BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Bersamaan dengan berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah, Abdullah As-Saffah ibn
Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas, membangun dinasti Abbasiyah. Di
masa kekuasaan dinasti mereka, dunia Islam mengalami masa kejayaan. Mulai dari
Cordoba di Spanyol sampai ke Multan di Pakistan, mengalami pengembangan di
segala bidang, khususnya bidang Ilmu Pengetahuan dan Seni. Kala Barat masih
bergelut dengan kegelapan, kebodohan dan primitif, asyik dengan jampi-jampi
dan dewa-dewa, dunia Islam sudah sibuk
dengan penelitian di laboratorium dan observatorium. Ajaran agama yang dibawa
oleh Nabi Muhammad Saw ini, telah mendorong lahirnya suatu kebudayaan baru
yaitu kebudayaan Islam. Sehingga menggerakkan terciptanya ilmu-ilmu pengetahuan
dalam lapangan agama (ilmu naqli). Kemudian ketika umat Islam keluar dari
Jazirah Arab, dan bersentuhan dengan perbendaharaan Yunani, akhirnya
menimbulkan dorongan munculnya berbagai Ilmu
Pengetahuan di bidang akal (ilmu aqli).[1]
Namun ketika kejayaan
itu sudah dalam genggaman, kala kemewahan telah menjadi keniscayaan dalam
kekuasaan, maka lahirlah sebuah era pemerintahan dari para penguasa (khalifah)
yang lemah. Hedonisme menjadi tujuan hidup, sehingga aspek penting pembangun
keutuhan kekuasaan – yakni memberikan pelayanan yang adil kepada rakyat – tidak
lagi menjadi prioritas. “Ketika
semua faktor internal tersebut terakumulasi, akhirnya muncullah senjata
pamungkas yang meruntuhkan kekhalifahan dalam bentuk serbuan kaum barbar
(Mongol dan Tartar).” [2]
Ratusan ribu mayat
tanpa kepala berserakan dan tumpang tindih memenuhi jalan-jalan, parit-parit
dan lapangan-lapangan. Di sekitarnya bangunan-bangunan yang megah dan indah tinggal
puing-puing dan rongsokan. Asap masih mengepul dari bangunan-bangunan yang di
bakar. Tentara dari pangkat rendah sampai tinggi sibuk memenggal kepala ribuan
manusia, kemudian memisahkan kepala yang terpisah dari tubuhnya itu menurut
kelompok : kepala wanita, anak-anak, orang tua, dipisahkan antara satu
dengan lainnya. Sungai Dajlah atau Tigris berubah menjadi hitam disebabkan
tinta dari ribuan manuskrip yang dilemparkan ke dalamnya. Perpustakaan, rumah
sakit, masjid, madrasah, tempat permandian dan rumah para bangsawan, tokoh dan
rumah makan – semuanya dihancurkan.
Demikianlah, kota yang
selama beberapa abad menjadi pusat terbesar peradaban Islam itupun musnah dalam
sekejap mata. Setelah puas, pasukan penakluk itupun, pergi tanpa penyesalan
sedikitpun. Mereka hanya sibuk mengumpulkan barang-barang jarahan yang
berharga: timbunan perhiasan yang tak ternilai harganya, berkilo-kilo batangan
emas dan uang dinar, intan berlian – semuanya dimasukkan ke dalam ratusan
karung dan diangkut dalam iringan gerobak dan kereta yang sangat panjang.
Demikianlah gambaran
sekilas kebengisan dan teror yang dilakukan tentara Mongol dilebih separo
daratan Asia dan Eropa Timur sejak awal sampai pertengahan abad ke-13 Masehi.
Timbul pertanyaan: jenis manusia dan bangsa macam apakah orang-orang Mongol
pada abad ke-13 itu? Mengapa mereka tiba-tiba muncul menjadi kekuatan yang
menggemparkan dunia beradab dan dapat menaklukan wilayah yang sangat luas. Dari
ujung timur negeri China sampai ujung barat Polandia, dari batas utara Rusia
sampai batas selatan teluk Parsi – semua ditundukkan dan dikuasai hanya dalam waktu
kurang lebih 40 tahun.
B. Rumusan
Masalah
Sebagaimana latar
belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah pokok
dalam makalah ini yaitu :
1. Bagaimanakah
sejarah kepribadian Jenghis Khan dan bangsa Mongol pada umumnya?
2. Bagaimana
bangsa Mongol berperang melawan negeri Islam?
3. Bagaimana Penyerbuan yang dilakukan
Timur Lenk?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat
Bangsa Mongol dan Jengis Khan.
