Oleh : Abdul Ghany
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Islam merupakan agama universal yang didalamnya berisi tentang ajaran tauhid, ibadah dan akhlak. Ajaran tauhid sangat erat kaitanya dengan keimanan, sementara ibadah dan akhlak merupakan pengejewantahan dari ajaran tauhid. Dimana ketika seorang hamba percaya kepada Allah maka dengan otomatis ia pun harus tunduk pada seluruh aturan-aturan yang diperintahkan oleh Allah, baik perintah melaksanakan maupun perintah larangan.
Perbuatan zina merupakan salah satu dimensi yang senantiasa mewarnai perbuatan manusia. Dimana perbuatan tersebut masuk dalam kategori akhlak yang tidak terpuji, sehingga didalam Islam lahan bagi kajian tentang perzinahan masuk dalam kategori pada akhlak, karena perbuatan tersebut bersangkut paut dengan etis. Perbuatan zina merupaka perbuatan yang sangat tidak etis dan tidak terhormat hal tersebut terbukti dari adanya ketidaksenangan seseorang atau kebencian ketika anak atau istrinya dizinahi oleh orang lain maupun dia sendiri adalah seorang pezinah.
Perbuatan zina juga sangat erat kaitanya dengan ajaran tentang hukum dalam hal ini ajaran islam mengatur hukuman bagi para pelaku zina dengan sedetail mungkin . Yang mana dalam makalah ini penulis akam mencoba menjelaskan secara detail hal-hal yang bersangkut paut dengan pemerintahan, dengan menunjuk pada teks ayat suci al-Qur’an surat ayat 2 dan 3.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Redaksi Ayat
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ(2)الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ(3)
Artinya :
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman”.
B. Penafsiran al-Qurtubiy
Al-Qurtubiy mejelaskan bahwa dalam ayat tersebut terdapat kurang lebih 22 persoalan , yaitu :
1. Redaksi Teks (الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي), pezinah menurut bahasa telah dikenal sebelum datangnya syariat, sama seperti dikenalnya istilah pencurian dan pembunuhan. Perzinahan adalah terjadinya ahubungan suami istri di luar nikah. Sehingga jika terjadi perzinahan maka wajib diberlakukan hukuman. Dan menurut ulama ayat ini menasakh ayat pada Q.s. al-Nisa` : 15, yaitu :
وَاللَّاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا(15)
2. Kata (مِائَةَ جَلْدَةٍ), ini merupakan hukuman bagi pezina merdeka yang suudah cukup baligh, serta masih bujangan atau perawan. Di dalam sunah telah dijelaskan tentang pengasingan bagi pezina selama satu tahun, akan tetapi masih dalam peredebatan. Dan adapun bagi para budak, bagi mereka hukuman sebanyak lima puluh kali dera; sebagai mana telah dijelaskan dalam Q.s. al-Nisa` : 25. sementara itu bagi pezina yang sudah menikah maka hukumannya adalah rajam.
3. Jumhur membaca kata (الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي) dengan dirafa`. Sementara itu Isa bin Umar membaca dengan dinasab ia memberi contoh seperti kalimat (زيدا اضرب). Ulama yang merafa` berargumen bahwa khabar mubtada. Kemudian Ibn Mas’ud membaca (الزَّانِ) tanpa huruf ya`.
4. Dikatakan bahwa pencantuman pezinah laki-laki dan pezina perempuan menunjukkan li al-Tauqid (penguat) sebagaiman redaksi (السارق والسارقة).
5. Didahulukan kata (الزَّانِيَةُ) pada ayat tersebut karena pada masa itu perzinahan oleh perempuan dianggap sebagai kebanggaan sehingga wanita yang telah berzina dengan sengaja memamerkan perzinahannya pada orang lain. Menurut pendapat lain bahwa perzinahan bagi perempuan merupakan aib yang berbahaya. Dan ada yang menyatakan bahwa syahwat wanita sangat besar.
6. Adanya alif dan lam pada kata (الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي) menunjukkan jenis hukuman dinayatakan secara umum pula. Berkata jumhur ayat tersebut dikhususkan bagi kaum perawan/bunjangan sehingga menunjukkan bahwa ayat tersebut tidak berlaku umum dengan mengeluarkan golongan budak dan muhsan padanya.
