oleh : Muhmmad Irham, S. Th. I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memberi definisi dengan kata-kata tentang kitab hadīs\ Us\u>liy tidaklah mudah. Tetapi mencobanya merupakan proses ilmiah. Kitab hadīs\ Us\u>liy (primer) merupakan kitab hadis yang dalam penyusunannya tidak berdasarkan satu kitab tertentu atau lebih seperti \kitab syarah dan kitab mukhtas}}ar yang membutuhkan sebuah kitab untuk dijelaskan dan diringkas sehingga keduanya merupakan kitab hadīs\ sekunder.
Kitab syarah adalah sebuah kitab yang bersifat penjelas bagi kitab yang disyarahnya (yang akan dijelaskannya) dan kitab mukhtas}ar adalah sebuah kitab yang bersifat ringkasan/rangkuman dari sebuah kitab tertentu. Contohnya, kitab al-Muwatta’ karya Imam Mālik merupakan kitab hadīs\ Us\u>liy (primer), sementara syarah (penjelasan) nya terdapat kitab al-Taqs}iy li hadīs\ al-Muwaththa’ karya Imam Abū ‘Amr Yūsuf Ibn ‘Abd al-Birr (w. 463 H) yang merupakan kitab hadīs\ sekunder, dan terdapat pula kitab ringkasannya karya Abū al-Walīd Sulaimān Ibn Khalf al-Bājiy (w. 474 H) yang juga merupakan kitab sekunder. Singkat kata dari contoh diatas bahwa kitab al-Muwaththa’ merupakan kitab primer sementara syarah dan mukhtas}arnya diantara kitab sekunder.
Pembahasan definisi kitab hadīs\ Us\u>liy bukanlah pokok masalah dalam makalah ini melainkan mengenai definisi kitab Mus\annaf/Muwaththa’, Jāmi', Sunan, Musnad dan Ajzā' yang semuanya merupakan bagian dari kitab hadīs\ Us\u>liy. Sehingga tujuan dari makalah ini adalah untuk membahas masalah-masalah seputar kitab-kitab tersebut karena kelima kitab hadis tersebut dari aspek penyusunan konten babnya ada kemiripan sehingga jika tidak mendalami lebih lanjut masalah ini akan muncul kesamaran dalam memahami dan membedakan antara kelima jenis kitab hadīs\ Us\u>liy tersebut.
Metodologi makalah ini adalah mengumpulkan data dari kitab hadīs\ dan kitab ilmu hadīs\ kemudian diolah dan dianalisis dengan pembuktian langsung merujuk ke kitab aslinya, contohnya disebut dalam kitab ilmu hadīs\ bahwa salah satu contoh kitab Musnad adalah kitab Musnad Ahmad maka penulis langsung merujuk dan mencermati kitab aslinya apakah benar dan terbukti bahwa kitab tersebut tergolong Musnad atau tidak. Kemudian, penulis menyertakan syarah singkat kata atau kalimat yang kurang dimengerti di bagi\an footnote sehubungan dengan dalam penyajian seminar makalah terdapat audience yang bukan dari jurusan TH (tafsir hadis) bertujuan untuk membantu dan mempermudah pemahaman audience.
Penulis juga sembari mengharap masukan dan saran kontrukstif dari para dosen pemandu dan audience karena disadari bahwa kesempurnaan hak absulut Alla semata dan penulis sendiri menyadari bahwa semakin penulis membaca ulang makalah ini maka semakin dijumpai tambahan-tambahan bagi makalah ini karena pada awalny makalah ini hanya sekitar 5 halaman, dibaca lagi berkembang halamannya menjadi 7, 10, 13 dst.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana perbedaan antara kitab hadīs\ Mus}annaf/Muwaththa', Sunan, Jāmi', Musnad, dan Ajzā’?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kitab Mus\annaf/Muwaththa’
Secara lugawiy, Mus\annaf –jama’nya Mus\annafāt- tersusun dari tiga huruf pokok yaitu shād (ص), nun (ن) dan fa` (ف), yang pada dasarnya memiliki dua makna; (1) golongan dari sesuatu; (2) membedakan sesuatu dengan yang lainnya. Kata tersebut merupakan isim majhūl dari fi’il s}annafa (صنّف) yang bermakna mengarang, maka secara sepintas makna dari Mus\annaf adalah (kitab) yang dikarang, Mus\annafāt berarti kitab-kitab yang dikarang.
