BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belaang
Sejarah mencatat bahwa dunia Islam
mengalami masa kemunduran setelah bangsa Mongol mengadakan serangan kewilayah
barat. Satu demi satu wilayah-wilayah Islam jatuh ketangan mereka.Transoxiana
dan khawarizm dikalahkannya pada 1219 M, Gasna pada 1221 M, Azerbaijan pada
1224 M dan saljuk di Asia kecil pada 1243 M. Setiap daerah yang dilaluinya juga
hancur, bangunan- bangunan yang bernilai sejarah, Sekolah-sekolah,
gedung-gedung dan mesjid-mesjid musnah dibakar. Demikian pula pembantaian
terjadi secara besar-besaran.
Serangan
yang dilakukan oleh bangsa Mongol tidak hanya sampai di sana, tetapi juga
Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan
khasanah ilmu pengetahuan juga hancur dibumi hanguskan pada 1258 M.[1]
Kehancuran kota Baghdad ini merupakan pukulan telak yang menentukan bagi
peradaban Islam selanjutnya.
Ekspansi
terakhir yang dilakukan bangsa Mongol terjadi pada permulaan abad XV dipimpin
oleh Timur Lenk yang terkenal bengisnya. Pada waktu itu bangsa Mongol yang ada
diwilayah barat telah memeluk Islam. Akan tetapi, hal itu tidak membawa
perubahan pada tingkah laku mereka termasuk Timur Lenk. Kebiadaban tampak dalam
usahanya menumpuk tengkorak nanusia sebanyak 70.000 setelah serbuan ke kota
ispahan di Persia. Kerajaan Timurlah yang di bangun Timur Lenk terpecah belah
pada akhir abad XV, hingga akhirnya runtuh. Wilayah kerajaan tersebut kemudian
diperebutkan oleh dua suku Turki, yaitu Kara Koyunlu dan Ak Koyunlu.
Pada
kurun waktu 1500-1800 M, pasca keruntuhan dinasti bangsa Mongol, muncul tiga
kerajaan besar. Tiga kerajaan tersebut adalah kerajaan Turki Usmani di Turki, kerajaan
Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Ketiga kerajaan ini kemudian
mencapai kemajuannya dan kejayaanya masing-masing. Meskipun umat Islam pada
masa ini meraih kemajuan diberbagai bidang, tapi belum dapat menyaingi kemajuan
yang dicapai pada masa Dinasti Abbasiyah, khususnya pada bidang Ilmu
pengetahuan. Namun menarik untuk dikaji, karena kemajuan pada masa ini terwujud
setelah dunia Islam mengalami kemunduran beberapa abad lamanya.[2]
Sedangkan
Islam di perkirakan masuk ke India pada abad ke-7 melalui jalur perdagangan.
Dalam rangka perluasan wilayah Islam, Khalifah Umar bin Khattab dan Usman bin
Affan pernah merencanakan untuk menaklukkan India. Namun rencana itu baru bisa
dilaksanakan secara efektif pada masa pemerintahan bani Umayyah yang berpusat
di Damaskus. Pada masa itu awal dari kekuasaan Islam di India. Barulah gubernur
Irak yang bernama Hajjaj bin Yusuf As-Saqifi pada masa khalifah Umayyah,
al-Walid bin Abdul Malik yang mengirimkan eksepedisi untuk menangani
perampokkan kapal yang di lakukan oleh suatu kelompok yang di lakukan Raja
Dahir (salah seorang penguasa di Sind) pada tahun 706 di Dybut (dekat karachi
sekarang). Kapal-kapal yang dirampok tersebut berisi hadiah tanda persahabatan
Raja Sri Lanka kepada khalifah al-Walid bin Abdul Malik. Eksedisi yang di
pimpin oleh seorang jendral perang yang berusia delapan belas tahun bernama
Muhammad bin Qasim dan sejak, itu Muhammad bin Qasim berhasil menguasai Dibul
dan membebaskan para sandra. Bahkan Raja Dhahir sendiri terbunuh dalam pertempuran
tersebut. Kemudian pada 713, wilayah Multan di kuasai Muhammad Qasim dan sejak
itu Muhammad Qasim menjadi seorang gubernur Sind untuk pemerintahan Umayyah. Kecakapannya
memimpin Sind mendorong banyak orang India masuk Islam.
Setelah Muhammad bin Qasim,
ada 10 gubernur dari pemerintahan Umayyah dan 30 dari gubernur dari pemrintahan
Abbasiyah yang melanjutkan kekuasaan Islam di India sejak itu melalu kontak
senjata antara penguasa Hindu India dan penguasa Islam di berbagai wilayah
dekat India, secara bertahap bermunculan berapa wilayah kekuasaan Islam di
daerah ini. Sebagai contoh ialah keberhasilan Dinasti Gasnawi menguasai wilayah
India, antara lain Wahid Mulatan, Nardin, Thanisar, Barn, Mathura, setelah
Gazanawi muncul sejumlah penguasa Islam lainnya seperti Dinasti Guri di India
yang berlangsung dari 1173 hingga 1556. Kesultanan Delhi ini tercatat ada
beberapa Dinasti yang berkuasa yaitu Dinasti Mamluk (1206-1290), Dinasti Khalji
(1206-1320), Dinasti Tugluq (1320-1413), Dinasti Sayid (1414-1451), dan Dinasti
Lody (1451-1526). Penguasa Dinasti Lody yang berakhir adalah Ibrahim Lody,
tidak dapat memprtahankan kekuasaannya berbagai pemberontakan dan pertentangan
Interen keluarga. Penguasa, Kabul, Bubur, saat itu berhasil menyelesaikan
kericuhan dalam Dinasti Lody, sehingga pada 1526 ia berhasil menegakkan Dinasti
Mogul di anak benua India.[3]
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian di atas, maka pembahasan makalah ini dibatasi pada kerajaan Safawi di
Persia yang dipokuskan pada tiga masalah utama, yaitu masa pembentukan, masa
kemajuan, dan masa kemunduran. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai
berikut:
- Bagaimana proses pembentukan kerajaan Safawi dan Pembentukan Kerajaan Mughal ?
- Bagaimana kemajuan yang di capai kerajaan Safawi dan Perkembangan dan Kemajuan Kerajaan Mughal ?
- Bagaimana kemunduran kerajaan Safawi dan Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Mughal ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembentukan
1. Proses cultural pembentukan kerajaan Safawi
Kerajaan
Safawi terdiri secara resmi di Persia pada tahun 1501 M /970 H, tatkala Ismail
memperoklamasikan diri sebagai Raja atau Syah di Tabriz. Namun, event sejarah yang penting ini tidaklah
berdiri sendiri. Peristiwa tersebut berkaitan dengan peristiwa-peristiwa
sebelumnya dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu kurang lebih dua abad.
Waktu yang hampir sama dengan usia kerajaan Safawi sendiri. Selama itu, cikal
bakal Safawi tumbuh lambat klaun, tetapi pasti menuju zaman yang penuh dengan
muatan histories yang sangat penting.
Nama
kerajaan Safawi berasal dari kata Shafi, yaitu bagian dari nama Shafi al-Din
Ishak al-Ardabily. Shafi al-Din al-Ardabily lahir pada tahun 1252 M/650 H, enam
tahun sebelum Hulagu Khan menghancurkan Baghdad dan mengakhiri Dinasti Abbasiyah.
Ia lahir dikota Ardabil, sebuah kota paling timur dari Azerbaijan. Sejak beliau
ia sudah menggemari amalan dan keagamaan dan kehidupan sufistik.[4]
Hasrat
yang besar untuk menekuni dunia tasawuf mendorongnya untuk mencari seorang Pir
(pemimpin spiritual) di daerah Syiraz, karena tidak seorang pun Pir setempat
yang memuaskan kebutuhan spiritualnya. Ketika tiba di Syiraz, ia tidak
menemukan Pir yang ia cari. kemudian ia menuju ke jalan untuk berguru pada
pimpinan aliran sufi setempat yang bernama Syekh Zahid al-Jilani. Kemudian ia
menikahi putri Syekh Zahid. Setelah Syekh Zahid meninggal, ia menggantikan
posisi gurunya sebagai pimpinan kelompok Zahidiyah. Ketika Shafi al-Din
menggantikan posisi Syekh Zahid, tarekat ia pimpin lebih dikenal dengan tarekat
Safawiyah dan berpusat di Ardabil.[5]
Sejak Shafi al-Din mulai memimpin tarekat Safawiyah pada tahun 1301 M sampai Syekh
Ismail1 memperoklamasikan berdirinya kerajaan Safawi pada tahun 1501 M, telah
banyak pengalaman keluarga Safawi dalam perjuangan menegakkan cita-cita selama
dua abad itu. Paling tidak ada dua tahap perjuangan yang mereka lalui. Pertama,
sebagai gerakan keagamaan (cultural) dan kedua, sebagai gerakan politik
(structural).
Selama
masa 1301-1447 M (700-850 H ) gerakan Safawi masih murni sebagai gerakan
keagamaan dengan tarekat Safawiyah sebagai sarananya. Selama masa ini, Safawi
mempunyai pengikut yang besar, tidak hanya di Persia tetapi juga sampai ke
Syiria dan Anatilia. Mayoritas pengikutnya adalah suku-suku Turki yang dikenal
dengan sebutan Turkman, yaitu suku Ustajlu, Rumlu, Shamlu, Dulgadir, Takkalu, Ashfar
dan Qajar.
Pada
pase pertama ini, gerakan Safawi tidak mencampuri masalah politik, sehingga
dapat berjalan dengan lancar dan aman, baik pada masa Ikhsan maupun pada masa
timur Lenk. Dalam kondisi politik yang suram saat itu, dapat dimengerti mengapa
kehidupan tarekat sufi dapat tumbuh subur dan mendapat simpati masyarakat
banyak. Umat umumnya hidup dalam suasana apatis dan pasrah melihat anarki
politik yang berkecamuk. Hanya dengan kehidupan sufisme, mereka mendapat
kekuatan mental. Melalui persaudaraan tarekat, mereka merasa aman dalam menyalin
persaudaraan antar sesama muslim.