7. Nash Allah Swt. Tersebut menunjukkan akan wajibnya hukuman bagi para pezina apabila terbujti keduanya telah berzina, dan ini menjadi kesepakatan ulama. Tetapi ulama berbeda pendapat tentang ditemukannya dua orang yang berada dalam satu pakaian. Ishaq berkata : keduanya didera sebanyak 100 kali. Tetapi diriwayatkan tentang hal tersebut dari Umar dan Ali bahwa tidak dilaksanakan dera.
8. Redaksi kata (فَاجْلِدُوا) dengan menggunakan huruf ya’ mennjukkan fi’il mudhari yang mennjukkan Amar berbentuk kalimat syarti. Berkata al-Mubarrid : padanya bermakna jasam sehingga dimasuki huruf fa’ demikian pula pada ayat (السارق والسارقة فاقطعوا).
9. Tidak ada perbedaan pendapat bahwa yang berhak melaksanakan hukuman dera adalah para imam atau yang mewakilkannya. Malik dan Syafi’I menambahkan bahwa yang cambuk adalah pembantu. Dan dikataka pula bahwa yang dimaksud adalah kaum muslimin, sementara imam hanya merupakan wakil ketika tidak dimungkinkan adanya kesepakatan dari kaum muslimin.
10. Para ulama sepakat bahwa penghukuman dengan cambuk adalah wajib. Dan cambuk yang dipakai memukul adalah yang tidak keras dan tidak lembek.
11. Ulama berbeda pendapat dlam penelanjangan pada hukuman zina. Malik dan Abu Hanifah berpendapat bahwa ditelanjangkan tetapi bagi wanita tetap memakai baju. Berkata al-Auzai bahwa imam dapat memilih, membuka bajunya atau tidak. Ibnu mas’ud mengatakan bahwa tidak ada tempat bagi umat untuk penelanjangan.
12. Ulama berbeda pendapat tentang cara memukul pelaku zina. Berkata Malik bahwa laki-laki dan perempuan dalam hukuman yang sama.
13. Para ulama berbeda tentang sasaran pemukulan bagi pezina. Malik berkata : hukuman bagi pezina di punggungnya. Berkata Syafi’i : bahwa seluruh badan kecuali wajah dan kemaluan. Berkata Ibn Atha` bahwa disepakati bahwa cambukan bukan pada wajah, kemaluan dan tidak membunuh.
14. Pukulan wajib menyakiti tetapi tidak melukai, memotong. Dan orang yang mencambuk tidak keluar tangannya dari bawah ketiaknya.
15. Malik dan al-Laits berkata bahwa pada setiap hukuman sama kerasnya. Abu Hanifah berkata bahwa pukulan bagi pezinah lebih keras dari pukulan bagi penfitnah, dan pukulan terhadap penfitnah lebih keras dari peminum khamar.
16. Hukuman yang Allah wajibkan adalah bagi pezina, peminum, penfitnah dan selain dari itu.
17. Allah telah menetapkan jumlah pukulan bagi pezina dan penfitnah. Dan juga telah menetapkan hukuman bagi para peminumsebanyak 80 kali dera, dan tidak boleh merubah apa yang telah menjadi ketentuan-Nya.
18. Redaksi kalimta (ولاتأخذكم بهمارأفة في دين الله) bermakna jangan kalian terhalangi melaksanakan hukuman karena merasa kasihan terhadap orang yang akan dihukum dan jangan pula meringankan hukuman.
19. (فِي دِينِ اللَّهِ ) bermakna ketentuan Allah. Menurut pendapat lain ynag dimaksud adalah ketaatan pada Allah dan Syariat-Nya dimana Allah memerintahkan unutk melaksanakan hukuman.
20. (وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ), ulama berbeda pendapat tentang orang yang berhak menyaksikan proses pelaksanaan hukuman. Ada yang megatakan bahwa tidak disaksikan kecuali oleh orang yang berhak melakukan hukuman. Menurut Ibn Zaid bahwa wajib disaksikan oleh empat orang sebagai kiasab bagi para saksi bagi pelaku zina. Berkata al-Zuhri tiga orang sebab yang paling sedikit dari jama’ adalah tiga orang.
21. Ulama berbeda tentang dihadirkannya jama’ah ketika melakukan hukuman. Ada yang berkata sebagai pelajaran bagi yang menyaksikannya. Ada pula yang berkata bahwa agar para jama’ah mendo’akannya.
22. Dari Rasulullah saw. Berkata : ketika pertengahan bulan Sya’ban Allah sangat condong pada hambanya sehingga mengampuni setiap musim yang tidak syirik kecuali penyihir, dukun dan orang yang durhaka kepada orang tua, peminum khamar dan pelaku zina.
