Selasa, 24 Mei 2011

KEPEMIMPINAN WANITA DALAM RUMAH TANGGA


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Suatu ungkapan sering kita dengar المرأة عماد البلاد إذا صلحت صلحت البلاد وإذا فسدت فسدت البلاد"[1], yakni jika seorang wanita baik maka akan berimplikasi pada tatanan kehidupan yang baik, sebaliknya jika wanita rusak tentu akan berimplikasi pada tatanan kehidupan yang buruk pula. Kata wanita jika dikaitkan dengan kata ibu akan melahirkan suatu interpretasi lain, yang bisa berimplikasi pada pemaknaan pengagungan terhadap wanita. Maka tidak heran jika dalam tatanan kehidupan social wanitapun diapreseasi dengan cukup beragam. Contohnya adalah adanya “peringatan Hari Ibu” dengan maksud untuk menghormati ibu, sebagai apreseasi kecintaan terhadap bangsa diasosiasikan dengan kata ibu, maka muncullah slogan ”ibu pertiwi”, ada “gedung wanita” dan sebagainya. Rasulullah saw. sendiri telah mengangkat posisi wanita (baca:ibu) pada tingkatan yang sangat mulia melalui sabdanya “الجنة تحت أقدام الأمهات , surga berada dibawah telapak kaki ibu”[2] begitu terhormat dan agungnya sosok seorang ibu dimata Rasulullah saw., sehingga ibu bisa dianggap sebagai kunci pembuka pintu surga – seorang anak tidak akan mencium bau surga bila durhaka pada ibunya - bagi setiap manusia yang pernah lahir dari rahim seorang ibu. Secara inplisit dapat pula dimaknai bahwa kunci pintu surga adalah terletak pada seorang ibu, dan bahkan – lebih jauh penulis mencoba menginterpretasikan tanpa bermaksud narsis -  kunci keselamatan baik dunia maupun diakhirat terletak pada seorang ibu. Ketika seorang wanita menjadi istri yang s}alihah dan menjadi ibu yang baik terhadap anak-anaknya, maka keteraturan dalam kehidupan berumah tangga maupun bermasyarakat akan tercipta dan kemaksiatan akan menjauh.
Kalau posisi wanita sedemikian terhormatnya dimata Rasulullah maka bagaimana mungkin seorang wanita akan lalai dari tanggungjawabnya selaku pemimpin dirumah suaminya sekaligus sebagai ibu bagi anak-anaknya?  Pertanyaan ini, kelihatannya sangat enteng, tapi kenyataannya banyak rumah tangga yang gagal –tidak sedikit bahkan sepertinya telah menjadi trend dimasyarakat terjadinya percekcokan dalam rumah tangga yang ujung-ujungnya adalah perceraian -, yang dapat dikatakan sebagai  akibat dari kepemimpinan yang tidak benar. Hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi, jika dalam satu rumah tangga tercipta keteraturan– kedisiplinan akan tanggung jawab masing-masing selalu dijaga - baik suami maupun istri saling memposisikan diri sesuai dengan tanggungjawabnya masing-masing. Sehingga dalam rumah tangga tersebut akan tercipta keharmonisan, menjadi rumah tangga yang utuh dan tentu akan berimplikasi pada terbentuknya generasi yang baik. Suami bertanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya, demikian pula istri bertanggungjawab pada rumah tangga suami dan anak-anaknya, akan menciptakan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
                Berbicara mengenai tugas dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan, hususnya dalam sebuah lembaga pernikahan (baca: rumah tangga), Rasulullah saw. telah mengajarkan kepada kita, sebagaimana hadist yang diriwayatkan ‘Abdullah bin ‘Umar bahwa Rasullah saw bersabda :
…”وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ (متفقٌ عَلَيْهِ).
seorang wanita juga pemimpin atas rumah suaminya dan anak-anaknya, dan dia bertanggung jawab atas mereka semua,…(Muttafaq Alaih)”[3]
               Dalam hadist di atas menggambarkan kepada umat islam betapa keteraturan dalam segala urusan kehidupan menjadi sesuatu yang sangat urgen, menyajikan pengajaran manajemen kehidupan yang telah dicontohkan oleh Raulullah saw., yang di dalamnya sudah diatur bagaimana tugas dan fungsi seorang suami maupun seorang istri dalam sebuah rumah tangga. Ketika keteraturan ini dilanggar maka, bisa jadi akan timbul kekacauan. Subtansi hadist di atas mendeskripsikan kepada kita bahwa tipa-tiap manusia adalah pemimpin dan bertanggungjawab atas apa yang dipimpinnya.