Untuk mengenal watak
suatu bangsa, dan kekuatan bangsa tersebut dalam kurun sejarah tertentu, kita
dapat bercermin pada pemimpinnya dan bagaimana pemimpin tersebut menempa serta
mengorganisasi bangsanya. Tokoh sentral bangsa Mongol pada abad ke-13 M adalah
Jengis Khan serta anak cucunya yang perkasa seperti Ogothai, Batu, Hulagu dan
Kubilai Khan. Jenghis telah berhasil memimpin bangsa Mongol menaklukkan daratan
Asia yang menyebabkan keturunannya memerintah dan menguasai negeri-negeri yang
ditaklukkannya itu selama berabad-abad. Dialah yang menempa bangsa Mongol
menjadi bangsa yang tangguh, berani dan nekat.
Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan
Mongolia, yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia Utara, Tibet
Selatan, dan Manchuria Barat serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama
Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar, Tatar dan Mongol. Kedua putra itu
melahirkan dua suku bangsa besar, Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak yang
bernama Ilkhan, yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol di kemudian
hari.[3]
Dalam rentang waktu yang panjang, kehidupan bangsa
Mongol sangat sederhana. Pola kehidupan mereka berpindah-pindah sambil
mendirikan tenda, menggembala kambing dan hidup dari hasil buruan. Mereka juga
hidup dari hasil perdagangan tradisional, yakni mempertukarkan kulit binatang
dengan sesama mereka atau dengan bangsa Turki dan Cina. Sebagaimana umumnya
bangsa Nomad, orang-orang Mongol memiliki watak yang kasar, suka berperang, dan
berani menghadang maut untuk mencapai keinginannya. Namun, mereka sangat patuh
kepada pemimpinnya. Mereka menganut agama Syamaniah (Syamanism),
menyembah bintang-bintang, dan sujud kepada matahari.[4]
Kemajuan bangsa Mongol terjadi pada masa kepemimpinan Yasugi Bahadur
Khan atau Yasugei. Yasugei
adalah seorang Khan (raja) yang berhasil menyatukan dan mengepalai 13
kelompok suku Borjigin, salah satu suku utama Mongol – Turk yang paling berani
dan gagah perkasa.[5]
Sebagai Khan kecil, Yasugei tunduk
kepada Khan yang lebih tinggi, Utaq Khan. Istrinya bernama Holun, dari
suku Olkhunut. darinya lahirlah seorang putra yang kemudian diberi nama Temujin.
Saat Berumur 9 tahun, Temujin
dikirimkan keluar dari sukunya karena ia akan dijodohkan dengan Borte, putri
Onggirat.[6]
Ketika Temujin berusia
13 tahun terjadilah perebutan kekuasaan dalam suku Borjigin. Ayahnya mati
terbunuh disebabkan panah beracun Dario salah seorang lawan politiknya. Karena
masih muda, Temujin tidak diakui sebagai pengganti ayahnya. Malah keselamatan
diri, ibu dan adik-adiknya terancam. Karena alasan tersebut, mereka melarikan
diri dan mendapat perlindungan dari salah seorang saudaranya dari suku Nainan. Pada
tahun 1182, Temujin menjadi remaja yang tangkas serta berani, dan berhasil
mempersunting salah seorang putri keluarga terkemuka suku itu, yaitu Bortai.
Bortai mendampingi Temujin hingga akhir hayat dan setia mengikuti suaminya di medan-medan
peperangan.
Bakat Temujin sebagai
pemimpin telah kelihatan pada waktu dia berusia 20 tahun. Segala bentuk ilmu
perang dipelajarinya, begitu pula ketangkasan dalam menunggang kuda dan
penggunaan segala jenis senjata perang. Secara diam-diam dia mengumpulkan para
pengikut ayahnya dan melatih mereka dengan disiplin keras. Pada waktu yang
tepat diapun menyerang bekas lawan politik ayahnya dan berhasil merebut kembali
kedudukannya sebagai Khan suku Borjigin. Tidak berapa lama setelah itu dia
berhasil pula menyatukan suku-suku Mongol dan Turk yang terpencar-pencar di
wilayah antara sungai Dzungaria dan Irtish. Pada tahun 1202 Hurathai, majelis
besar suku-suku Mongol, memberi pengakuan kepada Temujin sebagai Khan (raja)
seluruh orang Mongol dengan gelar Jengis Khan.[7]
artinya Raja diraja yang dalam bahasa Arab disebut sayyid al-mutlaq.
Salah satu faktor
keberhasilan Jengis Khan ialah kebengisan dan kekejamannya dalam memperlakukan
lawan-lawan politik yang dikalahkannya. Apabila pihak lawan telah ditundukkan,
para pemimpinnya lantas ditangkap dan kemudian diperlakukan secara kejam. Pengangkatannya
sebagai Khan (raja) besar bangsa Mongol serta dukungan pasukan tentara
yang kuat, mendorong Jengis Khan mulai berpikir untuk menaklukkan negeri-negeri
sekitar, seperti: China, Khawarizmi di Asia Tengah, Persia, India, India Utara serta Eropa Timur.