C. Redaksi Ayat
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Artinya :
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu'min.”
D. Penafsiran al-Qurtubiy
Dalam ayat tersebut terdapat tujuh persoalan , yaitu :
1. ulama berbeda tentang makna ayat tersebut;
a. (لَا يَنْكِحُ ) bermakna jangan setubuhi
b. Abu Dawud al-Tirmizi meriwayatkan dari ‘Amar bin Syu’aib dari bapaknya, dan dari kakeknya bahwa YAzid bin Abi Marsad membawa barang dagang ke Mekah. Kemudian ia bertemu dengan temannya yang bernama Anaq yang berprofesi sebagai pelacur, lalu Yazid meminya izin untuk menikahinya tetapi Nabi tidak menjawabnya lalu turunlah ayat tersebut.
c. Sesungguhnya ayat tersebut di khususkan bagi laki-laki muslim saja yang meminta izin pada rasul unutk menikahi perempuan lacur. Maka turunlah ayat tersebut.
d. Sesungguhnya ayat tersebut diturunkan bagi para ahli Shuffah, dimana mereka Adalah kaum Mukhajirin yangtidak memiliki tem[pat tinggal di Madinah. Dan di Madinah terdapat pelacur dan diantara ahli Shuffah ada yang berkeinginan untuk menikahi mereka agar dapat tinggal di rumah mereka. Maka turunlah aya tersebut.
e. Al-Zujjaj berkata yang dimaksud ayat tersebut adalah pezina laki-laki pezina perempuan yang dihukum. Sehingga tidak boleh ppezina laki-laki yang dihukum menikah kecuali terhadap pezina perempuan yang telah dihukum pula. Sebagai mana sabda Nabi ;
لَا يَنْكِح الزاني المعدود الامثله
f. Sesungguhnya ayat tersebut telah dinasakh dengan ayat (وانكح الزني النح ) karena pezina perempuan termasuk diantara orang yang sendirian. Sebagian ulama berkata bahwa bukanlah yang dimaksud dalam ayat tersebut bahwa pezina laki-laki tidak dapat menikah kecuali terdapat pezina perempuan karena telah digambarkan bahwa kadang pezina menikah dengan yang bukan pezina. Akat tetapi yang dimaksud adalah orang yang menikah dengan pezina maka ia termasuk pezina. Karena seorang tidak mungkin menikah dengan pezina kecuali ia meridhahi perbuatan zinanya. Dan hanya orang pezinalah yang ridha pada pezina.
2. Ayat tersebut menunjukkan bahwa pernikahan dengan pezina sah. Dan apabila istrinya seorang laki-laki adalah pezina maka tidak rusak nikahnya, demikan pula sebaliknya. Pendapat ini adalah pendapat orang yang menganggap ayat tersebut ternasakh.
3. Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki berzina dengan seorang perempuan pada zaman Abu Bakar, maka keduanya dihukum dera 1000 kali lalu dinikahkan. Tetapi berkata Ibnu MAs’ud telah berzina seorang laki-laki dan perempuan kemudian keduanya dinikahkan maka keduanya berzina selamanya.
4. Aib berkata dari al- Ayyub, ia mencukupkan dengan perkataan tidak menikah seorang pezinah yang telah dihukum kecuali dengan sesamanya.
5. Berkata golongan mutaqaddimin bahwa ayat yang muhkam tidak dapat dinasakh. Dan menitrut mereka orang yang berzina rusaklah nikahnya. Tetapi sebagian lagi berkata tidak batal nikahnya tetapi laki-laki tersebut diminta mentalaknya dan mempertahankannya termasuk dosa, tetapi jika jelas tobatnya boleh menikah.
6. (وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ) bermakna pernikahan terhadap pelacur telah diharamkan olah Allah atas ummat Muhammad saw.
7. Allah mengharamkan perzinahan dalam kitabnya, sehingga orang yang berzina wajib dihukum, ini pendapat Syafi`I, Malik dan Abi Tsaur. Bekata bagi para ahli ra’yu bagi para laki-laki muslim apabila berada pada darul harb yang aman kemudian berzina di sana lalu keluar dari tempat tersebut maka tidak dihukum. Sementara itu, berkata Ibnu Mundzir bahwa Darul Harb dan Darul Muslim sama, apabila berzina maka wajib dihukum.