Selama
pase ini berlangsung, gerakan Safawi mempunyai dua warna. Pertama bernuansa
sunni, yakni pada masa pimpinan Shafi al-Din Ishak (1303-1344 M) dan anaknya
Shadr al-Din Musa (1344-1399 M). Kedua, berubah menjadi Syiah pada masa
pimpinan Khawaja Ali anak Shadr al-Din (1399-1427 M). Perubahan tersebut
tanpaknya wajar saja terjadi karena mungkin bertambahnya pengikut Safawiyah
dari kalangan Syiah sehingga pemimpinnya berusaha menyesuaikan diri dengan
aliran mayoritas penduduknya.[6]
2. Perubahan Safawiyah dari gerakan keagamaan
(cultural) kegerakan politik (structural) pada tahun 1447 M, Gerakan Safawi memasuki tahap atau fase kedua,
sebagai gerakan politik (structural). Junaid bin Ibrahim memimpin tarekat
Safawiyah menjadi gerakan politik revolusioner. Gerakan Safawi ketika dipimpin dan
dijadikan momentum yang tepat untuk berubah menjadi kekuatan politik dengan
memanfaatkan kehancuran rezim Timuriyah dan komplik suku-suku Turki saat
itu.ada dua kerajaan turki yang saat berkuasa, Kara Koyunlu yang berkuasa di
bagian Timur dan Ak Koyunlu yang
berkuasa di bagian barat. Kara Koyunlu beraliran Syiah, sedangkan Ak Koyunlu
beraliran Sunni.[7]
Ambisi
politik Junaid telah membawa Safawi kedalam suatu konplik dengan penguasa
temporal di Persia, yaitu Kara Koyunlu. Ia terpaksa menyingkir ke Diyar Bakr
dibawa perlindungan Uzun Hasan, penguasa Ak Koyunlu. Secara teoritis dan logis,
bahwa gerakan Safawiyah yang beraliran Syiah seharusnya lebih banyak kecocokan
dengan Kara Koyunlu yang juga beraliran Syiah. Karena pada masa itu kekuatan
politik yang dominan di Persia dan sebelah timur daerah fertile Crescent berada ditangan Kara Koyunlu, sehingga Safawiyah
dan Ak Koyunlu melenyapkan sementara antipati keagamaan dalam suatu aliansi
politik yang diperkuat dengan perkawinan antara Junaid dengan saudara perempuan
Uzun Hasan.[8]
Aliansi politik yang diperkuat kekerabatan ini di perkuat lagi oleh adanya
perkawinan antara Haidar putra Junaid dengan putri Uzun Hasan sendiri.
Perubahan
Safawi dari gerakan keagamaan kegerakan politik cukup menarik karena sebagai
tarekat sufi yang lebih bersifat ukhrawi kemudian berorientasi duniawi yang
profan. Faktor penyebab adanya perubahan tersebut ada pada ajaran tarekat itu
sendiri, yaitu hubungan antara pimpinan tarekat dengan pengikut-pengikutnya. Pemimpin
tarekat yang disebut mursyid mempunyai wakil yang disebut khalifah di
daerah-daerah tertentu tempat pengikut-pengikutnya berada. Anggota tarekat
harus tunduk secara mutlak kepada mursyid dan khalifah. Oleh karena itu, ikatan
antara pemimpin dengan pengikutnya sangat kuat, sehingga ada semacam hirarki
spiritual. Dalam tarekat Safawi, Pemimpin tarekat yang meninggal dunia selalu
di gantikan oleh anaknya seperti dalam kepemimpinan dinasti. Ini menjadi modal
dasar yang mendorong perubahan tersebut. Jika sang pemimpin seperti Junaid
memiliki ambisi politik, maka para pengikutnya dapat disulap menjadi tentara
yang fanatic dan mendukung ambisi pemimpinnya.[9]
Kemunculan ambisi politik
Junaid dapat dikatakan sebagai dorongan semangat jihad yang ada pada dirinya.
Ia adalah seorang mursyid yang pertama kali menekankan pentingnya jihad kepada
para pengikutnya. Seruan jihad yang dikumandangkan Junaid dilakukan untuk
menghadapi perlawanan umat Kristen di Georgia dan Trebizond. Selain itu melawan
Negara-negara muslim yang ia kecam sebagai rezim-rezim kafir.[10]
Sebelum cita-cita Junaid untuk
mendirikan pemerintahan sendiri terwujud, ia terbunuh oleh serangan penguasa
Syiwan. Ia kemudian digantikan putranya Haidar. Haidar kemudian merekrut suku-suku
pendukungnya menjadi kekuatan militer dan diberi nama Qizilasy, sebuah nama
yang berasal dari nama baret merahnya yang khas dengan rumbai dua belas. Rumbai
dua belas ini melambangkan dua belas Imam Syiah.[11]
Simbol ini berpengaruh dalam menumbuhkan Fanatisme dan militansi para pengikut
Syiah.
Pada tahun 1467 M, Ak Koyunlu
menyerang kara Koyunlu untuk membantu memenuhi ambisi politik dan militer
Safawiyah. Tetapi aliansi keduanya kemudian berantakan, ketika Ak Koyunlu
kemudian menjadi pesaing gerakan Safawiyah yang dipimpin Haidar. Pada saat
Haedar berusaha menyerang sircassia (kawasan barat laut pegunungan kaukasus) dan
pasukan Sirwan (kawasan tenggara kaukasus). Ak Koyunlu membantu Syirwan dan
akhirnya pasukan Haidar dapat dikalahkan, Sedangkan Haidar sendiri terbunuh. Semua
anak dan Istri Haidar di tawan oleh ya’qub penguasa Ak Koyunlu selama empat
setengah tahun, yaitu dari 1489 sampai 1493. Anak-anak Haidar dibebaskan oleh
Rustum, seorang pangerang Ak Koyunlu dengan syarat Ali harus membantu Rustum
melawan saudara sepupunya untuk menduduki tahta. Setelah mengalahkan musuh
Rustum, Ali kembali ke Ardabil. Tetapi karena khawatir pengaruh Ali semakin hari
semakin meluas, maka Rustum pada akhirnya membunuh Ali.
Gerakan Safawiyah selanutnya
dipimpin Ismail yang menerima wasiat dari Ali untuk melanjutkan kepemimpinan
Safawiyah. Pada tahun 1500 M, Ia menghimpun 7000 pengikutnya di Erzinjan menuju
Azerbaijan. Selanjutnya ia menyerang Ak Koyunlu dalam pertempuran di Syarur
dekat Nakhchivan. Inilah peperangan yang sangat menentukan bagi revolusi Syah.
Akhirnya Ismail bersama pasukan Qisilbasy berhasil mengalahkan Ak Koyunlu. Pada
tahun 1501 Ismail menakjubkan Tabriz, ibukota Ak Koyunlu. Di sanalah ia
memperoklamasikan berdirinya kerajaan Safawi. Ia sendiri sebagai Syah pertama
kerajaan Safawi.[12]
Sejak Kerajaan Safawi resmi
berdiri, secara berturut-turut dipimpin oleh para raja sebagai berikut:
- Ismail 1(1501-1524 M)
- Tahmasp 1(1524-1576)
- Ismail II (1576-1577 M)
- Muhammad Khudabanda (1577-1587 M)
- Abbas I (1588-1628 M)
- Shafi Mirza (1628-1642 M)
- Abbas II (1642-1667)
- Sulaiman (1667-1694 M)
- Husain (1694-1722 M)
B. Kemajuan
1. Peran Kerajaan Safawi bagi peradaban Islam
Peran
Kesejahtraan Kerajaan Safawi bagi peradaban Islam begitu besar. Hal ini dapat
dilihat dari sisi kemajuan dan kejayaannya. Kendati demikian, masa kemajuan dan
kerajaan Safawi tidak langsung terwujud pada saat kerajaan itu berdiri di bawa
pemerintahan Ismail1 sebagai raja pertama (1501-1524 M). Kejayaan Safawi yang
gemilang baru di capai pada masa pemerintahan Syah Abbas 1 (1587-1629 M) Raja
yang kelima. Walaupun begitu, peran Ismail sebagai pendiri Safawi sangat besar
sebagai peletak pondasi bagi kemajuan Safawi di kemudian hari. Ismail1 juga
telah memberi corak yang khas bagi Safawi dengan menetapkan Syiah sebagai
aliran agama Negara. Di samping itu ia telah mempersembahkan karya besar bagi
negaranya berupa perluasan wilayah.
Selama
sepuluh tahun pertama pemerintahannya, Ismail berhasil memperluas wilayah
pemerintahan Safawi sampai mencakup seluruh wilayah Persia dan sebelah timur fertileCrescent. Semua ini diperolehnya
dengan perjuangan dan pengorbanan serta keberanian yang besar. Pada tahun 1502
M, Ismail berhasil menguasai Shirwan, Azerbaijan dan Irak. Pada tahun
berikutnya, ia menghancurkan sisa-sisa tentara Ak Koyunlu di Hamadzan. Selanjutnya
ia menduduki propinsi Kaspia dari mazandaran dan Gurgan. Diyar Bakr ditaklukkan
pada tahun 1505 M. Sedangkan Khurasania kuasai setelah terlibat pertempuran
dengan Uzbek. Kemenangan beruntun ini merupakan sukses mewujudkan kerajaan
Safawi yang membentang dari Heart di
timur sampai Diyar Bakr di barat.[13]
Jadi
dapat di kemukakan bahwa kehadiran kerajaan Safawi dan perannya di atas pentas
sejarah umat Islam merupakan sumbangsi bagi peradaban Islam. Safawi tampil
ketika dunia Islam dilanda keterpurukan pasca keruntuhan Bagdad akibat serangan
bangsa Mongol. Dengan kemajuan dan kejayaan yang telah diraih, Safawi telah
mengangkat umat Islam dari kejatuhan.
