati atau menyayangi
seseorang yang toleran dalam menjual, membeli dan memutuskan perkara"[8]
Imam al-Bukhary memberikan bab pada
kata as-Sama>h}ah (toleran) dalam hadis ini dengan kata kemudahan, beliau
berkata : Bab Kemudahan Dan Toleransi Dalam Jual-Beli.[9]
Ibnu Hajar al-Asqalany ketika mengomentari hadis ini beliau berkata:
"Hadis ini menunjukkan anjuran untuk toleransi dalam
interaksi sosial dan menggunakan akhlak mulia dan budi yang luhur dengan
meninggalkan kekikiran terhadap diri sendiri, selain itu juga menganjurkan
untuk tidak mempersulit manusia dalam mengambil hak-hak mereka serta menerima
maaf dari mereka.[10]
Islam sejak datangnya berdiri di atas azas kemudahan, Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ
الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ
Artinya;
Sesungguhnya agama itu mudah, dan sama sekali tidak
seseorang berlaku keras dalam agama kecuali akan terkalahkan.[11]
Ibnu Hajar al-Asqalany berkata bahwa
makna hadis ini adalah larangan bersikap Tasyaddud (keras) dalam agama
yaitu ketika seseorang memaksakan diri dalam melakukan ibadah sementara ia
tidak mampu melaksanakannya itulah maksud dari kata : "Dan sama sekali
tidak seseorang berlaku keras dalam agama kecuali akan terkalahkan" artinya
bahwa agama tidak dilaksanakan dalam bentuk pemaksaan, maka barang siapa yang
memaksakan atau berlaku keras dalam agama, maka agama akan mengalahkannya dan
menghentikan tindakannya.[12]
Dalam riwayat lain di sebutkan bahwa
suatu ketika Rasulullah Saw datang kepada Aisyah R.A, pada waktu itu terdapat
seorang wanita bersama Aisyah R.A, wanita tersebut memberitahukan kepada
Rasulullah Saw perihal shalatnya kemudian Rasulullah Saw bersabda :
مَهْ، عَلَيْكُمْ بِمَا تُطِيقُونَ
فَوَاللَّهِ لَا يَمَلُّ اللَّهُ حَتَّى تَمَلُّوا وَكَانَ أَحَبَّ الدِّينِ
إِلَيْهِ مَادَامَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ
Artinya:
"Hentikan, Kerjakan apa yang sanggup kalian
kerjakan, dan demi Allah sesungguhnya Allah tidak bosan hingga kalian bosan, dan
Agama yang paling dicintai disisi-Nya adalah yang dilaksanakan oleh pemeluknya
secara konsisten"[13]
Hadis ini menunjukkan bahwa
Rasulullah Saw tidak memuji amalan-amalan yang dilaksanakan oleh wanita
tersebut, dimana wanita itu menberitahukan kepada Rasulullah Saw tentang shalat
malamnya yang membutnya tidak tidur pada malam hari hanya bertujuan untuk
mengerjakannya, hal ini ditunjukkan ketika Rasulullah Saw memerintahkan kepada
Aisyah untuk menghentikan cerita sang wanita sebab amalan yang dilaksanakannya
itu tidak pantas untuk dipuji secara syariat karena di dalamnya mengandung unsur
memaksakan diri dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam, sementara Islam melarang
akan hal tersebut sebagaimana yang ditunjukkan pada hadis sebelumnya.[14]
Keterangan ini menunjukkan bahwa di
dalam agama ini terkandung nilai-nilai toleransi, kemudahan, keramahan, dan
kerahmatan yang sejalan dengan keuniversalannya sehingga menjadi agama yang
relevan pada setiap tempat dan zamat bagi setiap kelompok masyarakat dan umat
manusia. Terdapat banyak ayat-ayat al-Qur'an yang menjelaskan bahwa Islam ini
adalah agama yang sarat dengan kemudahan diantaranya adalah firman Allah dalam
Q.S al-Hajj: 78
...
$tBur @yèy_ ö/ä3øn=tæ Îû ÈûïÏd9$# ô`ÏB
8ltym 4...
Terjemahannya:
"... Dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu
dalam agama suatu kesempitan (kesusahan)..."