E. Analisis Kontekstual
Apapun yang menjelma di alam ini baik dalam bentuk saintik, estetika, akhlak dan pemikiran, merupakan penjelmaan dari apa yang terdapat dalam diri manusia. Penjelmaan tersebut kemudian dikenal oleh setiap manusia dan membentuk mata rantai yang tidak pernah putus-putusnya, dari generasi kegenerasi. Hanya saja pada setiap generasi atau waktu selalu terjadi pergeseran–pergeseran karena dari waktu ke waktu manusia selalu terbentur oleh kondisi yang berbeda.
Tindakan mesum atau zina yang merupakan hasil ciptaan manusia, yang kemudian dikenal dan mentradisi secara turun temurun. Bahkan tindakan zina tidak hanya menjadi sesuatu yang sifatnya akhlak tetapi tidak jarang dianggap atau dijadikan sesuatu yang estetik.
Perempuan menjadi lahan ynag subur bagi perbuatan zinabaik dari segi karsa maupun estetik. Dari segi estetik perempuan menjadi alat sekaligus sebagai obyek perzinaan. Menjadi alat untuk mereguk sebanyak-banyaknya uang baik unutk kepentingan bos maupun dirinya sendiri. Dan menjadi obyek zina karena disana datang berbagai laki-laki mata keranjang unutk memuaskan nafsunya. Dari segi estetik pun demikian sebagai alat unutk mereguk sebanyak mungkin uang dengan menampilkan gambar-gambar wanita cabul yang dianggap estetik dan imajinatif bagi laki-laki pemuas nafsu. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan jika al-Qur’an memperingatkan dengan sebutan :
(لاتقرب الزنا) dan tidak menggunakan kalimat (لاتزتي) sebab tindakan yang mengarahkan kepada zina sudah tak dapat terbendung serta potensi kedirian yang selalu mengarahkan pada potensi zina.
Dalam ayat tersebut dimulai dengan kata (الزَّانِيَةُ) atau pezinah perempuan karena wanita memiliki kecendrungan yang besar sekaligus obyek mesum sebab dalam diri perempuan mengalir deras yang namanya kelembutan. Beda halnya laki-laki dalam dirinyapotensi kegagahan dan keberanian lebih mendominasi sehingga tidak heran jika al-Qur’an mendahulukan (السارق) atau pencuri laki-laki kemudian baru mneggunakan kata (السارقة).
Didalam kitab tafsir al-Azhar Islam datang unutk memelihara perkara, yaitu agama, jiwa, kehormatan, akal serta harta benda.perzinahan merupakan salah satu tindakan merusak kehormatan manusia, yang efeknya sangat besar sebab tidak hanya merugikan pribadinya secara psikologis, dapat pula berpengaruh pada anak yang lahir dari hasil zina, bahkan jika pezinahan sudah menjadi suatu system, dapat merusak seluruh tatanan yang dianggap benar sebab ketika itu, manusia-manusianya tidak mengerti dengan kehormatan. Sehingga wajar jika Islam memberi hukuman berat bagi pelaku zina.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari hasil uraian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Perzinahan adalah terjadinya hubunga suami-istri di luar nikah.
2. Perzinahan adalah merupakan tindakan pidana yang pelakunya harus dihkum sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan al-Sunnah yaitu hukuman seratus kali dera bagi pezina yang ghairu muhsan.
3. Hukuman berlaku sama adanya apakah dia pezina perempuan ataukah pezina laki-laki.
4. Adanya larangan bagi para pezina baik pezina perempuan maupun pezina laki-laki, juga larangan menikah dengan orang musyrik.
5. Perzinahan merupakan salah satu bentuk perbuatan yang menghancurkan kehormatan manusia sehingga wajar jika agama datang mengatur hukuman bagi para pezina.
b. Kritik Dan Saran
Penulis sangat mengharapkan subnagsi pemikiran yang konstruktif sebab bagaimanapun juga sebab makalah ini masih jauh dari yang namanya sempurna.
Daftar Pustaka
Abu Yazid, Islam Akomodatif, LKiS; Jakarta, 2004
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya.
Qurtubi, al-. Tafsir al-Qurtuby, Dar al-Fikr; Bairut, 1994.
Hamkah, Tafsir al-Azhar, Pustaka Panji Mas; Jakarta, t.th.