Jengis Khan mulai
melatih lebih keras tentaranya, merekrut sebanyak-banyaknya orang Mongol dari
berbagai suku dan mengorganisasikannya menjadi kekuatan militer yang besar.
Tentaranya dilatih dengan disiplin keras. Teknik-teknik terror dan kekejaman
yang canggih juga diajarkan. Percobaan pertama untuk menguji kekuatan dan
keunggulan tentaranya ialah menyerbu Cina Utara yang dikuasai bangsa Kin.
Alasannya: bangsa Kin sering menyerang bangsa Mongol (Tartar)
karena menganggap mereka bangsa biadab. Sudah banyak pemimpin Mongol yang dibunuh
secara kejam.[8]
Ratusan tahun orang Mongol menyimpan dendam itu.
Dalam serbuan yang
dipimpin Temujin, tentara Mongol dengan sangat mudah menundukkan Cina Utara. Penduduk
dan pemimpin mereka dibunuh, kecuali orang cerdik pandai, seniman, perajin, sastrawan,
guru, ahli bahasa, rohaniawan, dokter, ahli sejarah dan pakar strategi perang.
Keberadaan mereka sangat penting untuk melatih dan mendidik orang Mongol untuk
menjadi bangsa yang beradab.
Sebagai seorang tokoh,
Jengis Khan mempunyai idola yang ikut membentuk kepribadia nnya. Idolanya
adalah tokoh utama cerita rakyat Mongol bernama Kutula Khan.[9]
Kepada seorang jenderalnya, Jengis Khan pernah bertanya: “Apakah
kebahagiaan terbesar dalam hidup ini, menurut pendapatmu? “Jenderalnya
menjawab: “Berburu di musim semi, mengendarai seekor kuda yang tangkas dan
bagus! “Bukan!” Jawab Jengis Khan. “Kebahagiaan terbesar adalah menaklukkan
musuh, mengejar mereka sampai tertangkap, kemudian merampas harta milik mereka,
memandangi kerabat dekat mereka meratap dan menjerit-jerit, menunggangi
kuda-kuda mereka, memeluk istri serta anak-anak gadis mereka dan
memperkosanya.”[10] Ogatai, salah seorang
putranya, mempraktekkan apa yang dikatakan ayahnya. Bila berhasil menaklukkan
suatu wilayah, dia akan memerintahkan ratusan gadis berbaris dan kemudian memilih
yang paling cantik untuknya.
Berikutnya untuk para jenderalnya dan selebihnya untuk prajurit yang lebih
rendah pangkatnya.
Amir Khusraw penyair Persia abad ke-13, mengambarkan
orang-orang Mongol sebagai berikut: “Mereka mengendarai unta dan kuda dengan
tangkas, tubuh mereka bagaikan besi, wajah membara, tatapan muka garang, leher
pendek, telinga lebar berbulu dan memakai anting-anting, kulitnya kasar penuh
kutu dan baunya amat tidak sedap”. Penulis lainnya mengatakan bahwa mereka
seperti keturunan anjing, wajah rajanya seperti binatang buas dan berkata bahwa
Tuhan mencipta mereka dari api neraka. Sejarawan Ibn ‘Athir melaporkan ketika
Bukhara diserbu, 30 ribu tentara kerajaan Khawarizmi tidak berkutik menghadapi
keganasan dan kebengisan mereka. Juwayni sejarawan abad ke-13 lainnya, “Jengis
Khan naik ke atas mimbar masjid dan mengaku sebagai cemeti Tuhan yang diutus
untuk menghukum orang-orang yang penuh dosa.” [11]
Guna menyempurnakan moral masyarakatnya, Jengis Khan
membuat Undang-Undang, yakni Alyasak atau Alyasah,[12]
yang isinya antara lain: ”Penetapan hukuman mati bagi pelaku perzinaan, orang yang
berbohong, mempraktekkan magic, mata-mata, membantu salah satu pihak yang berselisih, memberi makan atau pakaian kepada
tawanan perang tanpa izin, serta orang yang gagal menangkap budak belian yang
melarikan diri”.
B. Penaklukan-Penaklukan Bangsa Mongol.
Setelah pasukan perangnya terorganisasi dengan baik,
Jengis Khan bergerak memperluas wilayah kekuasaannya dengan melakukan
penaklukan terhadap daerah-daerah lain. Serangan pertama diarahkan ke kerajaan
Cina. Ia berhasil menduduki Peking 1215 M. Sasaran selanjutnya adalah
negeri-negeri Islam. Saat tentara Mongol menuju Turki dan Ferghana, lalu ke
Samarkand, mereka mendapat perlawanan dari Sultan Ala Al-Din di Turkistan,
sehingga mereka kembali ke negerinya.