2. Wujud dan corak kemajuan kerajaan Safawi
Masa
pemerintahan Syiah Abbas 1 (996-1038/1588-1629) Dapat dikatakan puncak pada
kejayaan Safaiyah. Kemajuan-kemajuan yang dicapai pada masa itu antara lain:
a. kemajuan dibidang politik
kemajuan
dibidang politik disini adalah terwujudnya integritas wilayah negara yang luas
yang dikawal oleh suatu angkatan bersenjata yang tangguh dan diatur oleh suatu
pemerintahan yang kuat, serta mampu memainkan peran dalam peraturan politik
internasional.[14]
Ketika
Syah Abbas I naik tahta, kondisi kerajaan Safawi dalam keadaan lemah akibat
peperangan dengan kerajaan Turki Usmani yang lebih kuat dan terjadi
berkali-kali pada zaman pemerintahan Tahmasp I, Ismail II, hingga zaman
Muhammad Khudabanda. Selain itu, di dalam negeri sering terjadi pertentangan
antara kelompok-kelompok memperebutkan kekuasaan.[15]
Maka dalam rangka memulihkan kekuatan kerajaan Safawi, Syah Abbas I melakukan
dua langkah, pertama, membangun angkatan bersenjata kerajaan yang kuat, besar
dan modern. Tentara Gizylbasy yang pernah menjadi tulang punggung kerajaan,
menurut Syah tidak bisa diandalkan lagi untuk menopang citra politik Syah yang
besar. Untuk itu perlu dibangun suatu angkatan bersenjata yang baru. Inti
satuan militer ini direkrut dari bekas tawanan perang bangsa Georgia, Armenia
dan Sircassia. Mereka diberi nama Ghulam. Mereka dibina dengan pendidikan
militer yang militan dan dipersenjatai secara modern. Sebagai pimpinannya, Syah
mengangkat Allahwardi Khan, salah seorang dari Ghulam.
Dalam
membangun kekuatan militer Ghulam, Syah dibantu oleh dua orang asing berkebangsaan
inggeris, yaitu Sir Anthony Sherley dan saudaranya Sir Rebort Sherley. Mereka
mengajari tentara Safawi membuat meriam sebagai perlengkapan tentara modern
Banuan pihak inggeris itu, oleh sebagian sejarawan di pandang sebagai upaya
inggeris untuk melemahkan pengaruh Turki Usmani di Eropa yang menjadi musuh
besar inggeris saat itu.[16]
Dengan bantuan kedua orang inggeris tersebut, Safawi membangun kekuatan
militernya, sehingga terbentuk beberapa resimen di antaranya, satu resimen
pengawal sejumlah 3000 orang Ghulam, sebuah resimen tempur yang terdiri dari
orang-orang Persia dengan kekuatan 12.000 prajurit. Saat itu kerajaan Safawi
memiliki tentara sekitar 37000 orang prajurit.[17]
Langkah
kedua Syah Abbas I adalah mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani.
Dalam perjanjian tersebut, Safawi harus menyerahkan kepada Turki Usmani wilayah
Azerbajian, dan Kurj (Georgia) serta sebagian wilayah Luristan. Termasuk dalam
butir perjanjian, bahwa Syah harus menjamin penghentian penghinaan terhadap
tiga khalifah pertama, yaitu Abu Bakar, Umar dan Usman pada setiap khutbah
diseluruh wilayah kekuasaannya. Sebagai jaminan atas janji tersebut, Syah
menyerahkan saudara sepupunya Haidar Mirza sebagai Sandra di Istambul.
Sejak
saat itu, Syah Abbas I dapat berkonsentasi memulihkan stabilitas keamanan dalam
negeri dan membentengi wilayah kekuatannya dari serangan bangsa Uzbek yang
sering kali menyerang Khurasan.[18]
Setelah itu, Syah Abbas I mulai mengalihkan perhatiannya keluar dengan berusaha
mengembalikan wilayah-wilayah kekuasaanya yang hilang. Pada tahun 1598 M ia
merebut Heart, Merv dan Balkh. Setelah kekuatannya benar-benar terbina dan
sholid, ia pun merusaha merebut kembali wilayah kekuasannya dari tangan Turki
Usmani. Pada akhir kekuasaan Sultan Muhammad III, Ketika Turki Usmani terlibat
perang dengan Australia, Syah Abbas melancarkan serangannya terhadap Turki
Usmani sehingga berhasil merebut kembali Tabriz, Syirwan dan Baghdad.
Selanjutnya pasukan Abbas I merebut Nakhchivan, Erivan, Ganja, Tiflis dan
kepulauan Hurmuz yang menjadi pusat lalu lintas perdagangan maritim.[19]
Dengan
keberhasilan membangun angkatan bersenjata yang tangguh, lalu memulikan
stabilitas dalam negeri mengembalikan wilayah-wilayah kerajaan yang pernah
direbut kerajaan lain selama pemerintahan raja-raja sebelumnya, maka Syah Abbas
I berhasil membawa Safawi mencapai kemajuan di bidang politik.
b. Kemajuan di bidang ekonomi
Stabilitas
politik kerajaan Safawi pada masa Syah Abbas I telah mendorong kemajuan di
bidang ekonomi, terutama pada sector industri dan perdagangan. Untuk menunjang
kekuatan militer yang memerlukan banyak dana, Syah Abbas I melakukan usaha
besar di bidang perdagangan. Ia memacu produksi
sutera dan memasarkan produk tersebut melalui para pedagang yang berada dalam
pengawasan Negara. Melalui para pedagang Armenia yang membawa produk tersebut
ke Isfahan dan menjadikan mereka sebagai penengah antara sang Syah dan
pelanggang asing, maka pihak kerajaan memperoleh kedudukan yang kuat di dalam perdagangan
Iran. Abbas I juga mendirikan Sejumlah pabrik kerajaan untuk menghasilkan
barang-barang mewah untuk keperluan kalangan kerajaan dan untuk keperluan
perdagangan internasional. Pembuatan karpet yang semula merupakan kegiatan industri
rumah tangga, di pusatkan pabrik-pabrik besar di Isfahan. Pembuatan sutera juga
di ubah menjadi industri kerajaan yang menghasilkan beludru, kain damas, satin
dan kain taf untuk di perdagangkan ke
Eropa. Kerajaan juga mengembangkan produksi keramik Cina yang khas di dasarkan
pada seni porselin Cina. Untuk menunjang kelancaran kegiatan perdagangan, di
seluruh penjuru Iran di bangun jalan-jalan
dan cavansaries (perkampungan dagang).[20]
c.Kemajuan di bidang fisik tata kota dan seni
Pembangunan
besar-besaran dilakukan Syah Abbas I terhadap kota Isfahan, Sehingga ibu kota
Safawi tersebut menjadi kota yang sangat indah. Di kota Isfahan didirikan
bangunan-bangunan besar lagi indah seperti mesjid-mesjid, rumah-rumah sakit,
sekolah-sekolah, jembatan raksasa diatas sungai Zende Rudd an istana megah yang di sebut Chihiro l Sutun atau Istana empat puluh tiang. Kota Isfahan juga di
perindah dngan aman-taman wisata yang ditata secara apik yang dikenal dengan
taman bunga empat penjuru.[21]
Kota
Isfahan menunjukkan puncak pencapaian artistic periode Safawi. Isfahan merupakan
Paris atau Washinton pada masanya sendiri. Taman-tamannya, perpustakannya, pavilion
dan mesjid-mesjidnya membuat takjub para pelancong Eropa yang tidak pernah
melihat hal serupa di negeri mereka sendiri. Orang Iran menyebutkan Nish Al-jahan, yaitu separo dunia,
melihatnya berarti melihat separo dunia.
Dibangun
disuatu tempat sekitar 1600 meter di atas permukaan laut di dataran Iran tengah
dan dikelilingi pegunungan, Isfahan menjadi salah satu dari kota-kota elegan di dunia.[22]
Syah abbas I membangun kota baru tersebut mengitari Maydan Syah, yakni sebuah
alun-alun yang sangat besar dengan luas sekitar 160x 500 meter. Alun-alun
tersebut berfungsi sebagai pasar, tempat perayaan dan sebagai lapangan
permainan polo. Ia dikelilingi oleh sederetan tokoh bertingkat dua dan sejumlah
gedung utama pada setiap sisinya. Pada sisi bagian timur terdapat mesjid Syekh
Lutfullah yang merupakan sebuah sebuah oratorium yang disediakan sebagai tempat
peribadatan peribadi Syah. Pada sisi bagian selatan terdapat mesjid kerajaan.
Pada sisi bagian barat berdiri Istana Ali Qapu yang merupakan gedung pusat
pemerintahan. Pada sisi bagian utara dari Maydan berdiri bangunan monumental
yang menjadi symbol bagi gerbang menuju bazaar kerajaan dan sejumlah
pertokohan, caravansacies dan sejumlah perguruan. Dari Maydan, terdapat sebuah
jalan raya yang disebut Chahar Bagh sepanjang empat kilometer, degan dihiyasi
taman-taman di kedua sisanya. Chahar Bagh menghubungkan istana musim panas yang
di tempat inilah sang penguasa memberikan saran-saran kepada duta besar dan
mengadakan upacara resmi kenegaraan. Pada sisi lain dari raya ini terdapat
tempat tinggal para pegawai istana dan para duta besar asing. Seluruh ansambel
ini merupakan masterpiece bagi tata kota Timur Tengah.[23]
Ketika
Syah Abbas I wafat, di Isfahan terdapat 162 mesjid, 48
perguruan tinggi, 1802 penginapan yang
luas para tamu Khalifah dan 273 pemandian umum. Di bidang seni, kemajuan tampa
begitu jelas dalam gaya arsitektur Persia pada bangunan-bangunannya, seperti
terlihat pada mesjid Syah yang dibangun tahun 1611 M dan mesjid Syekh
Luthfullah yang dibangun pada tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat pula
dalam bentuk kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian, tenunan,
tenbikar dan benda-benda seni lainnya.
Adapun
seni lukis sudah ada sejak zaman Ismail I dan Tahmasp I. Pada tahun 1510
sekolah lukis Timuriyah di pindahkan oleh Ismail I dari Herat ke Tabriz.
Bagdad, seorang pelukis terbesar pada masa itu dilantik menjadi kepala
perpustakaan Raja sebagai pembimbing sebuah warkshop
yang menghasilkan sejumlah manuskrip yang tercerahkan. Syah Tahmasp juga
seorang tokoh seniman besar yang menghasilkan pakaian jubah, hiasan dinding dan
sutra serta sejumlah karya seni logam dan kramik. Pada masa itu terdapat
sekolah seni lukis yang menerbitkan sebuah edisi Syah Nameh (buku tentang Raja-raja ) yang memuat lebih dari 250
lukisan. Ini adalah salah satu karya besar seni manuskrip Iran dan Islam yang
tercerahkan. Sementara Syah Abbas I mengembangkan lukisan-lukisan tentang
peperangan, pemandangan perburuan dan upacara kerajaan. Di atas segalanya,
secara peribadi Syah Abbas I mendukung dan mempelopori kegiatan seni seperti
mendirikan bengkel-bengkel kerja para seniman, sehingga mencipakan suatu iklim
yang kondusif bagi perkembangan seni.bahkan kisah populer menyebutkan bahwa
Syah Abbas I memegang lilin, semenara pelukis kaligrafi kesayangannya, Ali Reza
bekerja.