Jika pengertian lugawiy tersebut digunakan dalam memahami terma Mus\annaf maka sebuah kitab/buku yang dikarang oleh seseorang baik muslim maupun non-muslim, dalam bidang hadīs\ maupun selain bidang hadīs\ termasuk Mus\annaf, maka akan terjadi kerancuan dalam pengistilahan ilmu hadīs\. Olehnya itu, memahami terma Mus\annaf secara ist}ilāhiy atau berdasarkan pandangan ulama-ulama hadīs\ jauh lebih tepat.
‘Ali ‘I><sā Hamd al-Hamīd mendefinisikan Mus\annaf sebagai berikut:
هو الكتاب المركب على الأبواب الفقهية, والمشتمل على الأحاديث المرفوعة والموقوفة والمقطوعة وفتاوى التابعين.
Artinya:
"Kitab yang tersusun atas bab-bab fiqhi, yang mencakup hadīs\-hadīs\ marfū’ , mauqūf , maqtū’ dan fatwa-fatwa tabi’īn" .
Kemudian ‘Ali ‘I><sā Hamd al-Hamīd menambahkan Muwaththa’ merupakan suatu peristilahan lain dari Mus\annaf. Artinya definisi terminologi Mus\annaf merupakan juga definisi terminologi Muwathta’. Jadi, Mus\annaf adalah Muwaththa’ dan Muwaththa’ adalah Mus\annaf. Seperti halnya terma lain yang biasa dinukilkan untuk ilmu dirayah hadīs adalah ilmu mustalah hadīs.
Tapi, dalam aplikasinya terdapat perbedaan, contohnya kitab al-Muwaththa’ karya Imam Mālik tetap disebut al-Muwaththa’ karena memang Imam Mālik menamainya al-Muwaththa’ dan sampul kitab tersebut tertulis al-Muwaththa’, sehingga amat jarang disebut Mus\annaf Imam Mālik atau atau kitab Mus\annaf ‘Abd al-Razzāq yang jarang dijumpai disebut Muwaththa’ ‘Abd al-Razzāq, walaupun secara teori boleh-boleh saja karena susunan bab kitab Mus\annaf dan Muwaththa’ adalah sama, yaitu tersusun berdasarkan bab-bab fiqhi dan di dalamnya terdapat hadīs marfu>’, mauqūf dan munqathi’.
Kitab al-Muwaththa’ karya Imam Abū ‘Abdillah Mālik Ibn Anas Ibn Mālik, Abu Āmir al-Ashbāhiy (95-179 H) merupakan bagian dari kitab Muwaththa'/Mus}annaf. Shubhiy al-Shālih mengemukakan bahwa dalam kitab ini terdapat 600 hadīs\ yang tersambung sanadnya sampai Rasulullah, 222 hadīs\ Mursal, 613 hadīs\ Mauqūf, dan 285 perkataan tabi’īn. Inilah kelak yang membedakan kitab Muwaththa’/Mus\annaf dengan kitab Sunan karena kitab Sunan tidak terdapat hadīs\ Mauqūf, dan Maqthū', sementara Muwaththa’/Mus\annaf memiliki hadīs\ Mauqūf, dan Maqthū'. Dan komposisi bab kitab tersebut berdasarkan tema bukan nama sahabat.
Jadi, yang membuktikan bahwa kitab al-Muwaththa’ karya Imam Mālik merupakan kitab Muwaththa’ karena; (1) Imam Mālik sendiri yang menamainya sebagaimana yang dapat dilihat dari sampul kitabnya; (2) kitab al-Muwaththa’ karya Imam Mālik benar tersusun berdasarkan pem-bab-an fiqhi hal ini dapat dilihat dari awal babnya yang dimulai dengan bab thahārah dan memang tersusun sebagaimana bab-bab fiqhi yang babnya terdiri dari bab thahārah, shalat, zakat, puasa, haji, dll tanpa menyebut bab tafsir, aqidah, manaqib, dll; (3) Dalam kitab ini mengandung hadīs\ Nabi (marfū'), pandangan sahabat (mauqūf) dan pendapat tabi'īn (maqthū')
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik kitab Muwaththa’/Mus\annaf ada empat yaitu; (1) terdapat nukilan dari pengarangnya bahwa kitab tersebut Muwaththa’/Mus\annaf; (2) terdapat hadīs\ marfū', mauqūf dan maqthū'; (3) diawali bab thahārah; (4) tersusun berdasarkan bab-bab fiqhi.