Pada ayat lainn Allah berfirman :
.... ßÌã
ª!$#
ãNà6Î/
tó¡ãø9$#
wur
ßÌã
ãNà6Î/
uô£ãèø9$#
(...
Terjemahannya:
... Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. .. (Q.S al-Baqarah: 185)
Dan di dalam riwayat Muslim Raslullah Saw bersabda :
"هَلَكَ
الْمُتَنَطِّعُونَ" قَالَهَا ثَلَاثً
Terjemahannya:
"Kehancuran
bagi mereka yang melampaui batas" diulangi sebanyak tiga kali[15]
Kata : "al-Mutanat}t}i'u>n" adalah orang-orang yang
berlebihan dan melampaui batas dalam menjelaskan dan mengamalkan ajaran-ajaran
agama[16], al-Qadhi
Iyadh mengatakan bahwa maksud dari kehancuran mereka adalah di akhirat[17]. Pada
hadis ini tampak peringatan untuk menghindari sifat keras dan berlebihan dalam
melaksanakan ajaran agama.[18]
Toleransi dalam Islam bukan berarti sinkretis yang berarti bahwa toleransi
harus dikaitkan dengan hukum-hukum syariat, dan kesalahan dalam memahami arti al-tasa>muh}
yang berarti menghargai dapat mengakibatkan pencampuran antar yang hak dan
yang bathil (talbisu al-haq bi al-ba>t}il), karena sikap sinkretis
adalah sikap yang menganggap semua agama sama sementara sikap toleransi dalam
Islam adalah sikap menghargai dan menghormati keyakinan dan agama lain di luar
Islam bukan menyamakan atau mensederajatkannya dengan keyakinan Islam itu
sendiri.
Sikap toleransi dalam Islam yang berhubungan dengan Aqidah sangat jelas
yaitu ketika Allah Swt memerintahkan kepada Rasulullah Saw untuk mengajak para
Ahli Kitab untuk hanya menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya, Allah
berfirman :
ö@è% @÷dr'¯»t É=»tGÅ3ø9$# (#öqs9$yès? 4n<Î) 7pyJÎ=2
¥ä!#uqy
$uZoY÷t/ ö/ä3uZ÷t/ur
wr&
yç7÷ètR
wÎ)
©!$#
wur
x8Îô³èS
¾ÏmÎ/ $\«øx© wur
xÏGt
$uZàÒ÷èt/ $³Ò÷èt/ $\/$t/ör& `ÏiB
Èbrß «!$#
4 bÎ*sù (#öq©9uqs? (#qä9qà)sù (#rßygô©$# $¯Rr'Î/ cqßJÎ=ó¡ãB ÇÏÍÈ
Terjemahannya:
Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang)
kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan
kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia
dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain
sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada
mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri
(kepada Allah)". (Q.S Ali Imran: 64)
Pada ayat ini terdapat perintah untuk mengajak para ahli
kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani untuk menyembah kepada Tuhan yang
tunggal dan tidak mempertuhankan manusia tanpa pakasaan dan kekerasan sebab dalam
dakwah Islam tidak megenal paksaan untuk beriman sebab Allah berfirman :
لآإِكْرَاهَ فِيْ الدِّيْنِ
Terjemahannya:
Tidak ada paksaan dalam agama (Islam) (Q.S Al-Baqarah : 256)
Pada ayat lain Allah menjelaskan bahwa Rasulullah Saw dan
para da'i muslim hanya diperintahkan untuk menyampaikan kebenaran bukan
memaksakan kebenaran untuk diikuti sebab keimanan adalah hidayah dan hidayah
hanya datang dari Allah, sebagaimana berfirman Allah:
y7¨RÎ) w ÏöksE ô`tB
|Mö6t7ômr& £`Å3»s9ur ©!$#
Ïöku `tB âä!$t±o
4 uqèdur ãNn=÷ær&
úïÏtFôgßJø9$$Î/ ÇÎÏÈ
Terjemahannya:
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk
kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima
petunjuk.