Namun, sepuluh tahun kemudian mereka kembali masuk
Bukhara, Samarkand, Khurasan, Hamadzan, Quzwain, sampai perbatasan Irak. Saat
itu perlawanan pasukan Khawarzmi berhasil mereka patahkan dengan mudah serta sultan
Ala al-Din pun tewas dalam pertempuran di Mazindaran tahun 1220 M. Ia digantikan putranya, Jalal al-Din yang
kemudian melarikan diri ke India. Di setiap daerah yang ditaklukkannya, pasukan
Mongol melakukan pembunuhan besar-besaran. Bangunan-bangunan indah dihancurkan,
sekolah, masjid dan gedung-gedung lainnya dibakar.
Awal permusuhan dan
peperangan bangsa Mongol dengan negeri Islam bermula dari peristiwa tahun 1212
M. Suatu hari tiga orang saudagar Bukhara bersama puluhan rombongannya tiba di
wilayah Mongol dan menuju ibukota Karakorum. Entah mengapa,
orang-orang Mongol menangkap mereka dan kemudian menyiksanya. Sedangkan barang
dagangannya dirampas. Tidak lama setelah peristiwa itu, Jengis Khan mengirim 50
orang saudagar Mongol untuk membeli barang dagangan di Bukhara. Atas perintah
Amir Bukhara Gayur Khan, mereka ditangkap dan dihukum mati. Jengis Khan marah
dan merancang penyerbuan ke kerajaan Khawarizmi dan negeri-negeri lainnya di
Asia Tengah. Penyerbuan itu baru terlaksana pada
tahun 1219 M, hanya selisih tiga tahun setelah tentara Mongol menaklukkan
seluruh wilayah Cina.[13]
Saat kondisi
fisiknya mulai lemah, Jengis Khan membagi wilayah kekuasaannya menjadi empat
bagian kepada putra-putranya; Juchi, Chagatai, Ogotai, dan Tuli. Chagatai
berusaha menguasai kembali daerah-daerah Islam yang pernah ditaklukkan dan
berhasil merebut Illi, Ferghana, Ray, Hamazan, dan Azerbaijan. Tuli Khan
menguasai Khurasan dan Irak. Setelah meninggal, ia digantikan oleh putranya,
Hulagu Khan.
Pada tahun 1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan
200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Mu’tashim tidak
mampu membendung “topan” tentara Hulagu Khan. Pada saat kritis tersebut, wazir
khalifah al-‘Alqami mengambil kesempatan menipu khalifah dengan mengatakan,
“Saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Hulagu Khan berjanji akan
tetap menghormati khalifah, bahkan ia berkeinginan untuk mengawinkan putrinya
dengan putra tuanku, Amir Abu Bakar! Ia tidak menginginkan sesuatu kecuali
kepatuhan.” [14]
Mempercayai informasi tersebut, Khalifah
al-Mu’tashim bersama seluruh pembesar kerajaan dan hakim, serta keluarga mereka
yang berjumlah 3000 orang keluar menemui Hulagu. Awalnya mereka disambut dengan
ramah, tetapi setelah itu mereka kemudian dibantai habis, termasuk wazir al-‘Alqami.
Namun sebelum memancung wazir, Hulagu Khan berkata: “Kamu pantas mendapat
hukuman berat karena berkhianat kepada orang yang telah memberimu kedudukan
istimewa”. [15]
Selama 40 hari pasukan Hulagu membunuh, menjarah,
memperkosa wanita dan membakar. Rumah-rumah ibadah dihancurkan. Bayi dalam
gendongan dibantai bersama ibu mereka. Wanita hamil ditusuk perutnya. Kota
Baghdad dihancurkan rata dengan tanah. Maka sejak saat itu, berakhirlah
kekuasaan Abbasiyah. Baghdad dan daerah-daerah taklukkan Hulagu selanjutnya diperintah
oleh dinasti Ilkhan. Ilkhan adalah gelar yang diberikan kepada
Hulagu.[16]
Dengan demikian, umat Islam dipimpin
oleh seorang raja (Hulagu) yang beragama Syamanism. Setelah meninggal tahun
1265 M, Hulagu digantikan oleh Anaknya, Abaga – berkuasa antara
1265-1282 M – yang beragama Kristen. Lalu digantikan oleh Ahmad Teguder
(1282-1284 M). Karena beragama Islam, dia ditentang oleh para pembesar kerajaan.
Dia kemudian ditangkap dan dibunuh oleh Arghun yang menggantikannya menjadi
raja (1284-1291 M).[17]
Ia adalah raja yang sangat kejam
terhadap umat Islam. Mahmud Ghazan (1295-1304 M), raja yang ketujuh dan
raja-raja yang berkuasa setelahnya semuanya adalah pemeluk agama Islam. Di masa
mereka, Islam meraih kemenangan yang sangat besar terhadap agama Syamanism.