Karakteristik pertama dan kedua penulis menamai karakter khusus kitab Muwaththa’/Mus\annaf karena hanya kitab Muwaththa’/Mus\annaf yang memilikinya sementara karakteristik ketiga dan keempat penulis menyebutnya karakter umum Muwaththa’/Mus\annaf karena karakter ini ternyata dimiliki juga oleh oleh jenis kitab lainnya, Sunan.
B. Kitab Sunan
Sunan adalah bentuk jama dari sunnah yang biasa disinonimkan dengan hadīs. Kitab Sunan secara lugawiy harfiah dimakna semua kitab yang beisi hadīs. Tapi, secara etimologi ilmu mus}talah hadīs dalam hal ini menurut Hasbi Ash Shiddieqiy adalah kitab hadīs\ yang disusun berdasarkan ke beberapa kitab dan setiap kitab terdiri dari bab contohnya kitab thahārah yang terdiri bab wudhu, tayammum, dll. Yang perlu dipahami bahwa kata kitab diatas bukan bermakna buku atau kitab hadīs\ melainkan diartikan bab sementara bab diartikan subbab, maka dari kitab thahārah bab wudhu sebenarnya diartikan bab thahārah subbab wudhu'. Hal itu terjadi karena perbedaan pengistilahan dalam penyusunan buku di dunia Arab dan Indonesia.
Jika berdasarkan definisi Hasbi Ash Shiddieqy, maka masih menimbulkan kesamaran defini Kitab Sunan dengan Mus}annaf sebelumnya olehnya itu penulis mengambil defini lain dari tokoh hadīs\ yang lain, yaitu ‘Ali ‘I><sā Hamd al-Hamīd, beliau berpandangan sebagai berikut:
هو الكتاب المركب على الأبواب الفقهية, والمشتمل على الأحاديث المرفوعة فقط .
Artinya:
"Kitab yang tersusun atas bab-bab fiqhi, yang mencakup hadīs\-hadīs\ marfū’ saja".
Maka, persamaan antara kitab Sunan dan Mus}annaf adalah tersusun dari bab-bab Fiqhi tapi perbedaannya adalah kitab Mus}annaf terdiri dari hadīs\ marfū', maqthū' dan munqati' sedangkan kitab Sunan hanya terdiri hadīs\ marfū saja.
Salah satu contoh kitab Sunan adalah kitab Sunan Abū Dāud Sulaimān Ibn al-Asy’ats Ibn Ishāq al-Sijistāniy (202-275 H) yang berisi 5274 hadīs. Dalam kitab ini, mengandung hadīs\ -hadīs\ tentang hukum (fiqh) islam tanpa menyebut hadīs\ tentang kisah, nasehat, zuhud, keutamaan amal, dll. Kemudian Abū Dāud menjelaskan metodologinya seraya berkata bahwa:
ذكرت الصحيح وما يشبه ويقاربه, و ليس فى كتاب السنن الذي صنفته عن رجل متروك الحديث.
Artinya:
"Saya telah menyebut/menukil (dalam kitabku) h}adīs\ s}ah}ih, h}adīs\ yang serupa s}ah}ih atau yang mendekati/hamper s}ah}ih, dan tidak terdapat dalam kitab Sunan yang saya karang ini seorang periwayat yang dikenal matrūk dalam dunia hadīs\.
Bahkan Imam Nawawiy menambahkan bahwa Abū Dāud berkapasitas dalam ilmu illalulhadīs sehingga ia mampu membedakan yang mana hadīs\ dan bukan. Hadīs yang dimaksud adalah hadīs\ marfū' sementara yang bukan hadīs\ yang dimaksud adalah hadīs\ mauqūf dan maqthū' karena keduanya pada dasarnya bukanlah hadīs\ melainkan perkataan sahabat dan tabi'īn.