Di dalam banyak riwayat yang menunjukkan bagaimana
Rasulullah Saw tidak pernah melontarkan kata-kata laknak kepada para musuh
beliau bahkan beliau senantiasa mendoakan agar Allah memberikan kepada mereka
hidayah untuk beriman kepadaNya dan kepada rislahNya yang dibawah oleh
Rasulullah Saw. Diantara riwayat-riwayat tersebut adalah kisah qabilah Daus
yang menolak dakwah Islam yang disampaikan oleh Tthufail bin Amru ad-Dausy kemudian
sampai hal ini kepada Rasulullah Saw
lalu beliau berdo'a :
"اللَّهُمَّ اهْدِ دَوْسًا وَأْتِ
بِهِمْ"
Terjemahannya:
Berdasarkan riwayat di atas, maka tidak diragukan lagi
bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw diutus menjadi rahmat bagi seluruh alam,
dimana beliau sangat senang melihat manusia masuk Islam, sementara beliau tidak
tergesa-gesa mendoakan mereka dalam kehancuran selama masih terdapat keseriusan
diantara mereka untuk menerima dakwah Islam, sebab beliau senantiasa mendoakan
mereka yang masih diharapkan menjadi bahagian dari kaum muslimin dalam aqidah
dan ibadah. Adapun mereka yang telah sampai kepada mereka dakwah selama
beberapa tahun lamanya tetapi tidak terdapat tanda-tanda dari mereka kenginan
untuk menerima dakwah Islam dan dikhawatirkan bahaya yang besar akan datang
dari mereka seperti pembesar kaum musyrik Quraisy (Abu Jahal dan Abu Lahab
dkk), barulah Rasulullah mendoakan kehancuran atas nama mereka.[20]
Kesimpulan
Dari uraian-uraian
singkat pada pembahasan sebelumnya, maka pada baba ini penulis berusaha untuk
mengambil sebuah benang merah dalam beberapa poin berikut :
1.
Toleransi adalah sikap memberikan kemudahan, berlapang dada, mendiamkan,
dan menghargai sebagaimana yang didefenisikan oleh para pakar leksikograf baik
Inggris maupun Arab.
2.
Islam merupakan agama yang menjadikan sikap toleransi sebagai bagian yang
terpenting, sikap ini lebih banyak teraplikasi dalam wilayah interaksi sosial
sebagaimana yang ditunjukkan dari sikap Rasulullah Saw terhadap non muslim pada
zaman beliau masih hidup.
3.
Sikap toleransi dalam beragama adalah menghargai keyakinan agama lain
dengan tidak bersikap sinkretis yaitu dengan menyamakan keyakinan agama lain
dengan keyakinan Islam itu sendiri.
4.
Sikap toleransi tidak dapat dipahami secara terpisah dari bingkai syari'at,
sebab jika terjadi, maka akan menimbulkan kesalah pahaman makna yang berakibat
tercampurnya antara yang hak dan yang bathil.
Daftar Pustaka
Al-Qur'an al-Karim
al-Ainy, Abu Muhammad Mahmud bin Ahmad, 'Umdat
al-Qary, Syarh Shahih al-Bukhary. Cet. I; Beirut: Muassasah ar-Risalaah,
1421 H / 2001 M.
al-Albany, Muhammad Nasiruddin, Shahih adab al-Mufrad.
Cet. II; Beirut: Dar ash-Shiddiq, 1415 H.
al-Asqalany, Ahamd bin Ali bin Hajar, Fath al-Bary, Cet.
I; Madinah al-Munawarah, 1417 H / 1996 M.
al-Atsir, Mujiddudin Ibnu, al-Nihayah fii Gharib
al-Hadis. Cet. I; Lahore: Dar Anshar as-Sunnah, T.Th, Jld. II.
al-Asyin, Musa Syahin, Fath al-Mun'im Syarh Shahih
Muslim. Cet. I; Kairo: Dar al-Syuruq, 1423 H / 2002 M.
al-Bukhary, Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, al-Jami'
al-Shahih. Cet. I; Kairo: Maktah as-Salafiyah, 1400 H.
Ibn Iyadh, Iyadh bin Musa, Ikamal al-Mu'allim bi
Fawaid Muslim. Cet. I; al-Manshura: Dar al-Wafa, 1419 H / 1998 M.
Ibnu Majah, Muhammad bin yazid al-Qazwiny, Sunan Ibnu
Majah. Cet. I; Riyadh, Makatah al-Ma'arif, T.Th.