B.   umusan Masaalah
Mengacu pada uraian dan judul yang telah ditetapkan diatas maka penulis akan membatasi pembahasan dalam makalah ini dengan rumusan masaalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana Takhrij Hadist tersebut?
2.      Bagaimana Biografi Rawi a’la> pada hadist tersebut?
3.      Bagaimana bentuk kepemimpinan seorang wanita dalam rumah tangganya berdasarkan pemahaman dari syarah hadist tersebut? 

C. Metode Penelitian
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam melakukan suatu penelitian terdapat beberapa metode. Dan dari berbagai metode yang ada, tentu kita akan memilih dan menggunakan metode yang sesuai dengan obyek serta tujuan pokok dilaksanakannya suatu penelitian. Demikian pula pada penulisan makalah ini.
Oleh karena obyek utama dalam penelitian ini adalah sanad dan matan hadist Nabi saw. - " وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ  yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah Ibn ‘Umar - dengan berusaha mendapatkan sejumlah informati atau data yang bersifat deskriktif    (بحث تصويرى)  tanpa membutuhkan hipotesis, maka  metode penelitian yang digunakan dalam makalah ini adalah metode penelitian kwalitatif. [4] Adapun sumber utamanya adalah sembilan kitab Hadis| (al-Kutub al-Tis’ah), serta kitab-kitab pendukung lainnya yang ada kaitannya dengan topic pembahasan makalah ini.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1.      Melakukan penelusuran dan menginventarisir hadis-hadis tentang Kepemimpinan Wanita Dalam Rumah Tangga yang rawi ‘Ala’>nya adalah ‘Abdullah bin Umar.
2.      Penelusuran ini dilakukan dengan menggunakan sarana pendukung;  CD-ROM Maktabah Sya>milah pada ruang Kutub al-Mutu>n , dan CD-ROM kitab Sembilan Imam yang memuat sembilan kitab hadis (kutub al-tis’ah)
3.      Kegiatan penelusuran ini ada tiga hal mendasar yang menjadi perhatian penulis yaitu; a)  bagaimana mengetahui tempat atau sumber-sumber hadis yang diteliti; b) sumber-sumber pengambilan hadis diupayakan dari sumber-sumber asli, yang dihimpun para pengarang dengan jalan yang diterima dari guru-gurunya dan lengkap dengan sanadnya sampai kepada Rasulullah saw., dengan rujukan utama adalah kitab Shahīh Al-Bukhāriy dan Shahīh Muslim;  sesuai topic bahasan dalam makalah ini yakni hadis| muttafaq ‘alaih.
Sedangkan Metode takhrij yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode takhrij melalui lafad| (bi al-lafd|) dengan menggunakan atau berdasarkan kosa kata pada matan hadist yang berkaitan dengan topic pembahasan.


BAB I
PEMBAHASAN
A. Takhri>j al-H}adi>s|
Untuk menelusuri hadis> yang menjadi obyek kajian, terlebih dahulu dilakukan takhri>j h}adis>. Adapun metode yang digunakan dalam menelusuri hadis-hadis tersebut dari berbagai sumber primernya adalah dengan menggunakan takhr>j bil alfa>d|. Selain merujuk pada sumber h}adi>s| dalam bentuk kitab, juga perangkat yang digunakan untuk melakukan takhri>j tersebut adalah CD-ROM Maktabah Sya>milah dan Kitab Sembilan Hadi>s|. Kegiatan takhrij sangat penting dilakukan, karena melalui kegiatan ini akan diketahui asal usul hadis atau kitab-kitab h}adis yang memuat hadis yang diteliti, berikut susunan sanad dan matannya. Takhrij hadis dalam penelitian ini penulis hanya membatasi pada kitab-kitab hadis standar hususnya memuat hadis| berkaitan topic makalah ini. Dan untuk memudahkan dalam penelitian maka kitab pendukung utamanya adalah al-Mu’jam al-Mufahras li Alfa>d| al-Hadi>s| al-Nabawi> karya Arnold J. Wenksinck.