Maraghi, al-. Tafsir al-Maraghy, Toha Putra; Semaran, 1993
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Islam merupakan agama universal yang didalamnya berisi tentang ajaran tauhid, ibadah dan akhlak. Ajaran tauhid sangat erat kaitanya dengan keimanan, sementara ibadah dan akhlak merupakan pengejewantahan dari ajaran tauhid. Dimana ketika seorang hamba percaya kepada Allah maka dengan otomatis ia pun harus tunduk pada seluruh aturan-aturan yang diperintahkan oleh Allah, baik perintah melaksanakan maupun perintah larangan.
Perbuatan zina merupakan salah satu dimensi yang senantiasa mewarnai perbuatan manusia. Dimana perbuatan tersebut masuk dalam kategori akhlak yang tidak terpuji, sehingga didalam Islam lahan bagi kajian tentang perzinahan masuk dalam kategori pada akhlak, karena perbuatan tersebut bersangkut paut dengan etis. Perbuatan zina merupaka perbuatan yang sangat tidak etis dan tidak terhormat hal tersebut terbukti dari adanya ketidaksenangan seseorang atau kebencian ketika anak atau istrinya dizinahi oleh orang lain maupun dia sendiri adalah seorang pezinah.
Perbuatan zina juga sangat erat kaitanya dengan ajaran tentang hukum dalam hal ini ajaran islam mengatur hukuman bagi para pelaku zina dengan sedetail mungkin . Yang mana dalam makalah ini penulis akam mencoba menjelaskan secara detail hal-hal yang bersangkut paut dengan pemerintahan, dengan menunjuk pada teks ayat suci al-Qur’an surat ayat 2 dan 3.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Redaksi Ayat
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ(2)الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ(3)
Artinya :
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman”.
B. Penafsiran al-Qurtubiy
Al-Qurtubiy mejelaskan bahwa dalam ayat tersebut terdapat kurang lebih 22 persoalan , yaitu :
1. Redaksi Teks (الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي), pezinah menurut bahasa telah dikenal sebelum datangnya syariat, sama seperti dikenalnya istilah pencurian dan pembunuhan. Perzinahan adalah terjadinya ahubungan suami istri di luar nikah. Sehingga jika terjadi perzinahan maka wajib diberlakukan hukuman. Dan menurut ulama ayat ini menasakh ayat pada Q.s. al-Nisa` : 15, yaitu :
وَاللَّاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا(15)
2. Kata (مِائَةَ جَلْدَةٍ), ini merupakan hukuman bagi pezina merdeka yang suudah cukup baligh, serta masih bujangan atau perawan. Di dalam sunah telah dijelaskan tentang pengasingan bagi pezina selama satu tahun, akan tetapi masih dalam peredebatan. Dan adapun bagi para budak, bagi mereka hukuman sebanyak lima puluh kali dera; sebagai mana telah dijelaskan dalam Q.s. al-Nisa` : 25. sementara itu bagi pezina yang sudah menikah maka hukumannya adalah rajam.
3. Jumhur membaca kata (الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي) dengan dirafa`. Sementara itu Isa bin Umar membaca dengan dinasab ia memberi contoh seperti kalimat (زيدا اضرب). Ulama yang merafa` berargumen bahwa khabar mubtada. Kemudian Ibn Mas’ud membaca (الزَّانِ) tanpa huruf ya`.
4. Dikatakan bahwa pencantuman pezinah laki-laki dan pezina perempuan menunjukkan li al-Tauqid (penguat) sebagaiman redaksi (السارق والسارقة).
5. Didahulukan kata (الزَّانِيَةُ) pada ayat tersebut karena pada masa itu perzinahan oleh perempuan dianggap sebagai kebanggaan sehingga wanita yang telah berzina dengan sengaja memamerkan perzinahannya pada orang lain. Menurut pendapat lain bahwa perzinahan bagi perempuan merupakan aib yang berbahaya. Dan ada yang menyatakan bahwa syahwat wanita sangat besar.
6. Adanya alif dan lam pada kata (الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي) menunjukkan jenis hukuman dinayatakan secara umum pula. Berkata jumhur ayat tersebut dikhususkan bagi kaum perawan/bunjangan sehingga menunjukkan bahwa ayat tersebut tidak berlaku umum dengan mengeluarkan golongan budak dan muhsan padanya.
7. Nash Allah Swt. Tersebut menunjukkan akan wajibnya hukuman bagi para pezina apabila terbujti keduanya telah berzina, dan ini menjadi kesepakatan ulama. Tetapi ulama berbeda pendapat tentang ditemukannya dua orang yang berada dalam satu pakaian. Ishaq berkata : keduanya didera sebanyak 100 kali. Tetapi diriwayatkan tentang hal tersebut dari Umar dan Ali bahwa tidak dilaksanakan dera.