Sejak itu pula, orang-orang Persia mendapatkan kemerdekaannya kembali.[18]
C. Penyerbuan-Penyerbuan Timur Lenk.
Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderita dan
berusaha bangkit dari kehancuran akibat serangan bangsa Mongol, malapetaka yang
tidak kurang dahsyatnya datang kembali, yaitu serangan yang juga dari keturunan
bangsa Mongol. Berbeda dari Hulagu Khan dan keturunannya pada dinasti Ilkhan,
penyerang kali ini sudah masuk Islam, tetapi sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman
masih melekat kuat. Serangan itu dipimpin
oleh Timur Lenk, yang berarti Timur si Pincang. Dia berhasil menaklukkan Tughluk Temur dan Ilyas Khoja,
dan kemudian dia juga melawan Amir Hussain (iparnya sendiri). Selanjutnya dia memproklamirkan
dirinya sebagai penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut Jagati dan Turunan
Jengis Khan.[19]
Timur Lenk lahir di Kesh (sekarang Khakhrisyabz, "kota hijau", Uzbekistan), sebelah
selatan Samarkand di Transoxiana, pada tanggal 8 April 1336 M/25 Sya'ban 736 H.
Ayahnya bernama Taragai, kepala suku Barlas, keturunan Karachar Noyan yang
menjadi menteri dan kerabat Jagatai, putera Jengis Khan. Suku Barlas mengikuti
Jagatai mengembara ke arah barat dan menetap di Samarkand. Taragai menjadi
gebernur Kesh. Keluarganya mengaku keturunan Jengis Khan sendiri.[20]
Sejak usia masih sangat muda, keberanian dan keperkasaannya
yang luar biasa sudah terlihat. Ia sering diberi tugas untuk menjinakkan
kuda-kuda binal yang sulit ditunggangi dan memburu binatang-binatang liar.
Sewaktu berumur 12 tahun, ia sudah terlibat dalam banyak peperangan dan
menunjukkan kehebatan dan keberanian yang mengharumkan namanya. Sejarah keperkasaannya
bermula setelah Jagatai wafat, masing-masing Amir melepaskan diri dari
pemerintahan pusat. Timur Lenk mengabdikan diri pada Gubernur Transoxiana, Amir
Qazaghan. Ketika datang serbuan Tughluq Temur Khan (Moghulistan), Timur Lenk bangkit memimpin perlawanan kaumnya. Melihat keberanian dan
kehebatannya, Tughluq Temur menawarkan jabatan gubernur di negeri kelahirannya.
Tawaran itu diterima. Tetapi,
setahun setelah pengangkatannya (1361 M), Tughluq Temur mengangkat puteranya, Ilyas
Khoja menjadi gubernur Samarkand dan Timur Lenk menjadi wazirya. Tentu saja
Timur Lenk menjadi berang. Ia segera bergabung dengan cucu Qazaghan, Amir
Husain, mengangkat senjata memberontak terhadap Tughluq Temur.[21]
Timur Lenk berhasil mengalahkan Tughluq Temur dan Ilyas
Khoja. Setelah itu ambisi
Timur Lenk untuk menjadi raja besar segera muncul. Karena itulah, ia kemudian
memaklumkan perang melawan Amir Husain (iparnya).
Ia berhasil mengalahkan dan
membunuh Amir Husain di Balkh. Setelah itu, ia memproklamirkan diri sebagai
penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut Jagatai keturunan Jengis Khan. Pada 10 April 1370 M,
sepuluh tahun pertama pemerintahannya, ia berhasil menaklukkan Jata dan
Khawarizm dalam sembilan ekspedisi.
Setelah Jata dan Khawarizm ditaklukkan, kekuasaannya mulai
kokoh. Timur Lenk mulai menyusun rencana untuk mewujudkan ambisinya menjadi
penguasa besar, dan berusaha menaklukkan daerah-daerah yang pernah dikuasai
oleh Jengis Khan. Ia berkata, "Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam
ini, maka di bumi seharusnya hanya ada seorang raja".