Langkah awal yang ditempuh dalam melakukan takhri>j ini, adalah peneliti menentukan terlebih dahulu lafad|> (kata) dari redaksi hadi>s| yang akan dicari. Kata yang penulis tentukan dalam mencari kelengkapan matan h}adi>s adalah lafad| yang terdapat pada redaksi hadi>s|; وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ . Kemudian berdasarkan informasi awal dari kitab karya A.J. Wenksinck , ternyata lafad| yang dimaksud terdapat dalam kitab; S}ahih Bukha>ri>, Shahi>h Muslim,  Sunan Abi Da>wud,  Sunan Ibnu Ma>jah, Musnad Ahmad bin Hanbal.
Adapun rincian kelengkapan informasi data berdasarkan kata kunci pada obyek syarah hadist yang diteliti adalah sebagai berikut:
1.      Kata الْمَرْأَةُ ( والمرأة راعية في(اهل) بيت زوجها, بعله, المرأة في بيت زوجها راعية  .... ) terdapat pada: S}ahi>h Bukha>ri(خ) , kitab Jum’ah, nomor: 11; kitab Istiqra>d}, nomor: 20, kitab Wis}aya>; nomor 9, 5, kitab Nikah nomor; 81, 90, kitab Ahka>m, nomor; 1, Musnad Ahmad Ibn Hambal (حم) nomor 3,5.[5]
2.      Kata راعية في بيت زوجها ومسؤولة عن .... ) رَاعِيَة ( والمرأة terdapat pada : S}ahi>h Bukha>ri(خ) , kitab Jum’ah, nomor: 11; kitab Istiqra>d}, nomor: 20, kitab Wis}aya>; nomor 9,kitab Nikah nomor 81, 90,  kitab Ahka>m, nomor; 1, S}ahih Muslim(م)  , kitab Ima>rah nomor: 20, Musnad Ahmad Ibn Hambal (حم) nomor; 2, 5, 45,-55, 111, 121.[6]
3.      Kata ( والمرأة في بيت زوجها راعية وهي مسؤولة .... ) بيت terdapat pada : S}ahi>h Bukha>ri(خ) , kitab Jum’ah, nomor: 11; kitab Istiqra>d}, nomor: 20, kitab Wis}aya>; nomor 9,kitab Nikah nomor 81, 90,  kitab Ahka>m, nomor; 1, S}ahih Muslim (م), nomor: 20, Musnad Ahmad Ibn Hambal (حم) nomor 111.[7]
4.      Kata  بعل ( والمرأة راعية في بيت بعلها وولده .... ) S}ahi>h Bukha>ri(خ) , kitab ‘Itaq, nomor: 18; Muslim (م) kitab Ima>r}ah; nomor 20, Sunan Abi Daud, kitab Ima>r}ah;, nomor; 1, al-Turmud|i> , kitab Jiha>d.[8]
5.      Kata زوج ( والمرأة راعية في بيت زوجها.... ) terdapat pada: S}ahi>h Bukha>ri(خ) , kitab Jum’ah, nomor: 11; kitab Wis}aya>; nomor 9, 5, kitab Ahka>m, nomor; 1, kitab Istiqra>d}, nomor: 20, Musnad Ahmad Ibn Hambal (حم) nomor 3,5.[9]
6.      Kata    مسؤولة ( والمرأة في بيت زوجها راعية و مسؤولة عن رعيتها  .... ) terdapat pada : S}ahi>h Bukha>ri(خ) , kitab Jum’ah, nomor: 11; kitab Ahka>m, nomor; 1, kitab Wis}aya>; nomor 9,kitab Nikah nomor 81, kitab Istiqra>d}, nomor: 20,  S}ahih Muslim (م), kitab Ima>r}ah nomor: 20, al-Tirmi>d|i> kitab Jiha>d nomor;27, Musnad Ahmad Ibn Hambal (حم) nomor 3, 5, 54, 111, 121.[10]
Adapun hadi>s|-hadi>s| yang ditahkri>j berdasarkan penelusuran penulis, selengkapnya dapat dilihat sebagai berikut:
1.  Hadis| Riwayat Imam al-Bukha>ri>
§      حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَرْوَزِيُّ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنَا سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَزَادَ اللَّيْثُ قَالَ يُونُسُ كَتَبَ رُزَيْقُ بْنُ حُكَيْمٍ إِلَى ابْنِ شِهَابٍ وَأَنَا مَعَهُ يَوْمَئِذٍ بِوَادِي الْقُرَى هَلْ تَرَى أَنْ أُجَمِّعَ وَرُزَيْقٌ عَامِلٌ عَلَى أَرْضٍ يَعْمَلُهَا وَفِيهَا جَمَاعَةٌ مِنْ السُّودَانِ وَغَيْرِهِمْ وَرُزَيْقٌ يَوْمَئِذٍ عَلَى أَيْلَةَ فَكَتَبَ ابْنُ شِهَابٍ وَأَنَا أَسْمَعُ يَأْمُرُهُ أَنْ يُجَمِّعَ يُخْبِرُهُ أَنَّ سَالِمًا حَدَّثَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ قَالَ وَحَسِبْتُ أَنْ قَدْ قَالَ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ أَبِيهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ[11]