Selain
lukisan, kerajinan logam, tekstil, karpet dan kramik mencapai suatu
penyempurnaan yang baru. Berbagai pencapaian para era ini paling jelas terlihat
bahkan hingga masa sekarang dengan sebuah kunjungan singkat ke makam-makam dan
mesjid-mesjid di Iran: ubinnya, kaligrafinya, warna-warna lukisannya dan
simetris bangunan-bangunannya telah bertahan menghadapi ujian masa
berabad-abad.[24]
d. Kemajuan di bidang pendidikan
Guna
memperlancar sosialisasi dan memapankan ajaran Syiah, Syah Abbas I mendirikan
lembaga-lembaga pendidikan Syiah. Banyak sekolah-sekolah dibangun di Isfahan,
Masyad dn Siraj. Di antaranya adalah sekolah teologi, sekolah Khan di Siraj
(Iran Tenggara) yang terkenal dengan seorang tokoh pengajarnya, yaitu Mula
Shadra. Sekolah ini mendapat pengakuan dari para wisatawan asing dari Eropa
yang menyaksikan langsung sebagai tempat kehidupan akademis komherensip dan
sangat aktif.[25] Ini
menunjukkan adanya perubahan besar dalaam proses pengembangan lembaga dan
system pendidikan Syiah pada permulaan abad ke-17 di Iran, terutama di ibukota
Isfahan. Sistem pendidikan yang di bangun oleh Syah Abbas I ini merupakan
rintisan yang kelak menjadi model pada masa Dinasti Qajar yang telah melahirkan
pusat kajian yang sangat penting di dunia Syiah.[26]
e. Kemajuan di bidang filsafat dan Ilmu
pengetahuan
Pada
masa Dinasti Safawi, filsaat dan ilmu pengetahuan dan bangkit kembali khususnya
dikalangan orang-orang Persia yang berminat tinggi pada perkembangan
kebudayaan. Perkembangan baru ini era kaitannya dengan aliran Syiah yang
ditetapkan Dinasti Safawi sebagai aliran agama resmi Negara.
Dalam Syiah dua belas ada dua golongan, yaitu
Akhbari dan Ushuli. Mereka berbeda dalam memahami ajaran agama. Golongan
Akhbari cenderung berpegang teguh pada hasil-hasil ijtihad pada mujtahid Syiah
yang sudah mapan. Sedangkan golongan Ushuli lebih utamakan mengambil langsung
dari sumber ajaran Islam, Alquran dan Hadis tanpa terikat oeh para mujtahid.
Golongan Ushuli inilah yang paling berperan pada masa Safawi. Pertemuan kedua elemen
kelompok inilah yang berperan pada terwujudnya perkembangan baru dalam bidang
filsafat dan ilmu pengetahuan yang kemudian melahirkan beberapa filosof dan
ilmuwan.
Pada
masa Safawi berkembang dua aliran filsafat. Pertama, aliran filsafat
perifatetik sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles dan Al-farabi. Kedua,
filsafat Isyragi yang dibawa oleh Suhrawardi
pada abad XII. Kedua aliran ini banyak dikembangkan di perguruan tinggi
Isfahan dan Syiraz. Di bidang filsafat ini muncul beberapa nama filosof di
antaranya, Mir Damad alias Muhammad Baqir Damad (wafat 1631 M) yang diaggap
sebagai guru ketiga (mu’allim salis) sesudah Aristoteles dan Al-farabi. Selain
dikenal sebagai filosof, ia juga adalah seorang teolog ahli sejarah serta
seorang ilmuwan yang pernah mengadakan penelitian tentang kehidupan lebah. Tokoh
filsafat lainnya adalah Mullah Shadraatau Shadr al-Din al-Syirazy. Ia adalah
seorang dialektikus yang paling cakap di zamannya. Selain itu, Ia dianggap
mempunyai kemampuan untuk mengambil jalan tengah antara filsafat perifatetik
Ibnu Sina dengan filsafat esoteric Ibnu Arabi, sehingga karyanya dipandang
monumental sebagai tingkat perjalanan agnostic yang sistematis dengan baju
logika. Berkembangnya tipe filsafat semacam ini sesuai dengan minat besar
mereka terhadap ilmu pengetahuan dan cara berfikir mendalam atau filsafat.[27]
Kemajuan
yang dicapai oleh kerajaan Safawi pada masa pemerintahan Syah Abbas I di atas,
menempatkan Syah Abbas I sejajar dengan
Sultan Akbar Agung dari Dinasti Mughal di India, Ratu EIisabeth I dari kerajaan
inggeris, Sulaiman Agung dari Dinasti Turki Usmani dan Charles V dari Perancis.[28]
Walaupun kemajuan yang dicapai tidak
setaraf dengan kemajuan Islam di masa klasik, kerajaan ini telah memberikan
kontribusinya mengisi peradaban Islam melalui kemajuan-kemajuan di berbagai
bidang, baik ekonomi, ilmu pengetahuan, seni dan filsafat.
C. Kemunduran
1. Kronologi
kemunduran kerajaan Safawi
Setelah
Syah Abbas wafat, ia digantikan oleh cucunya Syam Mirza yang diumumkan sebagai
raja dengan gelar Syah Shafi pada tanggal 23 Jumadil Akhir 1038/17 Pebruari
1629. Masa pemerintahannya merupakan awal kemunduran pada masa pemerintahan Syah
Shafi disebabkan oleh kebijakannya merubah administrasi pemerintahan dalam
negeri atas saran wazirnya Saru Taqi. Selama ini pemerintahan daerah-daerah
propinsi dibawa dominasi Qizilbasy, tetapi Karena ulah mereka yang enggan
mengisi kas pemerintah pusat, maka Syah menetapkan pemerintahan
propinsi-propinsi tersebut, terutama propinsi kaya seperti Fars langsung dibawa
pemerintahan pusat.[29]
Hal
yang sama masih terus berlangsung hingga masa pemerintahan selanjutnya, yaitu
pemerintahan Syah Abbas II (1052-1077/1642-1666). Propinsi-propinsi yang selama
ini dikuasai kelompok Qizilbasy, khususnya Khurasan, Qazvin, Azerbaijan, Yazd,
Qirman, Gulan dan Mazandaraan semuanya diperintah langsung oeh Syah. Kebijakan
ini membawa akibat-akibat negatif bagi
kerajaan sendiri. Kelompok Qizilbas, dilemahkan peran mereka dalam
pemerintahan. Akibatnya ialah Negara-nagara kehilangan kekuatannya, baik
pemerintahan maupun militer. Kelemahan dan kekuatan militer yang terdiri dari
kelompok Qizilbasy dan para Ghulam tidak segera ditanggulangi. Kelompok Ghulam
tidak memiliki kualitas tempur seperti yang dimiliki oleh kelompok Qizilbasy.
Setelah Syah Abbas II wafat, kemorosotan kerajaan
semakin tak tertahan lagi. Hal ini disebabkan adanya campur tangan para harem
dalam urusan politik, yaitu dalam pengangkatan seorang Syah. Telah menjadi
kebiasaan sejak Ismail I dan Thahamasp menunjuk calon putra mahkota sebagai
Gubernur di Khurasan. Calon putra mahkota tersebut ditempatkan dibawah asuhan
seorang lala (pengasuh). Pangeran muda, calon putra mahkota itu mendapat
pendidikan dan latihan untuk bekal menduduki singgasana kelak.
Saudara-saudaranya yang lain juga diangkat sebagai Gubernur di propinsi yang
berbeda dengan diasuh oleh seorang lala serta mendapat perlakuan yang sama
pula. Sistem ini sangat berbahaya karena seorang lala tidak jarang merencanakan pemberontakan terhadap ayah yang
memerintah. Terjadilah intrik dan rivalitas antar pangeran untuk memperoleh
kekuasaan. Karena para pangeran itu lahir dari ibu yang berbeda, maka terjadi
pula intrik dan persaingan antara ibu-ibu pangeran tersebut yang di latar belakangi
oleh ambisi masing-masing untuk memperoleh kekuasaan sebagai Syah. Hal itu
terjadi pada penetapan Syah Sulaiman adalah melalui pertarungan antara
wanita-wanita istana itu, Demikian pula halnya dengan Syah Husain.[30]
Pengganti
Syah Abbas II adalah Syah Sulaiman (1070 H-1666 M-1106 H-1694 M). Seperti Syah
Shafi, Syah Sulaiman bukan saja tidak cakap dalam masalah politik kenegaraan,
tetapi juga perhatiannya sangat kecil terhadap pemerintahan dan kemasyarakatan.
Ia lebih senang berhura-hura dengan para wanita dan mabuk-mabukan hingga
kecanduan minuman keras. Kondisi ini menyebabkan munculnya gejala keruntuhan
kerajaan Safawi. Kelemahan Syah Sulaiman memerintah dimanfaatkan kalangan ulama
untuk memainkan peran politiknya. Gerakan politik ulama ini dimotori oleh
Muhammad Baqir Majlisi yang menjadi Syekh al-Islam Isfahan pada 1098 H/1687 M
dan Mullabasyi (pemimpin Mullah) pada 1106 H/1698 M.[31]
selanjutnya
Syah Sulaiman digantikan oleh Syah Husain (1694-1722). Ia juga lemah dan tidak
cakap menjalankan pemerintahan. Ia malah menyerahkan urusan pemerintahan kepada
kaum agamawan yang sangat fanatic Syiah, seperti Majelisi. Keputusan Syah
Husain tersebut membuat pemerintah semakin kacau. Ulama fanatic Syiah semakin
menekan kelompok sunni secara membabi buta. Demikian pula perlakuan yang
diterima kelompok Sufi yang diintimidasi habis-habisan.[32]
2. Sebab-sebab kemunduran Kerajaan Safawi
Di
antara sebab-sebab kemunduran kerajaan Safawi adalah sebagai berikut:
a. Pemimpin yang lemah dan tidak cakap dalam
menjalankan roda pemerinahan. Kemorosotan kerajaan Safawi mulai teradi setelah
Abbas I digantikan cucunya Syah Shafi yang lemah. Demikian pula Syah Sulaiman
yang tidak cakap dalam urusan politik dan pemerintahan. Keadaan yang sama juga
terjadi ketika Syah Husain mrenyerahkan urusan pemerintahan kepada para ulama Syiah.
b. Dekadensi moral yang menimpa sebagian para
pemimpin sehingga merusak wibawa penguasa, bahkan penguasa bejat tersebut
bertindak kejam terhadap siapapun yang dicurigai. Syah Sulaiman adalah pecandu
minuman keras dan sangat menyenangi kehidupan malam. Demikian juga Syah Husain.[33]
c. Perbuatan kekuasaan dalam pemerintahan yang
melemahkan kerajaan. Peran para Harem acap kali mewarnai perbuatan kekuasaan
tersebut. Seperti yang terjadi ketika penetapan Sulaiman dan Husain menjadi Syah.[34]
d. Kelemahan angkatan bersenjata yang tidak dapat
diatasi berakibat pula pada melemahnya sistem pertahanan kerajaan. Terjadi
penurunan kualitas tempur angkatan bersenjata sejak wafatnya Syah Abbas I.