Kemudian, salah satu bukti bahwa kitab ini merupakan kitab Sunan adalah karena penulis kitab ini menamakan kitab tersebut dengan Sunan hal ini biasa dilihat di sampulnya dan bukti kedua adalah kitab ini memang tersusun berdasarkan bab fiqhi, yang mana ciri dari pem-bab-an nya adalah dimulai dengan bab thahārah dan terdiri dari bab-bab hukum sebagaimana yang dijelaskan diatas dan hanya berisi hadīs\ marfū ke nabi saja tanpa perkataan sahabat dan tabiīn.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik kitab Sunan ada empat yaitu; (1) terdapat nukilan dari pengarangnya bahwa kitab tersebut Sunan; (2) hanya mengandung hadīs\ marfū' tanpa hadīs\ mauqūf dan maqthū'; (3) diawali bab thahārah; (4) tersusun berdasarkan bab-bab fiqhi.
Karakteristik pertama dan kedua penulis menamai karakter khusus kitab Sunan karena hanya kitab Sunan yang memilikinya sementara karakteristik ketiga dan keempat penulis menyebutnya karakter umum kitab Sunan karena karakter ini ternyata dimiliki juga oleh oleh jenis kitab lainnya, Muwaththa’/Mus\annaf.
C. Kitab Jāmi’
Jāmi’ tersusun tiga huruf yaitu al-Jīm (ج), al-Mīm (م) dan al-‘Ain (ع), yang bermakna menyumpulkan sesuatu. Tapi, beda halnya pengertian Jāmi’ jika dihubungkan dengan hadīs dan kitabnya. Kitab Jāmi’ adalah kitab hadīs\ yang melengkapi segala bab hadīs\ yang delapan macam, yaitu; bab aqā’id, ahkām, riqāq, adāb, tafsīr, syamail (bab safar, qiyām dan qu`ūd), fitan dan manāqib.
Kitab hadīs\ yang mengandung satu masalah saja seperti aqā’id bukan merupakan kitab Jāmi’, seperti kitab Ibn Huzaimah yang bernama kitab at-Tauhid. Yang mengandung bab riqāq saja adalah kitab az-Zuhdu karya Imam Ahmad, yang mengandung bab hukum saja adalah kitab Sunan yang empat, yang mengandung bab adāb saja adalah kitab al-Adāb al-Mufrad karya Imam al-Bukhāriy, yang mengandung bab tafsir saja adalah kitab Ibnu Mardawaihi, yang mengandung bab syamāil saja adalah kitab Asy-Syamāil karya Imam At-Turmudziy, yang mengandung bab fitan saja adalah kitab Nu’aim Ibn Hamd.
Salah satu contoh kitab Jāmi' adalah kitab al-Jāmi' al-Sah}ih} karya Abū ‘Abdillah Muhammad Ibn Ismā’il Ibn Ibrāhīm al-Bukhāriy (194-256 H)..
Jadi, menurut, Hasbi ash Shiddiediy kitab Jāmi’ terdiri bab-bab hadīs\ yang delapan macam, yaitu; bab aqā’id, ahkām, riqāq, adāb, tafsīr, syamail (bab safar, qiyām dan qu`ūd), fitan dan manāqib. Jika ada unsur bab yang tidak terpenuhi bukanlah kitab Jāmi’.
Akan tetapi setelah penulis merujuk ke kitab Jāmi’ diantaranya kitab Jāmi’ al-Bukhāriy, Muslim dan al-Turmudziy maka penulis mendapat kejanggal pendefinisian Hasbi ash Shiddiediy. Akibat kedelapan bab tersebut tidak semuanya terdapat ke dalam ketiga kitab Jāmi’ tersebut. Untuk memperjelas lihat tabel 1.1 berikut:
tabel 1.1
Dari tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa bab Syamā'il (yang terdiri dari safar, qiyām dan qu'ūd) yang merupakan unsur dari kitab Jāmi' kurang tepat karena bab ini ternyata tidak terdapat satu pun diantara tiga ontoh kitab Jāmi' yang dipaparkan. Adapun ketujuh unsur bab yang lain sudahlah tepat.
Kemudian setelah dibandingkan dengan komposisi bab sembilan kitab hadis standar (kitab Jāmi' al-Bukhāriy, Muslim, Sunan Abū Dāud, al-Turmudziy, al-Nasāiy, Ibn Mājah, Musnad Ahmad, Muwaththa' Mālik dan Sunan al-Dārimiy) ditambah Sunan al-Dāruquthniy maka akan ditemukan sebuah hasil sebagai berikut:
Tabel 1.2.