8. Redaksi kata (فَاجْلِدُوا) dengan menggunakan huruf ya’ mennjukkan fi’il mudhari yang mennjukkan Amar berbentuk kalimat syarti. Berkata al-Mubarrid : padanya bermakna jasam sehingga dimasuki huruf fa’ demikian pula pada ayat (السارق والسارقة فاقطعوا).
9. Tidak ada perbedaan pendapat bahwa yang berhak melaksanakan hukuman dera adalah para imam atau yang mewakilkannya. Malik dan Syafi’I menambahkan bahwa yang cambuk adalah pembantu. Dan dikataka pula bahwa yang dimaksud adalah kaum muslimin, sementara imam hanya merupakan wakil ketika tidak dimungkinkan adanya kesepakatan dari kaum muslimin.
10. Para ulama sepakat bahwa penghukuman dengan cambuk adalah wajib. Dan cambuk yang dipakai memukul adalah yang tidak keras dan tidak lembek.
11. Ulama berbeda pendapat dlam penelanjangan pada hukuman zina. Malik dan Abu Hanifah berpendapat bahwa ditelanjangkan tetapi bagi wanita tetap memakai baju. Berkata al-Auzai bahwa imam dapat memilih, membuka bajunya atau tidak. Ibnu mas’ud mengatakan bahwa tidak ada tempat bagi umat untuk penelanjangan.
12. Ulama berbeda pendapat tentang cara memukul pelaku zina. Berkata Malik bahwa laki-laki dan perempuan dalam hukuman yang sama.
13. Para ulama berbeda tentang sasaran pemukulan bagi pezina. Malik berkata : hukuman bagi pezina di punggungnya. Berkata Syafi’i : bahwa seluruh badan kecuali wajah dan kemaluan. Berkata Ibn Atha` bahwa disepakati bahwa cambukan bukan pada wajah, kemaluan dan tidak membunuh.
14. Pukulan wajib menyakiti tetapi tidak melukai, memotong. Dan orang yang mencambuk tidak keluar tangannya dari bawah ketiaknya.
15. Malik dan al-Laits berkata bahwa pada setiap hukuman sama kerasnya. Abu Hanifah berkata bahwa pukulan bagi pezinah lebih keras dari pukulan bagi penfitnah, dan pukulan terhadap penfitnah lebih keras dari peminum khamar.
16. Hukuman yang Allah wajibkan adalah bagi pezina, peminum, penfitnah dan selain dari itu.
17. Allah telah menetapkan jumlah pukulan bagi pezina dan penfitnah. Dan juga telah menetapkan hukuman bagi para peminumsebanyak 80 kali dera, dan tidak boleh merubah apa yang telah menjadi ketentuan-Nya.
18. Redaksi kalimta (ولاتأخذكم بهمارأفة في دين الله) bermakna jangan kalian terhalangi melaksanakan hukuman karena merasa kasihan terhadap orang yang akan dihukum dan jangan pula meringankan hukuman.
19. (فِي دِينِ اللَّهِ ) bermakna ketentuan Allah. Menurut pendapat lain ynag dimaksud adalah ketaatan pada Allah dan Syariat-Nya dimana Allah memerintahkan unutk melaksanakan hukuman.
20. (وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ), ulama berbeda pendapat tentang orang yang berhak menyaksikan proses pelaksanaan hukuman. Ada yang megatakan bahwa tidak disaksikan kecuali oleh orang yang berhak melakukan hukuman. Menurut Ibn Zaid bahwa wajib disaksikan oleh empat orang sebagai kiasab bagi para saksi bagi pelaku zina. Berkata al-Zuhri tiga orang sebab yang paling sedikit dari jama’ adalah tiga orang.
21. Ulama berbeda tentang dihadirkannya jama’ah ketika melakukan hukuman. Ada yang berkata sebagai pelajaran bagi yang menyaksikannya. Ada pula yang berkata bahwa agar para jama’ah mendo’akannya.
22. Dari Rasulullah saw. Berkata : ketika pertengahan bulan Sya’ban Allah sangat condong pada hambanya sehingga mengampuni setiap musim yang tidak syirik kecuali penyihir, dukun dan orang yang durhaka kepada orang tua, peminum khamar dan pelaku zina.