Bahkan ketika Syah Husain berkuasa, ia tidak mempercayai kelompok Qisilbasy dan
kelompok Ghulam dalam mengamankan negara.[35]
e. Penentangan ulama terhadap teori kesucian para
raja melemahkan kepercayaan masyarakat pada penguasa. Menjelang pada abad ke-18
para ulama Syiah mulai menentang teori tentang hak suci para raja, suatu
kongsep yang menyatakan bahwa Syah merupakan reinkarnasi Imam, bayangan tuhan
di bumi. Hal ini berakibat melunturnya kepatuhan rakyat terhadap Syah.[36]
f. Fanatisme golongan Syiah berkuasa yang selalu
mengintimidasi dan menyingkirkan kelompok sunni, memicu perlawanan dalam bentuk
pemberontakan terhadap kerajaan. Semangat Syiah yang dibangkitkan dan
dipertahankan oleh kerajaan memeng tidak
mengenal balas kasihan, sehingga Syiahisme justru mengikis vitalitas kehidupan
masyarakat dan pemerintahan.[37]
g. Serangan silih berganti dari berbagai kerajaan
seperti Turki Usmani dan Afganistan.[38]
B. PEMBENTUKAN KERAJAAN MUGHAL DI INDIA
A. Pembentukan Kerajaan Mughal
Istilah Kerajaan dalam sejarah Islam sering kali
terdengar,[39]
hal ini memberikan konotasi bahwa Islam
sejumlah wilayah pernah hidup dan berkembang di bawah kepemimpinan seorang Raja
atau Sultan. Dengan demikian, persepsi tentang kehidupan berpolitik umat Islam
berbagai pemerintahan yang bercorak monarchi,[40]
sebagian ada benarnya karena memeng tampak adanya pewaris tahta kepemimpinan
secara turun temurun.
Kerajaan-kerajaan
Islam, seperti halnya pada sebuah negara sering kali mengalami kemunduran,
bahkan kehancuran setelah menikmati kejayaan. Kerajaan Mughal misalnya hanya
mampu bertahan selama kurang lebih 332 tahun kemudian jatuh dalam cengkaraman
Inggeris. Gambaran ini memberikan suatu indikasi bahwa peranan pelaku sejarah
sangat menentukan kejayaan dan kehancuran sebuah kekuasaan. Dalam artian bahwa
potret suatu bangsa sangat ditentukan oleh siapa yang melakuninya. Jika
dilakuni oleh orang-orang yang cerdas dan mempunyai dedikasi moral keagamaan
yang tinggi, maka dapat dipastikan bahwa bangsa tersebut mengalami kemajuan
yang signifikan. Akan tetapi sebaliknya jika dilakuni oleh orang-orang yang
ambisius terhadap kekuasaan, jauh dari moralitas keagamaan, apalagi jia
dilakuni orang-orang yang tidak cerdas, maka dapat dipastikan bahwa bangsa itu
mengalami stagnasi dalam perkembangan.
Makalah
ini membahas kerajaan Mughal di India. Salah satu kerajaan atau Dinasti Islam
yang pernah jaya ketika dunia Islam berada dalam pase kemunduran. Oleh karena
itu, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana perkembangan politik dan
pemerintahan Dinasti Mughal.
Dinasti
Mughal tergolong kerajaan besar Islam termuda yang pernah berdiri seperempat
abad setelah kerajaan Safawi. Dinasti Mughal berkedudukan di India yang didirikan
oleh Zahiruddin Babul (1482-1530 M) dari keturunan Turki Chagathai. Ayahnya
bernama Umar Mizra atau Umar Syeikh Abi Said menjadi penguasa disebuah
kesultanan kecil Timuriyah di Asia Tengah, yakni Farghana. Sedangkan ibunya
berasal dari keturunan Jenghis Khan.[41]
Kerajaan
Mughal sebagai kerajaan yang perah berkuasa, Babur adalah sosok peribadi yang
disegani pada masanya tidak heran kalau ia digelar The lion King’. Peranan orang tuanya sangat mendukung dirinya
sebagai pejuang dan penguasa kaliber nantinya. Ketika ayahnya wafat pada tahun
1494 M, ketika itu Babur baru berusia 14 tahun. Sebagai pewaris tahta dari
nenek moyangya, Timur Lenk, ia pun memulai melakukan ekspansi ke berbagai
wilayah hingga pada tahun 1504 M. Dapat merebut Kabul dan Gazni. Pada tahun
1525 M. Dengan mudah ia dapat merebut Punjab dan tak henti-hentinya bergerak
untuk menguasai daerah-daerah lainnya seperti Delhi dan Panipatyang sudah lama
di kuasai oleh Ibrahim Lodi.[42]
Setelah perlawanan Ibrahim Lodi dikalahkan pula, Babur menghadapi serangan dari
Ranasanga, penguasa Mewar yang berkoalisi dengan penguasa Amber, Gwaleor,
Ajmer, Chandri dan Sultan Mahmud Lodi pada tahun 1529 M.[43]
Pertempuran
ini tergolong amat dahsyat di bandingkan dengan pertempuran-pertempuran lainnya
pada masa itu, Babur sebagai perwira yang gagah berani selalu memotipasi
semangat bala tentaranya yang sedang panik menghadapi lawan-lawannya, sehingga
pada akhirnya kemenangan itu berada di pihaknya dan kota Delhi yang telah
direbut ia jadikan ibu kotanya. Demikian berdirinya kerajaan Mughal di India.
Pada
tahun 1530 M, Babur wafat dalam usia 48 tahun setelah pemrintah selama 30 tahun
dengan meninggalkan kejayaan yang cemerlang. tahta kerajaan yang di limpahkan
kepada puteranya yang tertua, yakni Humayun.
Humayun
memerintah selama 10 tahun (1530-1540 M). Dalam masa kepemimpinannya bukannya
mengalami kemajuan akan tetapi malahan dari sebagian wilayah yang pernah di
kuasai ayahnya tidak mampu di pertahankan.[44]
Hal ini di sebabkan keterampilan politik Humayun tidak sebaik ayahnya. Berbeda
ketika Jalal al-Din Abdul al-Tahir Muhammad Akbar (1556-1606 M). Tampil
menggantikan posisi ayahnya Humayun, kerajaan Mughal kelihatan banyak mendapatkan
kemajuan.
Akbar,
menurut sejarah, [45]
tidak sempat mendapatkan pendidikan formal, namun kemauan kerasnya untuk
belajar sangat tinggi, karir militernya di mulai sejak kecil hingga ia pun
ditetapkan sebagai pewaris tahta kerajaan pada usia 15 tahun ayahnya mangkat
pada tahun 1556 M.
Sifat
kecerdasan, keberanian dan kecakapan yang dimiliki oleh Akbar, menjadikan
wilayah yang pernah direbut oleh ayahnya kembali ia kuasai dan ekspansi
kewilayah-wilayah lainnya senantiasa di usahakan pula sampai kerajaan ini
menguasai hampir seluruh wilayah India. Dari wilayah-wilayah lain ia rebut
seperti Gwalior, Aimer, Janput, Gujarat, Kasmir, dan Kandahar.[46]
Di
awal kepemimpinan terdapat seorang Syah yang bernama Bairam Khan,[47]
ia berperang mengembangkan kerajaan, akan tetapi tatkala Bairan Khan penganjur
Syiah tercium, Akbar dengan segera mengambil dan mengontrol secara penuh
kerajaan. Di samping ia memeng dewasa. Pada sisi lain, Akbar juga terlihat
sangat liberal, hal ini tampak ketika ia ingin menyatukan semua agama dalam
satu bentuk agama baru yang diberi nama Din
ilahiy.[48]
Pada
masa pemerintahan Akbar, nama kerajaan Mughal berkibar di India. Akbar tampil
memperlihatkan kekuatannya dan sifat toleransinya, etnis dan agama yang deferensial kelihatan di hormati eksistensinya,
sehingga kerajaan Mughal betul-betul terkesan jaya. Selanjutnya pada tahun 1605
M Akbar wafat, kemudian digantikan oleh puteranya Jengahir. Berturut-turut tiga
generasi kerajaan Mughal yag bermula dari Jengahir (1605-1628 M), Syah Jehan
(1628-1658 M), dan Aurangzeb (1658-1707 M), kemajuan yang pernah di capai masih
tetap mampu di pertahankan.
Jehangir
(1605-1628 M), berusaha mengikuti jejak ayahnya kelihatan sangat berbeda dengan
program-programnya yang lain, ia memrintahkan kepada seluruh pemimpin Islam
supaya melarang perkawinan campur antara agama, seorang muslimah tidak
dibolehkan kawin dengan laki-laki non muslim. Instruksi seperti ini sebelumnya
tidak pernah di lakukan khususnya pada masa Akbar. Selanjutnya pada masa Syah
Jehan pemberlakuan syariat Islam kembali lebih ditegakkan serta stabilitas
politik masih aman.