M. Echol, Jhon dan Hassan Shadily, An
English-Indonesian Dictinary (Kamus Inggris Indonesia). Cet. XXV; Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Ma'luf, Luways, al-Munjid Fii al-Lughah wa al-A'lam. Cet.
XXXIV; Beirut: Dar al-Masyriq, 1994.
al-Mubarakfury, Shafiyurrahman, Minnat al-Mun'im Syarh
Shahih Muslim. Cet. I; Riyadh: Dar as-Salam, 1420 H / 1999 M.
an-Nasa'i, Ahmad bin Ali bin Syuaib, Sunan an-Nasa'i. Cet.
I; Riyadh, Makatah al-Ma'arif, T.Th.
[1] Jhon M. Echol
dan Hassan Shadily, An English-Indonesian Dictinary (Kamus Inggris
Indonesia), (Cet. XXV; Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 595.s
[2] Luways
Ma'luf, al-Munjid Fii al-Lughah wa al-A'lam, (Cet. XXXIV; Beirut: Dar
al-Masyriq, 1994), h. 349.
[3] Mujiddudin Ibnu
al-Atsir, al-Nihayah fii Gharib al-Hadis, (Cet. I; Lahore: Dar Anshar
as-Sunnah, T.Th), Jld. II, h. 398
[4] Ahamd bin Ali
bin Hajar al-Asqalany, Fath al-Bary, (Cet. I; Madinah al-Munawarah, 1417
H / 1996 M), Jld. I, h. 94
[5] Hadis Ini
diriwayatk oleh : Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhary, al-Jami'
al-Shahih,Kitab; Iman, Bab; Agama itu Mudah,
(Cet. I; Kairo: Maktah as-Salafiyah, 1400 H), Jld. I, h. 29
[7] Muhammad
Nasiruddin al-Albany, Shahih adab al-Mufrad. (Cet. II; Beirut: Dar
ash-Shiddiq, 1415 H), h. 122
[8] Al-Bukhary, Op.Cit.,
Kitab; Jual-Beli, Bab; Kemudahan dan toleransi dalam jual-beli dari riwayat
Jabir bin Abdullah, Jld. II, h. 81
[13] Al-Bukhry, Op.Cit.,
Jld. I, h. 30. dan riwiyatkan pula oleh Ahmad bin Ali bin Syuaib an-Nasa'i,
Sunan an-Nasa', Kitab; Shalay Malam, Bab; Pertentanga diantara Aisyah
tentang Shalat Malam, (Cet. I; Riyadh, Makatah al-Ma'arif, T.Th), h. 270.
dan Muhammad bin yazid al-Qazwiny Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Kitab;
Zuhud, Bab; Konsisten Dalam Beramal, (Cet. I; Riyadh, Makatah al-Ma'arif,
T.Th), h. 702
[15] Muslim bin
Hajjaj bin Muslim al-Qusyairy an-Nisabuty, al-Musnab al-Shahih, dalam
Shafiyurrahman al-Mubarakfury, Minnat al-Mun'im Syarh Shahih Muslim, (Cet.
I; Riyadh: Dar as-Salam, 1420 H / 1999 M), Jld. IV, h. 228
[17] Iyadh bin
Musa bin Iyadh, Ikamal al-Mu'allim bi Fawaid Muslim, (Cet. I;
al-Manshura: Dar al-Wafa, 1419 H / 1998 M), Jld VIII, h. 164
[18] Musa Syahin
al-Asyin, Fath al-Mun'im Syarh Shahih Muslim, (Cet. I; Kairo: Dar
al-Syuruq, 1423 H / 2002 M), Jld X, h. 164
[19] Al-Bukhary, Op.Cit.,Kitab;
Jihad, Bab; Do'a Bagi Orang-orang Musyrik, Jld. II, h. 341. dan Muslim, Op.Cit., dalam al-Mubarakfury., Op.
Cit., Jld. IV, h. 154
[20] Abu Muhammad
Mahmud bin Ahmad al-Ainy, 'Umdat al-Qary, Syarh Shahih al-Bukhary, (Cet.
I; Beirut: Muassasah ar-Risalaah, 1421 H / 2001 M), Jld. XIV, h.291.
2 komentar:
Ijin nulis a
izin menyebarkan di mazlis kami
Posting Komentar
apakah anda tidak menemukan yang anda cari??? silahkan tuliskan sesuatu yang anda cari itu....