C. Redaksi Ayat
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Artinya :
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu'min.”
D. Penafsiran al-Qurtubiy
Dalam ayat tersebut terdapat tujuh persoalan , yaitu :
1. ulama berbeda tentang makna ayat tersebut;
a. (لَا يَنْكِحُ ) bermakna jangan setubuhi
b. Abu Dawud al-Tirmizi meriwayatkan dari ‘Amar bin Syu’aib dari bapaknya, dan dari kakeknya bahwa YAzid bin Abi Marsad membawa barang dagang ke Mekah. Kemudian ia bertemu dengan temannya yang bernama Anaq yang berprofesi sebagai pelacur, lalu Yazid meminya izin untuk menikahinya tetapi Nabi tidak menjawabnya lalu turunlah ayat tersebut.
c. Sesungguhnya ayat tersebut di khususkan bagi laki-laki muslim saja yang meminta izin pada rasul unutk menikahi perempuan lacur. Maka turunlah ayat tersebut.
d. Sesungguhnya ayat tersebut diturunkan bagi para ahli Shuffah, dimana mereka Adalah kaum Mukhajirin yangtidak memiliki tem[pat tinggal di Madinah. Dan di Madinah terdapat pelacur dan diantara ahli Shuffah ada yang berkeinginan untuk menikahi mereka agar dapat tinggal di rumah mereka. Maka turunlah aya tersebut.
e. Al-Zujjaj berkata yang dimaksud ayat tersebut adalah pezina laki-laki pezina perempuan yang dihukum. Sehingga tidak boleh ppezina laki-laki yang dihukum menikah kecuali terhadap pezina perempuan yang telah dihukum pula. Sebagai mana sabda Nabi ;
لَا يَنْكِح الزاني المعدود الامثله
f. Sesungguhnya ayat tersebut telah dinasakh dengan ayat (وانكح الزني النح ) karena pezina perempuan termasuk diantara orang yang sendirian. Sebagian ulama berkata bahwa bukanlah yang dimaksud dalam ayat tersebut bahwa pezina laki-laki tidak dapat menikah kecuali terdapat pezina perempuan karena telah digambarkan bahwa kadang pezina menikah dengan yang bukan pezina. Akat tetapi yang dimaksud adalah orang yang menikah dengan pezina maka ia termasuk pezina. Karena seorang tidak mungkin menikah dengan pezina kecuali ia meridhahi perbuatan zinanya. Dan hanya orang pezinalah yang ridha pada pezina.
2. Ayat tersebut menunjukkan bahwa pernikahan dengan pezina sah. Dan apabila istrinya seorang laki-laki adalah pezina maka tidak rusak nikahnya, demikan pula sebaliknya. Pendapat ini adalah pendapat orang yang menganggap ayat tersebut ternasakh.
3. Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki berzina dengan seorang perempuan pada zaman Abu Bakar, maka keduanya dihukum dera 1000 kali lalu dinikahkan. Tetapi berkata Ibnu MAs’ud telah berzina seorang laki-laki dan perempuan kemudian keduanya dinikahkan maka keduanya berzina selamanya.
4. Aib berkata dari al- Ayyub, ia mencukupkan dengan perkataan tidak menikah seorang pezinah yang telah dihukum kecuali dengan sesamanya.
5. Berkata golongan mutaqaddimin bahwa ayat yang muhkam tidak dapat dinasakh. Dan menitrut mereka orang yang berzina rusaklah nikahnya. Tetapi sebagian lagi berkata tidak batal nikahnya tetapi laki-laki tersebut diminta mentalaknya dan mempertahankannya termasuk dosa, tetapi jika jelas tobatnya boleh menikah.
6. (وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ) bermakna pernikahan terhadap pelacur telah diharamkan olah Allah atas ummat Muhammad saw.
7. Allah mengharamkan perzinahan dalam kitabnya, sehingga orang yang berzina wajib dihukum, ini pendapat Syafi`I, Malik dan Abi Tsaur. Bekata bagi para ahli ra’yu bagi para laki-laki muslim apabila berada pada darul harb yang aman kemudian berzina di sana lalu keluar dari tempat tersebut maka tidak dihukum. Sementara itu, berkata Ibnu Mundzir bahwa Darul Harb dan Darul Muslim sama, apabila berzina maka wajib dihukum.