Oleh
karena itu, pada masa Aurangzeb, telah terjadi pemberontakan dari pihak golongan
Hindu dan pihak-pihak lainnya, hal ini di akibatkan oleh kebijakan-kebijakan
Aurangzeb yang terlalu memaksakan obsesinya, antara lain ingin mengislamkan seluruh
orang-orang Hindu, pendiskriminasikan antara orang-orang Hindu dengan Islam, serta melarang penambahan kuil.[49]
Adapun
yang tergolong pemberontak pada saat itu adalah golongan Sikh dipimpin oleh
guru Tegh Bahadur, guru Gobind Sigh dan golongan Rajput yang dipimpin oleh
Undaipur serta kaum Mahratas yang dipimpin oleh Suwaji dan Sambaji.
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh justru membuka jalan bagi munculnya reaksi
atau pemberontakan dari pihak lain, akhirnya dapat dikatakan bahwa pada
kemajan-kemajuan yang telah dicapai tidak dapat dipertahankan oleh Raja-raja
berikutnya sampai Mughal jatuh ketangan Inggeris.[50]
B. Kemajuan dan Perkembangan Kerajaan
Mughal
1. Perkembangan Politik dan Pemerintahan
Sebagaimana
di jelaskan di atas, bahwa awal didirikannya kerajaan Mughal oleh Babur, tampak
perogramnya lebih banyak tercurah pada ekspansi wilayah. Itu artinya bahwa
Babur menjalankan sistem poitik agresi. Hal ini dilakukan untuk memperluas dan
memperkokoh kekuasaanya. Atas usaha Babur inilah kemudian Mughal menjadi suatu
imperium yang memusat di India dan diperhitungkan dalam sejarah Islam.
Sebagaimana telah di sebutkan di atas bahwa pada awal kekuasaannnya Babur telah
menaklukkan beberapa wilayah seperti Punjab, Rajput, Kandahar dan lain-lain.
Berbeda pada masa pemerintahan Akbar, stabilitas politik mulai di mantapkan.
Sistem pemerintahannya dapat berjalan dengan baik, sehingga membawa kemajuan di
berbagai bidang.[51]
Dalam
upaya pengembangan sistem politik dan pemerintahan, Akbar membentuk landasan
institusional dan landasan geografis. Hal ini dilakukan dalam rangka membangun
suatu sistem politik dan pemerintahan yang kokoh. Pemerintahan Mughal
dijalankan oleh sebuah elite militer dan politik pada umumnya terdiri dari pada
pembesar Afghan, Iran, Turki dan muslim India. Namun demikian, dalam rangka
pengembangan Mughal, pemerintah tetap akomodatif terhadap orang-orang non
muslim. Hal ini dapat kita lihat dari kebijakan Akbar yang melibatkan
orang-orang Hindu sebagai aristokrasi
Mughal. Beberapa jabatan penting di berikan kepada orang-orang Hindu,
seperi pejabat admiinistrasi, keuangan, pedagang dan lain-lain.[52]
Dalam
pengembangan sistem politik dan pemerintahan, dikembangkan suatu sistem politik
dimana pemerintah berusaha mendapatkan Legitimasi dari rakyat, Oleh karena itu,
penguasa Mughal di kembangkan doktrin loyalitas dan pengabdian kepada
pemerintah. Untuk mewujudkan hal ini, maka kelompok bangsawan yang disebut biradari, jati atau qawm, di kukuhkan
melalui ikatan perkawinan. Di samping itu, loyalitas di bangun dengan melalui
acara-acara saremonial, seperti pemberian hadiah, konsesi properti, jabatan dan
lain-lain.[53]
Selanjutnya
dalam rangka menciptakan suatu sistem politik dan pemerintahan yang kuat, rezim
Mughal membentuk klien-klien yang terdiri dari orang-orang muslim yang tengah
berkuasa dan sejumlah bangsawan Hindu dan penguasa lokal, Hal ini dimaksudkan
sebagai ujung tombak dan penopang bagi kekuasaan Mughal. Strategi politik ini
di lakukan karena di dasari atas suatu pandangan bahwa masyarakat India
merupakan sebuah kondominasi (baca: negeri) bagi keturunan bangsawan yang
mengikat penguasa melalui konsesi teritorial dan politik. Melalui ikatan
perkawinan atau keluarga, pola kultural dan saremonial, pemerintahan
aristokrasi Mughal dinyatakan dengan term patrimonial dan term muslim.[54]
Selanjutnya
dalam pengembangan sistem pemerintahan dan politik, elite penguasa di organisir
sesuai dengan sistem mansabdar. Ia
merupakan sebuah sistem dimana masing-masing pejabat memiliki dua kedudukan
sebagai zat yang menyatakan posisinya
dalam sistem hirarki tersebut dan kedudukan sebagai sawar yang menyatakan jumlah tentara yang harus di kerahkannya
kemedan pertempuran. Pejabat mansab
digaji baik secara tunai atau dengan pemberian sebidang tanah yang dinamakan jogir yang serupa dengan iqtiba’ di Timur Tengah. Jagir tersebut
diberikan kepada pejabat-pejabat milier Kaisar, penguasa lokal.[55]
Mansabdar bertanggung jawab atas pengumpulan pendapatan
negara dan atas tunjangan tentara, tetapi beberapa pejabat lainnya sebagian
menangani masalah hukum dan ketertiban lokal. Masing-masing bangsawan membawahi
sebuah administrasi yang terdiri dari sebuah administrasi yang terdiri dari
sebuah kontingen militer, staf urusan finalsial dan administrasi, staf urusan
rumah tangga, seorang herem dan sejumlah pembantuh. Keluarga seorang bangsawan
dibentuk sedemikian mirip dengan keluarga sang penguasa. Bangsawan Mughal juga
mengembang tanggung jawab membangun mesjid, jembatan, dan caravan saries dan
atas berkembangnya kegiatan ilmiah dan sastra.
Dibawa
jabatan mansabdar terdapat sejumlah
pimpinan lokal. Posisi tersbut terdiri dari
Zamindar atau bangsawan lokal, yang berhak atas bagian tertentu dari
penghasilan tanah, namun perinsipnya bukan merupakan hak pemilikan atas tanah.
Hak tersebut pada dasarnya merupakan bagian dari hak imperium lantaran
penaklukan lokal atau lantaran dominasi kasta. Meskipun demikian, zamindar bergantung pada otoritas kaisar
dan mereka dapat dipecat dari jabatannya. Penguasa Mughal terus-menerus
berusaha menurunkan Raiput atau penguasa-penguasa Hindu lainnya digantikan kepada
zamindar muslim.Tetapi, seorang
zamindar lokal memiliki jasa besar dalam peperangan untuk mempertahankan
posisinya. Setiap semindar di dukung oleh pasukan bersenjata yang sangat
berperan membentuk ketaatan kaum petani dan yang melindungi kepentingan
zamindar melawan campur tangan pemerintah pusat. Kecakapan zemindar dalam
menguasai kaum petani dan dalam petani dan pemerintah pusat dalam memberikan kepadanya
sebuah kedudukan politik dan ekonomi yang mapan.
Dlam
menjalankan sistem pemerintahan dan politik, pemerintah Mughal juga menyusun
sebuah pola kultural periode Mughal yang didasarkan kepada kombinasi antara
peninggalan Chaghathay di Asia Tengah (yang disampaikan oleh Babur) dan warisan
oleh kesultan delhi. Peninggalan Chalhaay menekankan peran penguasa sebagai seorang
panglima tentara sebagai pemimpin jihad. Kepada peninggalan ini Babur
menambahkan unsur perkotaan warga sedenter atau pemukiman dan tradisi Islam
persia yang menjadikan ulama sebagai penasehat, pemimbing, diplomat, dan
pegawai administratif bagi penguasa Changhatay. Ia berusaha meninggikan dirinya
di atas peringkat pemimipin yang umum dan merebut kekuasaan atas kota dan
teritorial utama yang harus diperintahnya sendiri. Dalam artian bahwa tidak
melalui sebuah badan yang lebih tinggi atau yang sederajat, tetapi melalui
pejabat pejabat bawahannya.[56]
Dalam
konteks tersebut, dapat dikatakan bahwa sistem pemerintahan Mughal meliputi
sebuah berpaduan konsep-konsep Asia Tengah Turki, dan konsep Persia tentang pemerintahan.
Di samping itu, kesultanan Delhi juga turut menyumbangkan konsep-konsep tentang
otoritas raja yang berasal dari tradisi monarkial Persia, dan konsep-konsep
Islam tentang pertanggung jawaban politik. Dalam hal ini, Dinasti Mughal secara
spesifik berusaha mengunggulkan aspek muslim dalam tradisi ganda ini dengan mengintegrasikan
Hindu kedalam resim Mughal. Resim Mughal melanjutkan seruan kesultanan Delhi
terhadap elite non muslim dan mendukung sebuah kebijakan kultural yang dimaksudkan
untuk membentuk sebuah kosmopolitan Islam India dari pada membentuk sebuah
kultural muslim secara ekslusif.
2. Kemajuan Peradaban Kerajaan Mughal
Kerajaan
Mughal juga memberikan perhatian dalam perkembangan peradaan. Kemajuan dalam
bidang pendidikan, keilmuan, dan ke Islaman.[57]
Antara lain dalam bidang seni Iukis, cabang seni ini juga memperoleh tempat
yang paling tehormat. Raja Bubar misalnya, dikenal sebagai seorang raja yang
gemar mengoleksi berbagai lukisan pemandangan telagan, air terjun, bunga dan
tanaman.[58]
Selain
seni lukis, musik juga mendapatkan perhatian yang baik di zaman Humayun,
misalnya ada seorang penyanyi yang sangat terkenal bernama Baccu. kemudian pada
masa Akbar tercatat ada 36 penyanyi yang bersal dari Iran, Kashmir, dan Asia
Tengah yang tinggal kerajaan, setiap hari dan setiap kelompok mempertunjukkan
kebolehannya. Di antara penyanyi tersebut adalah Raja Baz Bahadur dan Tan seen.
Dimasa Jahangir, musik juga mengalami perkembangan, di istananya ada ratusan
penyanyi baik laki-laki maupun perempuan.
Selain
seni lukis dan musik, seni bangunan juga pada masa Mughal memperoleh perhatian
besar. Raja-raja Mughal di kenal sebagai raja yang gemar sekali mendirikan
gedung-gedung baru. Dalam seni bangunan Mughal terdapat unsur-unsur bangunan
dalam dan luar negeri.pada masa Akbar misalnya terdapat bangunan corak Iran. Bahkan
Bubar dikenal sebagai seorang raja yang kurang menyukai corak bangunan setempat
(India). Karena itu unsur luar tampa mendominasi seni bangunan diera Bubar.