Pada tahun 1381 M,
ia menaklukkan Khurasan. Setelah itu menyerbu ke arah Herat. Ia terus melakukan serangan dan berhasil
menduduki Afghanistan, Persia, Fars dan Kurdistan. Di setiap negeri yang
ditaklukkannya, ia membantai penduduknya. Di Sabzawar, Afghanistan, ia membangun menara yang disusun dari
2000 mayat manusia yang dibalut dengan batu dan tanah liat. Di Isfa, ia
membantai lebih kurang 70.000 penduduk. Kepala-kepala dari mayat-mayat itu
dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi menara. Dari sana ia melanjutkan
ekspansinya ke Irak, Syria dan Anatolia (Turki). Tahun 1393 M, ia menghancurkan
dinasti Muzhaffari di Fars dan membantai amir-amirnya. Tahun itu pula Baghdad
dijarahnya, dan setahun kemudian ia berhasil menduduki Mesopotamia. Penguasa
Baghdad saat itu, Sultan Ahmad Jalair, melarikan diri ke Syria. Ia kemudian
menjadi Vassal dari Sultan Mesir, al-Malik al-Zahir Barquq. Penguasa dinasti
Mamalik yang berpusat di Mesir ini adalah satu-satunya raja yang tidak berhasil
ditundukkannya. Utusan-utusan Timur Lenk yang dikirim ke Mesir untuk perjanjian
damai, sebagian dibunuh dan sebagian lagi diperhinakan, kemudian disuruh pulang
ke Timur Lenk.[22]
Karena Sultan Barquq tidak mau mengekstradisi Ahmad Jalair
yang berada dalam perlindungannya, Timur Lenk kemudian melancarkan invasi ke
Asia Kecil menjarah kota, Takrit, Mardin dan Amid. Di Takrit, kota kelahiran
Salahuddin al-Ayyubi, ia membangun sebuah piramida dari tengkorak kepala
korban-korbannya. Pada tahun
1395 M, ia menyerbu daerah Qipchak. Kemudian menaklukkan Moskow yang
didudukinya selama lebih dari setahun. Tiga tahun kemudian ia
menyerang India. Di India Utara, ia
membantai 80.000 Penduduka New
Delhi.[23]
Dalam rangka pembangunan masjid di Samarkand, ia kemudian
mempekerjakan 90 ekor gajah untuk mengangkat batu-batu besar dari Delhi ke
Samarkand. Setelah fondasi masjid dibangun, tahun 1399 M, Timur Lenk berangkat
memerangi Sultan Mamalik di Mesir yang membantu Ahmad Jalair, penguasa Mongol
di Baghdad yang lari ketika ia menduduki kota itu sebelumnya, dan memerangi
Kerajaan Usmani di bawah Sultan Bayazid I. Dalam perjalanannya itu, ia
menaklukkan Georgia. Di Sivas, Anatolia sekitar 4000 tentara Armenia dikubur
hidup-hidup untuk memenuhi sumpahnya bahwa darah tidak akan tertumpah bila
mereka menyerah.[24]
Pada tahun 1400
M ia memasuki daerah Syria bagian utara. Tiga hari lamanya Aleppo
dihancurleburkan. Kepala dari 20.000 penduduk dibuat piramida setinggi 10 hasta
dan kelilingnya 20 hasta dengan wajah mayat menghadap keluar. Banyak bangunan seperti sekolah dan masjid
yang berasal dari zaman Nuruddin Zanki dan Ayyubi dihancurkan. Hamah, Hims dan Baklabak jatuh ketangannya. Pasukan Sultan
Faraj dari Kerajaan Mamalik dapat dikalahkannya dalam suatu pertempuran dahsyat
sehingga Damaskus jatuh ke tangannya tahun 1401 M. Akibat peperangan itu masjid
Umayyah yang bersejarah rusak berat tinggal dinding-dindingnya saja yang masih
tegak. Ia memerintahkan ulama yang
menyertainya untuk mengeluarkan fatwa membenarkan tindakan-tindakannya itu. Dari Damaskus penakluk liar ini kembali
bergerak menuju Baghdad untuk membalas dendam atas kematian beberapa
pejabatnya, dan melakukan pembantaian besar-besaran terhadap 20.000 penduduk, kemudian
memenuhi kota dengan sekitar 120 tumpukan kepala korban-korban keganasannya.[25]
Kerajaan Usmani, oleh Timur Lenk dipandang sebagai tantangan
terbesar, karena kerajaan ini menguasai banyak daerah bekas imperium Jengis
Khan dan Hulagu Khan. Bahkan, Sultan Bayazid, penguasa tertinggi kerajaan ini
sebelumnya berhasil meluaskan daerah kekuasaannya ke daerah-daerah yang sudah
ditaklukkan oleh Timur Lenk. Karena itu Timur Lenk sangat berambisi mengalahkan
kerajaan ini. Ia mengerahkan bala tentaranya untuk memerangi tentara Bayazid I.
Di Sivas terjadi peperangan hebat antara kedua pasukan itu. Timur Lenk keluar
sebagai pemenang dan putera Bayazid I, Erthugrul, terbunuh dalam pertempuran
tersebut.
Pada tahun 1402 M terjadi peperangan yang menentukan di
Ankara. Tentara Usmani kembali menderita kekalahan, sementara Sultan Bayazid
sendiri tertawan ketika hendak melarikan diri dan akhirnya meninggal dalam tawanannya.
Timur Lenk melanjutkan serangannya ke Broessa, ibu kota lama Turki, dan Syria.