§      حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ السَّخْتِيَانِيُّ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي سَالِمٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ فِي مَالِ سَيِّدِهِ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ قَالَ وَحَسِبْتُ أَنْ قَدْ قَالَ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ أَبِيهِ[12]
§      حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ فِي أَهْلِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ فِي مَالِ سَيِّدِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ قَالَ فَسَمِعْتُ هَؤُلَاءِ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَحْسِبُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالرَّجُلُ فِي مَالِ أَبِيهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ[13]
§      حدثنا مسدد حدثنا يحيى عن عبيد الله قال حدثني نافع عن عبد الله رضي الله عنه: أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: كلكم راع فمسؤول عن رعيته فالأمير الذي على الناس راع عليهم وهو مسؤول عنهم والرجل راع على أهل بيته وهو مسؤول عنهم والمرأة راعية على بيت بعلها وولده وهي مسؤولة عنهم والعبد راع على مال سيده وهو مسؤول عنه ألا فكلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته[14]
§      حدثنا أبو النعمان حدثنا حماد بن يزيد عن أيوب عن نافع عن عبد الله: قال النبي صلى الله عليه و سلم: كلكم راع وكلكم مسؤول فالإمام راع وهو مسؤول والرجل راع على أهله وهو مسؤول والمرأة راعية على بيت زوجها وهي مسؤولة والعبد راع على مال سيده وهو مسؤول ألا فكلكم راع وكلكم مسؤول[15]
§      حدثنا عبدان أخبرنا عبد الله أخبرنا موسى بن عقبة عن نافع عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: عن النبي صلى الله عليه و سلم قال: كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته الأمير راع والرجل راع على أهل بيته والمرأة راعية على بيت زوجها وولده فكلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته[16]
§      حدثنا إسماعيل حدثني مالك عن عبد الله بن دينار عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما: أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال ( ألا كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته فالإمام الأعظم الذي على الناس راع وهو مسؤول عن رعيته والرجل راع على أهل بيته وهو مسؤول عن رعيته والمرأة راعية على أهل بيت زوجها وولده وهي مسؤولة عنهم وعبد الرجل راع على مال سيده وهو مسؤول عنه ألا فكلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته [17]
2.    Hadi>s| Riwayat Imam Muslim

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ[18]

3.    Hadi>s| Riwayat Abu Daud
حدثنا عبد الله بن مسلمة عن مالك عن عبد الله بن دينار عن عبد الله بن عمر  : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال " ألا كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته فالأمير الذي على الناس راع عليهم وهو مسئول عنهم والرجل راع على أهل بيته وهو مسئول عنهم والمرأة راعية على بيت بعلها وولده وهي مسئولة عنهم والعبد راع على مال سيده وهو مسئول عنه فكلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته " . [19]
4.  Riwayat Imam al-Turmuz|i