Diantara bangunan Bubar yang masih ada hingga kini adalah mesjid dikabul Bagh
di penipat dan mesjid Agung di kota Sanbhal, India.
Diantara
raja Mughal yang membangun gedung-gedung bersejarah India ialah Akbar. Tidak
sedikit dari gedung-gedung itu yang menggambarkan kehormatannya terhadap
kehidupan beragama, misalnya Fatehpur Sikri dan istana Agra yang menampilkan
corak Hindu dan Islam. Di masa Akbar Istana Fatehpur Sikri merupakan bangunan
yang bersejarah. Fatehpur Sikri ialah sebuah kota yang di bangun oleh Akbar
pada tahun 1569 untuk mengenang seorang sufi dan wali Allah bernama Hazrat
Salim Christi.
Sementara
itu, di antara bangunan yang cukup indah masa Alamagir ialah mesjid Badsyahi.
Mesjid ini terletak di sebelah barat Benteng Lahore. Pintu besarnya teklertak
di bagian Timur yang terbuat dari batu merah. Untuk mencapai pintu ini, harus
melalui 22 anak tangga. Di setiap sudut mesjid terdapat empat menara. Di setiap
menara tersebut terdapat 204 anak tangga. Mesjid terbesar yang kini berada di
Pakistan ini mampu menampung 75.000 orang untuk melaksanakan shalat. Namun
setelah itu tidak ada lagi bangunan-bangunan baru yang besar yang dibangun oleh
kerajaan Mughal dianak banua India.[59]
C. Kemunduran dan kehancuran kerajan
Mughal
Setelah
satu abad setengah berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Auragzeb tidak
sanggup mempertahankan yang telah dibina oleh Sultan-sultan sebelumnya. Pada
abad 18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya
mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan
gerakan separatis Hindu di India Tengah, Sikh dibelahan utara dan Islam
dibagian timur semakin lama semakin mengancam. Sementara itu para pedagang
Inggeris yang pertama kali oleh Juhangir menanamkan modal di India, dengan di
dukung oleh kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai.[60]
Pada
masa Aurangzeb, pemberontakan pada masa pemerintahan pusat memang sudah muncul,
tetapi dapat diatasi pemberontakan itu bermula dari tindakan-tindakan Aurangzeb
yang dengan penerusnya rata-rata lemah tidak mampu menghadapi problema yang
ditinggalkannya.
Sepeninggal
Aurangzeb (1707 M), tahta kerajaan di pegang oleh Muazzam, putra tertua
Aurangzeb yang sebelumnya pernah menjadi penguasa di Kabul. Putra Aurangzeb ini
kemudian bergelar Bahadur Syah (1707-1712 M). Ia menganut aliran Syiah pada
masa pemerintahannya yang berjalan selama lima tahun, ia dihadapkan pada
perlawanan Sikh sebagai akibat dari tindakan ayahnya. Ia juga diperhadapkan
pada perlawanan penduduk Lahore karena sikapnya yang terlampau memaksakan
ajaran Syi’ah kepada mereka.[61]
Setelah
Bahadur Syak meninggal dalam jangka waktu yang cukup lama, terjadi perebutan
kekuasaan dikalangan keluarga istana. Bahadur Syak diganti oleh anaknya, Azimu
Syah. Tetapi pemerintahannya di tentang oleh Zulfikar Kahn, putra Azad Khan,
Wasir Aurangzeb. Asimus Syah meninggal tahun 1712 M. Dan diganti oleh putranya,
Juhandar Syah yang mendapat tantangan dari Farukh Syiar tahun (1713 M). Farukh
Syiar berkuasa sampai tahun (1719 M). Sebagai pengganti diangkat Muhammad Syah (1719-1748 M). Namun ia
pendukungnya terusir oleh suka Asyfar dibawa pimpinan Nasir Syah untuk
menundukkan kerajaan Mughal terutama karena menurutnya kerajaan ini banyak
sekali memberikan bangunan kepada pemberontak Afghan di daerah Persia. Oleh
karena itu tahun 1739 M, dua tahun setelah menguasai Persia. Ia menyerang
kerajaan Mughal. Muhammad Syah tidak bisa bertahan dan mengaku tunduk kepada
Nadir Syah. Muhammad Syah kembali berkuasa di Delhi setelah bersedia memberi
hadiah yang sangat banyak kepada Nadir Syah kerajaan Mughal baru dapat
melakukan restorasi kembali, terutama setelah kerajaan Wasir di pegang oleh
China Qilich Khan yang bergelar Nizam al-Mulk (1722-1732 M) karena mendapat
dukungan dari Marathas. Akan tetapi, tahun 1732 M Nizam Al-Mulk meninggalkan
Delhi menuju Hideradab, dan menetap disana.
Konflik-konflik
yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintah
daerah satu persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat bahkan
cenderung memperkuat posisi pemerintahannya masing-masing. Hedaradab dikuasai
Nizam al-Mulk, Marathas dikuasai Shivaji, Ratpuj menyelenggarakan pemerintahan
sendiri di bawah pimpinan Jay Singh dari Amber. Punjab dikuasai oleh kelompok
Sikh. Oudh dikuasai oleh Sadut Khan, Begal di kuasai oleh Syuja al-Din, menantu
Mursyid Qulli, penguasa Begal yang diangkat Aurangzeb. Sementara
wilayah-wilayah pantai banyak dikuasai oleh para pedagang asing, terutama EIC
dari Inggeris. Desintegrasi wilayah kekuasaan Mughal ini semakin diperburuk
oleh sikap daerah, yang disamping melepaskan loyalitas terhadap pemerintah
pusat, juga mereka senantiasa menjadi ancaman serius bagi eksistensi dinasti
Mughal itu sendiri.
Setelah
Muhammad Syah meninggal, tahta kerajaan dipegang oleh Ahmad Syah (1748-1745),
kemudian, diteruskan oleh Alamghir II (1754-1759 M), dan kemudian dilanjutkan
oleh Syah Alam (1761-1806 M). Pada tahun 1761 M, kerajaan Mughal diserang oleh
Ahmad Khan Durrani dari Afghan. Kerajaan Mughal tidak dapat bertahan dan sejak
itu Mughal berada di bawah kekuasaan Afghan, meskipun Syah Alam tetap diizinkan
memakai gelar Sultan. Demkian seterusnya Mughal terus mengalami kemunduran
sehingga akhirnya kerajaan terakhir Mughal adalah Bahadur Syah diusir dari kota
Delhi, rumah-rumah ibadah banyak yang di hancurkan, dan Bahadur Syah, raja
Mughal terakhir, di usir dari istana (1858 M).[62]
Dengan demikian berakhirlah sejarah kekuasaan Dinasti Mughal di daratan India dan tinggallah disana
umat Islam yang harus berjuang mempertahankan eksistensi mereka.
Untuk
lebih jelasnya penulis merinci beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan
Dinasti Mughal itu mundur pada satu setengah abad terakhir dan membawa kepada
kehancurannya pada tahun 1858 M, yaitu:
- Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga oprasi militer Inggeris diwilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatam maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan, mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan buatan Mughal sendiri.
- Kemorosotan moral dan hidup mewah di kalangan elit politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
- karena konflik yang berkepanjangan pemerintah daerah satu persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat bahkan cenderung memperkuat posisi pemerintahnya masing-masing.
- semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
beberapa uraian yang telah di kemukakan di atas, maka dapat ditarik suatu
kesimpulan sebagai berikut:
- Safawi adalah nama sebuah kerajaan Islam di Persia, didirikan oleh Syah Ismail pada tahun 907 H/1501 M. Safawi pada awalnya adalah sebuah aliran tarekat Sufi yang dalam perjalannya menjadi gerakan keagamaan yang berpengaruh di Persia, Anatolia dan Suriah. Dalam perkembangan berikutnya Safawi berubah menjadi gerakan politik dan selanjutnya menjadi sebuah kerajaan yang memiliki wilayah kekuasaan luas di Persia dan sekitarnya.
- Kerajaan Safawi benar-benar mencapai puncak kemajuannya pada masa Syah Abbas I. Kemajuan tersebut dicapai berkat kecakapannya memimpin kerajaan. Ia menciptakan stabilitas dalam negeri dan melakkan perdamaian dengan pihak luar. Dalam kondisi yang kondusif tersebut Syah Abbas menjalankan visi dan misinya dalam membangun negara, sehingga berbagai kemajuan berhasil diraih. Kemajuan yang akan dicapai antara lain: kemajuan di bidang politik, ekonomi, pembangunan fisik, seni, pendidikan dan ilmu pemgetahuan.
- kemunduran kerajaan Safawi tidak terlepas dari kapabilitas para pemimpinnya sepeninggal Syah Abbas I. Ketidak cakapan dan kemorosotan akhlak sebagian pemimpinnya berdampak pada sistem pemerintahan yang rapuh, sehingga situasi politik dalam negeri menjadi kacau. Keadaan ini menjadikan negara semakin hari semakin lemah dan tidak dapat menahan serangan dari pihak luar, sehingga pada akhirnya runtuh. sedangkan Mughal didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530 M) dari keturunan Turki Chagathai yang berpusat di India.
-
Dalam melaksanakan pemerintahannya pemerintah Mughal memberikan peran yang cukup besar
kepada ulama.
-
Dalam bidang pemerintah, Dinasti Mughal membentuk
intitusi-intitusi pemerintahan yang berfungsi melaksaakan tugas-tugas
pemerintah dalam berbagai bidang.
-
Mughal mundur dan membawa kehancurannya pada tahun
858 M. Yaitu: suksesi kepemimpinan ditingkat pusat menjadi ajang perebutan,
Gerakan separatis Hindu di India tengah, dan Sikh di belahan utara dan Islam di
bagian timur semakin lama semakin mengancam, karena konplik yang berkepanjangan
pemerintah daerah satu persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat
bahkan cenderung memperkuat posisi pemerintahannya masing-masing, kemorosotan
moral dan hidup mewah dikalangan elit politik, yang mengakibatkan pemborosan
dalam penggunaan uang negara.