Setelah itu ia kembali ke Samarkand untuk merencanakan invasi ke Cina. Namun,
di tengah perjalanan, tepatnya di Otrar, ia menderita sakit yang membawa kepada
kematiannya. Ia meninggal tahun 1404 M, dalam usia 71 tahun. Jenazahnya dibawa
ke Samarkand untuk dimakamkan dengan upacara kebesaran.[26]
Sekalipun ia terkenal sebagai penguasa yang sangat ganas dan
kejam terhadap para penentangnya, sebagai muslim Timur Lenk tetap memperhatikan
pengembangan Islam. Bahkan dikatakan, ia seorang yang saleh. Konon, ia adalah
penganut Syi'ah yang taat dan menyukai tasawuf tarekat Naqsyabandiyyah. Dalam setiap
perjalanannya ia selalu membawa serta ulama-ulama, sastrawan dan seniman. Ulama
dan ilmuwan dihormatinya. Ketika berusaha menaklukkan Syria bagian utara, ia
menerima dengan hormat sejarawan terkenal, Ibnu Khaldun yang diutus Sultan
Faraj untuk membicarakan perdamaian. Kota Samarkand diperkayanya dengan
bangunan-bangunan dan masjid yang megah dan indah. Di masa hidupnya kota
Samarkand menjadi pasar internasional, mengambil alih kedudukan Baghdad dan
Tabriz. Ia datangkan tukang-tukang yang ahli, seniman-seniman ulung,
pekerja-pekerja yang pandai dan perancang-perancang bangunan dari negeri-negeri
taklukannya; Delhi, Damaskus dan lain-lain. Ia meningkatkan perdagangan dan
industri di negerinya dengan membuka rute-rute perdagangan yang baru antara
India dan Persia Timur. Ia berusaha mengatur administrasi pemerintahan dan
angkatan bersenjata dengan cara-cara rasional dan berjuang menyebarkan Islam.[27]
Setelah Timur Lenk meninggal, dua orang anaknya, Muhammad
Jehanekir dan Khalil, berperang memperebutkan kekuasaan. Khalil (1404-1405 M)
keluar sebagai pemenang. Akan tetapi, ia hidup berfoya-foya menghabiskan
kekayaan yang ditinggalkan ayahnya. Karena itu saudaranya yang lain, Syah Rukh
(1405-144 7 M), merebut kekuasaan dari tangannya. Syah Rukh berusaha
mengembalikan wibawa kerajaan. Ia seorang raja yang adil dan lemah lembut.
Setelah wafat, ia diganti oleh anaknya Ulugh Bey (1447-1449 M), seorang raja
yang alim dan sarjana ilmu pasti. Namun, masa kekuasaannya tidak lama. Dua
tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh anaknya yang haus kekuasaan, Abdal-Latif
(1449- 1450 M). Raja besar dinasti Timuriyah yang terakhir adalah Abu Sa'id
(1452-1469 M). Pada masa inilah kerajaan mulai terpecah belah. Wilayah kerajaan
yang luas itu diperebutkan oleh dua suku Turki yang baru muncul ke permukaan,
Kara Koyunlu (domba hitam) dan Ak Koyunlu (domba putih). Abu Sa'id sendiri
terbunuh ketika bertempur melawan Uzun Hasan, penguasa Ak Kdyunlu.28
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan
Mongolia, yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia Utara, Tibet
Selatan, dan Manchuria Barat serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama
Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar, Tatar dan Mongol yang melahirkan
dua suku bangsa besar, Tartar dan Mongol. Tokoh sentral bangsa Mongol adalah
Temujin, putra Yasugi Bahadur
Khan atau Yasugei. Pada tahun
1202 Hurathai, majelis besar suku-suku Mongol, memberi pengakuan kepada
Temujin sebagai Khan (raja) seluruh orang Mongol dengan gelar Jengis
Khan, yang artinya Raja diraja.
2. Persengketaan bangsa Mongol dengan negeri
Islam diawali peristiwa penangkapan dan pembunuhan tiga saudagar Bukhara yang
kemudian dibalas oleh Amir Bukhara Gayur Khan. Jengis Khan
marah kemudian menyerbu kerajaan Khawarizmi dan negeri-negeri lainnya di Asia
Tengah. Saat
fisiknya mulai lemah, Jengis Khan membagi wilayah kekuasaannya kepada empat
orang putranya, yaitu; Juchi, Chagatai, Ogotai, dan Tuli. Hulagu Khan putra Tuli Khan,tahun 1258 M, dengan tentara
yang berkekuatan 200.000 orang menyerbu Baghdad. Khalifah Al-Mu’tashim tidak
mampu membendungnya.
Sehingga khilafah Abbasiyah pun jatuh dan berakhir pula sejarah
keemasan Islam.
3. Timur Lenk
merupakan keturunan Mongol yang sudah masuk Islam. sejarah keperkasaannya
bermula kala ia bangkit memimpin perlawanan untuk membela nasib kaumnya yang tertindas atas serbuan Tughluq Temur Khan. Ia kemudian diangkat menjadi gubernur di
negeri kelahirannya. Setahun setelah
itu, ia digantikan oleh Ilyas Khoja. Timur Lenk berang dan memberontak. Dia kemudian mengklaim dirinya sebagai
penguasa Transoxania. Di setiap
negeri yang ditaklukkannya
ia membangun menara yang disusun dari kepala manusia yang dibantainya. Layaknya badai topan, Timur Lenk menyapu bersih
setiap negeri yang dimasukinya. Di antara kekejamannya, yakni membantai lebih
kurang 80.000 penduduk New Delhi, mengubur hidup-hidup sekitar 4000 tentara
Armenia, membunuh 20.000 penduduk Aleppo dan menghancurkan kotanya.