حدثنا قتيبة حدثنا الليث عن نافع عن ابن عمر عن النبى -صلى الله عليه وسلم- قال « ألا كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته فالأمير الذى على الناس راع ومسئول عن رعيته والرجل راع على أهل بيته وهو مسئول عنهم والمرأة راعية على بيت بعلها وهى مسئولة عنه والعبد راع على مال سيده وهو مسئول عنه ألا فكلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته [20]

4.    Riwayat Imam Ahmad Ibn Hamba>l

§      حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ ، أَخْبَرَنَا أَيُّوبُ ، عَنْ نَافِعٍ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : كُلُّكُمْ رَاعٍ ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ ، وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ ، وَهُوَ مَسْئُولٌ ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا ، وَهِيَ مَسْئُولَةٌ ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ ، وَهُوَ مَسْئُولٌ ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ.[21]

§      حَدَّثَنَا يَحْيَى ، عَنْ عُبَيْدِ اللهِ ، أَخْبَرَنِي نَافِعٌ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ ، وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.[22]
§      حدَّثَنَا مُؤَمَّلُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ دِينَارٍ ، سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يَقُولُ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، فَالأَمِيرُ رَاعٍ عَلَى رَعِيَّتِهِ ، وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ ، وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ ، وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْهُ.[23]
§      حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ ، عَنِ الزُّهْرِيِّ ، أَخْبَرَنِي سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللهِ ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ ، أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، الإِِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالرَّجُلُ فِي أَهْلِهِ رَاعٍ ، وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ ، وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا ، وَالْخَادِمُ فِي مَالِ سَيِّدِهِ رَاعٍ ، وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ قَالَ : سَمِعْتُ هَؤُلاَءِ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَحْسَبُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : وَالرَّجُلُ فِي مَالِ أَبِيهِ رَاعٍ ، وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ. [24]

B.   Biografi al-Ra>wi al- A’la>

‘Abdullah bin Umar Ibn al-Khat}t}a>b r.a. bernama lengkap ‘Abdullah bin Umar Ibn al-Khat}t}a>b r.a. Ibn Nufail al-Quraisyi> al-‘Adi>. Lahir di Mekah sekitar tahun 11 SH/613 M. Sumber lain mengatakan beliau lahir pada tahun 10 H/612[25] M. Geneologinya berasal dari keturunan Bani ‘Adi> Ibn Ka’b Ibn Luay. Kuniahnya Abu ‘Abd al-Rahma>n laqabnya biasa dipanggil ‘ al-‘Adi>, al-Quraisyi>, atau al-Makki>y, dan salah satu dari empat ‘Iba>dilla>h[26]. Beliau masuk islam bersama bapaknya Umar Ibn al-Khattab r.a. sejak usia dini,  bahkan ketika itu beliau belum balig|. Beliau adalah salah seorang sahabat yang terkemuka dalam bidang ilmu dan amal. Sosoknya terkenal sebagai pemuda cerdas lagi rajin ibadah (s}a>lih}). [27] Abdullah ikut berhijrah ke Madinah sedang ia masih berusia 11 tahun. Gelora keislaman ‘Abdulllah semakin berkobar ketika umat Islam mulai berperang. Sayang ia baru dibolehkan ikut berperang setelah berumur 15 tahun saat terjadinya perang Khandaq.