Tabel di atas menerangkan bahwa kedelapan bab unsur kitab Jāmi' ternyata merupakan bagain komposisi sembilan kitab hadis standar lainnya dan Sunan al-Dāruqutniy. Contohnya bab Adāb yang bukan hanya dimiliki oleh ketiga kitab Jāmi' melainkan juga dimiliki juga oleh kitab Sunan al-Turmudziy, al-Nasāiy dan Ibn Mājah. Begitu pula bab 'Aqāid dan Ahkām juga merupakan bagian dari komposisi bab al-Nasāiy dan Ibn Mājah. Sehingga, dapat membuat kerancuan karakteristik bab. Walhasil, diantara ketujuh bab unsur kitab Jāmi' hanya dua diantaranya hanya hanya betul-betul dimiliki oleh kitab Jāmi' yaitu bab Tafsīr dan Manāqib. Maka, kedua bab tersebut penulis sebut bab mayor kitab Jāmi' adapun kelima lainnya adalah bab minor Jadi, ketiga contoh kitab Jāmi' yang dikemukan ternyata terbukti merupakan kitab Jāmi' karena; (1) terdapat nukilan dari pengarangnya bahwa kitab tersebut merupakan kitab Jāmi'; (2) tersusun dari bab mayor kitab Jāmi'; (3) tersusun dari bab minor kitab Jāmi'. Karakteristik pertama dan kedua disebut karakter khusus dan karakteristik ketiga disebut karakter umum. Dinamakan karakter khusus karena hanya kitab Jāmi' yang memilikinya sementara dinamakan karakter umum karena jenis kitab lain juga memilikinya yaitu kitab Sunan.
D. Kitab Musnad
Musnad –jama’nya Masānid- merupakan isim maf’ul dari asnada yang bermakna menyandarkan sesuatu. Hadis Musnad adalah hadis yang tersambung sanadnya kepada Nabi Muhammad saw. Tapi, bukan pengertian ini (hadis Musnad) yang dikehendaki melainkan pengertian dari kitab Musnad.
Kitab Musnad adalah kitab-kitab yang didalamnya disebut hadīs\ menurut nama sahabat berdasarkan kepada sejarah mereka memeluk agama Islam. Para penyusunnya memulai dengn menyebut hadīs\-hadīs\ yang diriwayatkan oleh sahabat yang sepuluh (yang dijamin masuk surga), kemudian hadīs\-hadīs\ yang diriwayatkan oleh sahabat yang turut dalam peperangan Badar, dan seterusnya.
Kitab Musnad yang pertama disusun adalah Musnad Abū Daud At-Tayalisi (w. 204 H) Contoh lain kitab Musnad adalah Musnad Bāqiy Ibn Makhlad (w. 296 H).
Kitab yang termasyhur diantara kitab Musnad adalah Musnad Abū Abdillah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hambal al-Syaibainiy (164-220 H), yang mengandung 40.000 hadis. Yang penamaan dan susunan babnya berdasarkan nama sahabat yang diawali Abū Bakar, Umar, Utsmān, Ali, dst. Untuk lebih lanjut perhatikan tabel berikut:
Tabel 1.3.
Berdasarkan tab\el diatas dapat dipahami bahwa kelima contoh kitab Musnad diatas memiliki bab yang berdasarkan nama Sahabat dan semuanya pada bab I dan II diawali bab Abū Bakar dan 'Umar. Tapi, penulis mendapati bahwa terdapat kitab Musnad yang tidak berdasarkan nama sahabat dalam komposisi babnya yaitu Musnad al-Syāfiy dan Musnad al-Syihāb al-Qadhā'iy
Tabel 1.4
Berdasarkan table diatas dapat dipahami bahwa kedua kitab Musnad tersebut tidak tergolong kitab Musnad yang sebagaimana dipahami yang berdasarkan nama sahabat atau tabi'īn. Maka tidak semua kitab yang ternukil kata Musnad termasuk kitab Musnad -yang dipahami-
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kitab yang bukan berdasarkan topik atau masalah melainkan berdasarkan nama sahabat atau tabi'īn merupakan satu-satunya karakter khusus kitab Musnad adapun penamaan pengarangnya terhadap kitabnya dengan sebutan kata Musnad hanya termasuk karakter umum karena ternyata terdapat kitab yang ternukil Musnad tidak tersusun berdasarkan nama sahabat melainkan tematik.