Sekalipun ia terkenal sebagai penguasa yang sangat
ganas dan kejam terhadap para penentangnya, sebagai muslim Timur Lenk tetap
memperhatikan pengembangan Islam.
Dia disebut sebagai penganut Syi’ah dan menyukai tarekat Naksyabandiyah. Dari
beberapa negeri yang ditaklukkannya, ia bawa para sarjana, pekerja handal, dan
para perajin ahli ke Samarkand, untuk menanamkan benih-benih pengetahuan Islam
dan memperkenalkan beberapa industri kerajinan.
DAFTAR PUSTAKA
Hamka. Sejarah
Umat Islam. III. Jakarta: Bulan Bintang, 1981
Hassan, Hassan Ibrahim. Tarikh al-Islam. Juz.
IV (Kairo: Maktabah Al-Nahdhah al-Mishriyah, 1979.
Hitti,
Philip K. History Of The Arabs; From the Earliest Times to the Present. terj.
R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Cet. I; Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2008
Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Cet. I;
Jakarta : Logos, 1997
Nasution, Harun. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Jilid 1.
Cet. V ; Jakarta: UI Press, 1985
Saleh, Bahrum.
”Jengis Khan dan Hancurnya Sebuah Peradaban.” USU Digital Library, 2003. http://www.Google.co.id. Pdf (31
Oktober 2009).
Saleh, Rahmad. Serangan Serangan Mongol. http://hitsuke.blogspot.com.
Sunanto,
Musyrifah. Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Cet. I; Bogor: Kencana, 2003
Wei, Chen In. Sejarah dari Genghis Khan. Pdf
(11 Februari 2009).
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Edisi I. Cet. 21 ;
Jakarta: Rajawali Pers, 2008.
[1]Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam (Cet.
I: Bogor: Kencana, 2003), h. 54-55
[2]Philip K. Hitti,
History Of The Arabs; From the Earliest Times to the Present, terj. R.
Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (Cet. I: Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2008), h. 616
[4]Ibid., h. 112. Lihat
jugaHassan Ibrahim Hassan, Tarikh
al-Islam, Juz. IV (Kairo: Maktabah Al-Nahdhad al-Mishriyah, 1979), h. 132
[6]Bertold
Spuler, History of the Mongols; Based on Eastern and Western Accounts of the
Thirteenth and Fourteenth Centuries (London: Routledge &Kegan Paul Ltd,
1972), h. 17
[8]Bahrum Saleh,
”Jengis Khan dan Hancurnya Sebuah Peradaban.” USU Digital Library, 2003. http://www.Google.co.id. Pdf (31
Oktober 2009).
[9]Kutula Khan
adalah tokoh mitologi bangsa Mongol yang berbadan mirip raksasa serta memiliki
kemampuan luar biasa. http://www.Google.co.id. USU Digital
Library, 2003.
[10]Bahrum Saleh, Loc.
Cit.
[12]Bahrum Saleh, Op. Cit. h. 112
[13]Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Cet.
I : Jakarta : Logos, 1997), h. 127. Lihat pula, Jengis Khan, http://e-smartschool.co.id. Juga CheningWei, Sejarah dari Genghis Khan.
[14]Badri Yatim, Op.
Cit., h. 114
[15]Ibid.
[16]Harun Nasution, Islam
ditinjau dari berbagai aspeknya. Jilid 1
(Cet. V:
Jakarta: UI Press, 1985), h. 80 Lihat Juga, Rahmad
Saleh, Serangan Serangan Mongol, http://hitsuke.blogspot.com.
[17]Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam
(Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), h. 307
[18]Badri Yatim, Op.
Cit., h. 116-117
[20]Pustaka CyberMQ, Serangan
Serangan Mongol (masa Kemunduran), Http://M.Cybermq. Com. (17 Oktober 2009)
[21]Ibid.
[22]Hamka, Sejarah Umat
Islam, III (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), h. 53
1 komentar:
agen casino indonesia
agen judi sbobet
agen sbobet indonesia
agen sbo
agen sbobet terpercaya
agen sbobet
agen sbo terpercaya
agen judi terpercaya
sbosports
agent sbobet
agen sbobet indonesia
bandar judi terpercaya
agen judi bola terpercaya
agen judi ibcbet
sbobet indonesia
agen bola online
bandar judi bola
master agen betting online
bandar bola sbobet terpercaya
judi online
Posting Komentar
apakah anda tidak menemukan yang anda cari??? silahkan tuliskan sesuatu yang anda cari itu....