Dalam urusan ittiba’ (mencontoh Nabi), Abdullah sangat bersemangat  pohon dekat kota Madinah sebagaimana Nabi pernah mampir dan tidur di tempat tersebut. Aisyah, istri Rasulullah sampai pernah memujinya, dengan mengatakan  “Tak seorang pun mengikuti jejak langkah Rasulullah di tempat-tempat pemberhentiannya, seperti yang telah dilakukan Ibnu Umar.” Meski kehilangan penglihatan di masa tuanya, namun sama sekali tidak mengurangi semangatnya menunaikan shalat lail dan berdzikir. Dalam kisah yang lain, suatu hari Nabi memujinya, “Sebaik baik laki-laki adalah Abdullah bin Umar, andai ia rajin shalat lail.” Sejak itu Abdullah tak pernah meninggalkan s}a>lat malamnya. [28]
Adapun aktivitas keilmuannya; adalah banyak mempelajari tradisi dan hadis| Rasulullah saw. Madinah sebagai tempat tinggalnya banyak memberikan inspirasi dan kecenderungan alami dalam dirinya untuk mendengarkan dan mencatat dan menyeleksi dengan ketat – mengkritisi- kisah-kisah atau anekdot tentang Nabi saw. yang banyak diceritakan oleh penduduk Madinah. Dari pengalamannya ini, beliau bersama sahabatnya ‘Abdullah bin ‘Abbas menjadi perintis paling awal bidang kajian tradisi dan hadis| Nabi saw. Selain penghafal al-Qur’a>n secara sempurna, juga merupakan perawi hadis| terbayak kedua setelah Abu Hurairah r.a. Hadist yang diriwayatkannya mencapai 2.630 hadis|. [29]
Karena aktivitasnya yang sangat peduli dengan hadis|-hadis| Rasulullah , maka beliau dan sahabatnya ‘Abdullah Ibn ‘Abbas dianggap sebagai golongan Sunni pertama. Karena dalam hidupnya beliau sering mengalami keprihatinan – trauma dengan berbagai fitnah yang terjadi di kalangan kaum muslimin  -  menjadikannya netral dalam hal politik dan memiliki sikap bijaksana dan simpatik. Hal ini membuat Khalifah ‘Abd al-Ma>lik Ibn Marwan respek dan menghargai beliau sebagai orang terpelajar di kota Madinah.[30]Akhirnya ‘Abdullah Ibn Umar Ibn al-Khat}t}a>b wafat pada tahun 73 H dalam usia 80 tahun.
C.  Sya>rah al-Hadis Tahli>li> |
          Obyek utama dalam kegiatan pensyarahan ini, adalah redaksi hadi>s| berkaitan dengan kepemimpinan wanita dalam rumah tangga, yang terdapat pada matan hadis| riwayat Bukhari Muslim (muttafaq ‘alaih). Dalam pensyarahan ini penulis menjelaskan makna kosa kata yang menjadi kata kunci secara lafad| demi lafad|, kemudian menjelaskan frase, klausa, makna hadis| secara utuh dan terakhir menjelaskan kandungan hadi>s| dan implikasinya terhadap kepemimpinan wanita dalam rumah tangga.
1.    Makna Kosa Kata  
a.       المرأة  , terbentuk dari akar kata  م – ر – أ , dari akar kata ini dengan berbagai bentuk perubahan syakalnya, memiliki berbagai perubahan makna pula.  مرأ makna dasarnya adalah baik dan bermanfaat untuknya, makanan yang lezat, orang atau orang (laki-laki), yang memiliki sifat keperwiraan, .  المرأةorang (perempuan) dan الإمرأة istri.[31] Dari berbagai kandungan makna tersebut dapat penulis memahami bahwa dalam kata al-mar’ah terhimpun beberapa pengertian yang mengacu pada sifat dasar wanita yakni; seperti sifat kelembutan (feminim gender),kecenderungan untuk disukai, tetapi juga punya sifat ketegaran, keperwiraan (female gender),) sehingga ia memiliki potensi untuk memikul amanah.
b.      راعية , terambil dari akar kata ر- ع – ي bentuk fa’il dari رعي – يرعي  dalam kamus al-Mu’jam Maqa>yis> al-Luga|h yakni memelihara, mengawasi dan kembali[32]. Arti dasarnya adalah pengembala yang mengatur hewan peliharaannya. Kemudian Term ini dikonotasikan dengan makna pemimpin yakni orang yang mengatur dan melayani apa yang menjadi tanggungjawabnya. Antara mengembala dan memimpin memiliki kemiripan sifat kepemimpinannya. راعية berarti pemelihara atau pemimpin perempuan.[33] Kaitannya dengan rumah tangga maka bisa mengalami penafsiran makna menjadi al-Umm (ibu), seakar kata dengan kata al-Imam, Semua bermuara pada makna “yang dituju atau yang diteladani”. Ibu dalam lingkup keluarga menjadi teman berkumpul dan menjadi anutan anak-anaknya.