Disadari seopenuhnya bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan sebagaimana layaknya suatu karya ilmiah. Oleh karena itu, sumbang
saran dan kritik konstruktif dari semua pihak merupakan kehormatan bagi
penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Akbar S., Discovering Islam, Making Sence of Muslim History and Society, di
terjemahkan Nunding Ram dan Ramli Yaqub, Citra
Muslim, Tinauan Sejarah dan Siosologi, Cet. I;Jakarta: PT. Gelora Aksara
Pratama,1992.
.........................., From Samarkand to Stornoway: Living Islam,
di terjemahkan Pangestuningsih, Living Islam, Cet. I; Bandung: Penrbit Mizan,1997.
Azra, Azyumardi, dkk., Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005.
Brockelmann, Carl, Tarikh al-Syu’ub al-Islamiyyah, Cet. V; Beirut: Dar al-Ilm li
al-Malayin,t.t.
Depag RI, Tim Penyusun Textbook Sejarah dan Kebudayaan
Islam Dirjen Binbaga Islm, Sejarah dan
Kebudayaan Islam jilid II, Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1983.
Karim M, Abdul,
Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Cet. I; Yokyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007.
Lapidus, Ira M., A History of Islamic Society, di
terjemahkan Ghufron A. Mas’udi, Sejarah
Sosial Ummat Islam, Bagian Kesatu dan Dua, Cet. II; Jakarta: PT. Raja
Grafindo, Persada,2000.
Mughni, Syafiq A., Dinamika Intelektual Islam Pada Abad Kegelapan, Cet. I; Surabaya:
lembaga opengkajian Agama dan Masyarakat, 2002.
Al-Syuti, Jalaluddin, Tarikh al-Khulafa’, Cet. I; Kairo: Dar al-Fajr li al-Turas,1999.
Thohir, Ajid, Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004.
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Beberapa Aspeknya Jilid I, Jakarta; Ul Press
1985.
Team Penyusun Kamus Pustaka dan Pengembangan
bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Cet. II; Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
Bosworth C.E., et. al The Ensiklopedi Of Islam, Vol VII. Leiden New York; E.J. Brill,
1993.
Hassan, Ibrahim, Islamic History and Culture di terjemahkan oeh Djahdan Humam dengan
judul : Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yokyakarta: Kota Kembang, 1989.
Muhammadunnasser, Syed, Islam Its Consepts and History, di terjemahkan oleh Adang Affandi
dengan judul Islam Konsepsi dan
Sejahtranya, Bandung: Yokyakarta, 1991
Sushtery, A.M.A., Outlines Of Islamic Culture, Vol I, Bangalore City The Bangalore
Press, 1938.
Yatim, Badri, Sejarah
Peradaban Islam Cet. IX; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999.
......................., Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah
II. Edisi I (Cet. XII; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persaa, 2001.
Ikram, S.M. ,
Muslim Civiliztion In India New York: Colunmbia University Press t.th.
[1] Lihat jalaluddin al-Syuti, Tarikh al-Khulafa’ (Cet.1; Kairo: Dar
al-Fajr li al-Turas, 1999), h.366-369.
[2] Ajid Thohir, selanjutnya disebut Ajid, Perkembangan Peradaban di kawasan Dunia
Islam (Cet.1; Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004), h. 166.
[3] Taufiq
Abdullah dkk, Ensiklopedi Tematis Dunia
Islam, Ajaran (Jakarta:
PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, t,th), h 181
[4] Ajid, op.cit.,
h. 167
[5] Tim Penyusun Textbook Sejarah dan
Kebudayaan Islam dan Dirjen Binbaga Islam Depag RI, selanjutnya disebut Tim, Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid II (Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1983), h.64
[6] Ajid op.
cit.,169-170.
[7] Azyumardi Azra dkk, selanjutnya disebut
Azyumardi, Ensiklopedi Islam JilidI III (Jakarta:PT.Ikhitiar
Baru Van Hoeve,2005), h.101
[8] Op.cit.,h.65
[10] Lihat Syafiq A. Muqhni, Dnamika Intelektual Islam pada Abad
Kegelapan (Cet. I; Surabaya:Lembaga
Pengkajian Agama dan Masyarakat, 2002), h.19
[11] Carl Brockelmann, selanjutnya disebut
Carl, Tarikh al-Syu’ub al-Islamiyah (Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayin tt),h.495
[12] Op.
cit.,h.66-67
[13] Asyumardi, Loc.cit.
[14] Ajid,op.
ct.,h.174
[15] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam (Cet. IX; Jakarta:PT. Raja Grafindo
Persada, 1999), h.142
[16] Ajid,op
cit.,h.175
[17] Op. cit.,h. 75
[18] Carl,op
cit.,h.503
[19] Badri,
op. cit.,h. 143
[20] Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societas, di terjemahkan Ghubron A. Mas’ud Sejarah social Umat Islam (Cet.
II;Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2000), h.449
[21] Carl, loc.cit.
[22] Akbar S. Ahmed, From Samarkand to Stornoway: Living Islam,
diterjemahkanPangestuningsi, Living Islam
(Cet.I;Bandung: Penerbit Mizan, 1997), h. 130
[23] Ira, op.
cit., h. 453
[24] Akbar S. Ahmed, loc. cit.
[25] Abd Karim, Sejarah Pemikiarn dan Peradaban Islam (Cet. I; Yokyakarta: Pustaka
Book Publisher, 2007), h.308
[26] Azyumardi, op. cit., h. 103
[27] Lihat Ajid, op. cit., h.177-178., lihat juga Badri Yatim, op cit., h.144
[28] Abd Kadir, loc. cit
[29] Tim,
op.cit., h. 78
[30] Tim, op.
cit., h. 79
[31] Azyumardi, op. cit., h. 103
[32] Carl, op.
cit., h.506
[33] Ibid
[34] Tim,
loc. ci.t
[35] Badri Yatim, op. cit., h.158
[36] Akbar S. Ahmed, Discovering Islam, Makin sence of muslim History and Society, di
terjemahkan Nunding Ram dan Ramli Yakub, Citra
muslim, Tinjauan Sejarah dan Sosologi (Cet.I; Jakarta: PT. Gelora Aksara
Pratama, 1992),h. 77
[37] Ibid, h. 78
[38]
Badri Yatim, op.cit., h.157-158.
[39]
Harun Nasution, Priode Sejarah Islam di bagi dalam tiga periode :a. Priode
Klasik (kemajuan Islam, 650-1250 M), b. Periode Pertengahan (kemunduran Islam
1250-1800 M), c. Periode mederen 1800 M dan seterusnya, Lihat Harun Nasution, Islam ditinjau dari beberapa Aspeknya ilid I
(Jakarta; UL Press1985), h. 84
[40]
Monachi adalah bentuk pemerintahan yang dikepalai oleh raja dengan memiliki
ketentuan-ketentuan atau undang-undang dasar. Lihat team penyusun kamus pustaka
dan pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia
(Cet.II; Jakarta: Balai Pustaka,1989), h. 590
[41]
C.E. Bosworth et. Al The Ensiklopedi Of
Islam, Vol VII (Leiden New York; E.J. Brill, 1993), h.313. Lihat pula, Fuad
moh. Fachruddin, Perkembangan Kebudayaan
Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h185-186
[42]
Syed Muhammadunnaser, Islam its Consepts
and History diterjemahkan oleh Adang
Affandi denan judul Islam konsepsi
dan sejatranya (Bandung: Yokyakarta, 1991), h. 384
[43] Ibid., h. 349-350
[44]
Shushtery, Outlines Of Islamic Culture, Vol
I (Bangalore City The Bangalore Press, 1938), h. 268
[45]
Lihat Ibid., h. 360
[46]
Lihat Ibid.,
h.362
[47]
Lihat, Badri Yatim, Sejarah Peradaban
Islam (Jakarta:
Raja Grafindo Persada), h. 148
[48]
Lihat, Iqtdar Husain Siddqy, Islam and
Muslims Indonesia South Asia: Historical Perspective (Delhi: Adam Publisher, 1987), h. 30. Lihat
juga Harun Nasution, op. Cit., h.85
[49]
Marshal G.S. Hodgson, The Venture of
Islam, Vol III (Chicago: The University of
Chicago Press, 1974), h. 96, Lihat juga Tutik Nuria Erwin, Asia Selatan Dalam Sejarah (Jakarta: Fak. Ekonomi UI, 1990), H. 40
[50]
Lihat, C.E. Bosworth, op.cit., h.240
[51]
Lihat, Badri Yatim, op. cit., h. 150
[52]
Lihat, Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial
Umat Islam (Cet. I; Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1999), h. 695
[53]
Lihat, Ibid.,
[54]
Lihat, Ibid., h.696
[55]
Lihat, Ibid.,
[56]
Lihat, Ibid.,
[57]
Taufik Abdullah dkk, Ensiklopedi Tematis
Dunia Islam, Ajaran op. cit., h. 299
[58] Ibid.
[59] Ibid., h. 300-301
[60]
Lihat,Badri Yatim, op. cit., h.159
[61]
S.M, Ikram, Muslim Civilistion in India (New York:Columbia University Press t.th), h.
255.
[62]
Badri Yatim, op.cit., h.162-163
1 komentar:
https://kokonatsutrrrrrrrrrrrrr.blogspot.co.id/2017/12/rasakan-10-mandaat-oatmeal-yang-cocok.html
https://kokonatsutrrrrrrrrrrrrr.blogspot.co.id/2017/12/jsngan-buang-kulit-telur-ini-manfaatnya.html
https://kokonatsutrrrrrrrrrrrrr.blogspot.co.id/2017/12/bubuk-kopi-trik-jitu-atasi-bau-tak-sedap.html
https://kokonatsutrrrrrrrrrrrrr.blogspot.co.id/2017/12/waspada-5-gangguan-tidur-dapat-memicu.html
Taipan Indonesia | Taipan Asia | Bandar Taipan | BandarQ Online
SITUS JUDI KARTU ONLINE EKSKLUSIF UNTUK PARA BOS-BOS
Kami tantang para bos semua yang suka bermain kartu
dengan kemungkinan menang sangat besar.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
Cukup Dengan 1 user ID sudah bisa bermain 7 Games.
• AduQ
• BandarQ
• Capsa
• Domino99
• Poker
• Bandarpoker.
• Sakong
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• FaceBook : @TaipanQQinfo
• WA :+62 813 8217 0873
• BB : D60E4A61
Come & Join Us!!
Posting Komentar
apakah anda tidak menemukan yang anda cari??? silahkan tuliskan sesuatu yang anda cari itu....