E. Kitab Ajzā`
Kitab Ajzā` ialah kitab hadīs\ dari seseorang sahabat saja atau dari seorang tabi’īn saja seperti Juz` Abū Bakar dan juz`u mā rawāhu Abu Hanīfah (seorang tabi’īn) karya ‘Abd al-Karīm Ibn ‘Abd al-Shamad al-Tabriy (w. 478 H) atau hadīs\- hadīs\ yang berpautan dengan satu masalah saja, seperti al-Juz fi Qiyām al-Lail karya al-Marwaziy dan al-Juz fi S{alāt al-Dhuh}ā karya Imam al-Suyutiy, Raf’ al-Yadain fi al-Shalah dan al-Qirāah Khalf al-Imām keduanya karya Imam al-Bukhāriy dan kitab Sya’b al-Īmān karya al-Baihaqiy yang berisi hadis-hadis tentang iman dan cabang-cabangnya, contoh lainnya adalah kitab al-Zuhd, al-Shalah dan Fadhāil al-Sahābah yang semuanya karya Imam Ahmad.
Maka satu-satunya karakter khusus kitab Ajzā adalah tersusun atas satu topik saja atau berdasarkan satu sahabat/tabi'īn saja. Adapun penamaan dari pengarangnya dengan sebutan juz'u menjadi karakter umumnya karena ternyata ada kitab Ajzā yang tidak ternukil dalam sampulnya kata 'juz'u'.
Jadi, untuk membedakan antara kelima jenis kitab tersebut perhatikan tabel-tabel berikut:
Tabel 1.5. Berdasarkan Ada dan Jumlah Kaedah Mayor Dan Minornya
Tabel. 1.6.
Tabel 1.7. Berdasarkan karakter mayor dan minor
DAFTAR PUSTAKA
Abū Dāud, Sulaimān Ibn al-Asy’ats Ibn Ishāq, Sunan Abū Dāud, Beirut: Dār Ibn
Hazm, 1997.
Ahmad, Abū Husain Ibn Fāris, Maqāyis al-Lugat, Beirut: Dār al-Fikr, t.th.
Al-Hakim, ‘I><sā ‘Ali Hamd Al-Tahdīs} fiy ‘Ulūm al-Hadīs,\
Al-Khauliy, Muhammad ‘Abd al-‘Azīz, Miftah al-Sunnah, Beirut: Dār al-Kutub al-
‘Ilmiah, t.th
Al-Khattabiy, Muhammad ‘Ajjāj, Us}ūl al- Hadīs, Beirut: Dār al-Fikr, 1989.
Al-Suyutiy, Jalaluddin, Tadrīb al-Rawiy, Madinah: al-Maktabah al-‘Ilmiah, 1972.
Ash Shiddieqy, Hasbi, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis II, Jakarta: bulan Bintang,
1976.
--------------------------, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadīs\, Jakarta: Bulan Bintang,
1993
Al-Syarbasiy, Ahmad, Al-Aimmah al-Arba’ah, diterjemahkan Sabil Huda dengan
judul Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab, Jakarta: Bumi Aksara, 1992.
At-Tah{h{ān, Mahmūd, Taisīr Mus{talah al-Hadīs\, Beirut: Dār al-Fikr, t.th.
Chalil, Moenawar, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, Jakarta: Bulan
Bintang, 1992.
Depag, 'Ulūm al-Hadīs, Jkarta: Depag, 1997.
Ibnu Shalah, Muqaddimah Ibn Shalah, Madinah: al-Maktabah al-'Ilmiyah, 1972.
Ismail, Syuhudi, Cara Praktis Mencari Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, 1999
Latif, Abdul, dkk, Pemikir Islam dari Masa ke Masa, Jakarta: Insan Press, 2005.
Umar, Ahmad Hāsyim, Qawā’id Us}ūl al- Hadīs\, Beirut: Dār al-Fikr, t.th.
Yunus, Mahmud Kamus Bahasa Arab-Indonesia, Jakarta: Karya Agung, 1990
0 komentar:
Posting Komentar
apakah anda tidak menemukan yang anda cari??? silahkan tuliskan sesuatu yang anda cari itu....