E. Analisis Kontekstual
Apapun yang menjelma di alam ini baik dalam bentuk saintik, estetika, akhlak dan pemikiran, merupakan penjelmaan dari apa yang terdapat dalam diri manusia. Penjelmaan tersebut kemudian dikenal oleh setiap manusia dan membentuk mata rantai yang tidak pernah putus-putusnya, dari generasi kegenerasi. Hanya saja pada setiap generasi atau waktu selalu terjadi pergeseran–pergeseran karena dari waktu ke waktu manusia selalu terbentur oleh kondisi yang berbeda.
Tindakan mesum atau zina yang merupakan hasil ciptaan manusia, yang kemudian dikenal dan mentradisi secara turun temurun. Bahkan tindakan zina tidak hanya menjadi sesuatu yang sifatnya akhlak tetapi tidak jarang dianggap atau dijadikan sesuatu yang estetik.
Perempuan menjadi lahan ynag subur bagi perbuatan zinabaik dari segi karsa maupun estetik. Dari segi estetik perempuan menjadi alat sekaligus sebagai obyek perzinaan. Menjadi alat untuk mereguk sebanyak-banyaknya uang baik unutk kepentingan bos maupun dirinya sendiri. Dan menjadi obyek zina karena disana datang berbagai laki-laki mata keranjang unutk memuaskan nafsunya. Dari segi estetik pun demikian sebagai alat unutk mereguk sebanyak mungkin uang dengan menampilkan gambar-gambar wanita cabul yang dianggap estetik dan imajinatif bagi laki-laki pemuas nafsu. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan jika al-Qur’an memperingatkan dengan sebutan :
(لاتقرب الزنا) dan tidak menggunakan kalimat (لاتزتي) sebab tindakan yang mengarahkan kepada zina sudah tak dapat terbendung serta potensi kedirian yang selalu mengarahkan pada potensi zina.
Dalam ayat tersebut dimulai dengan kata (الزَّانِيَةُ) atau pezinah perempuan karena wanita memiliki kecendrungan yang besar sekaligus obyek mesum sebab dalam diri perempuan mengalir deras yang namanya kelembutan. Beda halnya laki-laki dalam dirinyapotensi kegagahan dan keberanian lebih mendominasi sehingga tidak heran jika al-Qur’an mendahulukan (السارق) atau pencuri laki-laki kemudian baru mneggunakan kata (السارقة).
Didalam kitab tafsir al-Azhar Islam datang unutk memelihara perkara, yaitu agama, jiwa, kehormatan, akal serta harta benda.perzinahan merupakan salah satu tindakan merusak kehormatan manusia, yang efeknya sangat besar sebab tidak hanya merugikan pribadinya secara psikologis, dapat pula berpengaruh pada anak yang lahir dari hasil zina, bahkan jika pezinahan sudah menjadi suatu system, dapat merusak seluruh tatanan yang dianggap benar sebab ketika itu, manusia-manusianya tidak mengerti dengan kehormatan. Sehingga wajar jika Islam memberi hukuman berat bagi pelaku zina.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari hasil uraian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Perzinahan adalah terjadinya hubunga suami-istri di luar nikah.
2. Perzinahan adalah merupakan tindakan pidana yang pelakunya harus dihkum sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan al-Sunnah yaitu hukuman seratus kali dera bagi pezina yang ghairu muhsan.
3. Hukuman berlaku sama adanya apakah dia pezina perempuan ataukah pezina laki-laki.
4. Adanya larangan bagi para pezina baik pezina perempuan maupun pezina laki-laki, juga larangan menikah dengan orang musyrik.
5. Perzinahan merupakan salah satu bentuk perbuatan yang menghancurkan kehormatan manusia sehingga wajar jika agama datang mengatur hukuman bagi para pezina.
b. Kritik Dan Saran
Penulis sangat mengharapkan subnagsi pemikiran yang konstruktif sebab bagaimanapun juga sebab makalah ini masih jauh dari yang namanya sempurna.
Daftar Pustaka
Abu Yazid, Islam Akomodatif, LKiS; Jakarta, 2004
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya.
Qurtubi, al-. Tafsir al-Qurtuby, Dar al-Fikr; Bairut, 1994.
Hamkah, Tafsir al-Azhar, Pustaka Panji Mas; Jakarta, t.th.
Maraghi, al-. Tafsir al-Maraghy, Toha Putra; Semaran, 1993
0 komentar:
Posting Komentar
apakah anda tidak menemukan yang anda cari??? silahkan tuliskan sesuatu yang anda cari itu....