c.       البيت  , terambil dari akar kata ب-ي-ت  dan merupakan bentuk masdar dari بات-يبيت – بيتا , dengan beberapa makna dasar yakni; makam, sarung pedang, keluarga atau famili, ka.bah, gedung dan Istana.[34] Menurut hemat penulis kata al-bait, jika dikaitkan dengan topik pembahasan makalah, ini maka makna yang dikehendaki adalah tempat berkumpulnya keluarga, tempat berlindung, tempat peraduan satu unit organisasi terkecil, wadah awal pembentukan generasi pembinaan watak manusia sebelum berinteraksi dengan lngkungan luar. Maka al-Bait ibaratkan pondasi yang mesti tertanam dengan kokoh.
d.      البعل , akar katanya terambil dari huruf  ب - ع- ل, البعل   dengan beberapa makna antara lain ; الزوج  (Suami) , pemilik, tanah yang tinggi yang jarang dihujani. [35] Jika dikaitkan pada judul makalah ini, maka dapat dimaknai; yakni suami pemilik rumah tempat seorang ibu atau istri membina anak-anak dan mengatur serta memelihara harta bendanya. Sifat dominan tertentu yang dimiliki oleh seorang laki-laki atau suami – sebagai kepala keluarga dalam rumah tangga- dapat diibaratkan tanah yang tinggi.
e.       مسؤلة dari akar kata س – أ – ل  , berarti yang ditanyai atau yang dimintani pertanggungjawaban. Maksudnya pertanggungjawaban atas amanah yang telah  diemban dan dipercayakan padanya. Dalam kaitannya rumah tangga, berarti seorang ibu atau pemimpin – yang mesti bertanggungjawab- atas kepemimpinannya dirumah suami dan pemelihara anak-anaknya (sebagai ibu rumah tangga).
2.    Makna Frase dan Klausa
Dalam pembahasan ini penulis hanya membatasi pada redaksi (matan) hadis|:"  "وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ,maksudnya “dan wanita adalah pemimpin di rumah suami dan anak-anaknya dan dia (akan) dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.“  Kalimat ini berkaitan langsung dengan tema pembahasan makalah ini.  وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ ; wanita adalah seorang pemimpin, عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا atas rumah suami وَوَلَدِهِ dan anak-anaknya, وَهِيَ مَسْئُولَةٌ, dan dia (wanita) bertanggung jawab ; akan dimintai pertanggungjawaban.  عَنْهُمْ maksudnya dari mereka (atas tanggungjawabnya terhadap amanah dalam menjaga dan memelihara anak-anaknya.)
            Adapun penjelasan redaksi وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Syarah Ibn Bat}t}a>l adalah:
 كل من جعله الله أمينًا على شىء، فواجب عليه أداء النصيحة فيه، وبذل الجهد فى حفظه ورعايته؛ لأنه لا يسأل عن رعيته إلا من يلزمه القيام بالنظر لها وصلاح أمرها.
            Segala sesuatu yang Allah hendak pelihara (jadikan aman), maka dengannya wajib dilakukan nasihat (pengajaran), dan mengerahkan segala daya upaya untuk menjaga dan memeliharanya. Sebab Allah tidak akan meminta pertanggungjawaban –dalam setiap urusan- kecuali apa diwajibkan untuk menjaganya dan sesuai dengan apa diperintahkan untuk menjaganya.[36]         
            Jadi dari sini dapat dipahami bahwa segala amanah yang diperintahkan swt. untuk dilaksanakan, pada akhirnya akan diminta pertanggungjawabannya dihadapan Allah swt. sesuai apa yang diperintahkannya. Seorang ibu selaku pemimpin dalam rumah tangganya, seyogyanya dapat menjaga kehormatan dan keutuhan rumah tangganya, dan segala bersangkut paut dengan rumah tangga suaminya, termasuk memelihara dan mendidik anak-anaknya. Yang semuanya akan dipertanggungjawabkan sesuai dengan apa yang dipimpinnya.
3.    Makna Hadist secara Utuh
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ أَلاَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِه ِ(متفقٌ عَلَيْهِ).
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Laits. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh telah menceritakan kepada kami Laits dari Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda: "Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang pemimpin yang memimpin manusia akan bertanggung jawab atas rakyatnya, seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, dan dia bertanggung jawab atas mereka semua, seorang wanita juga pemimpin atas rumah suaminya dan anak-anaknya, dan dia bertanggung jawab atas mereka semua, seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya, dan dia bertanggung jawab atas harta tersebut. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya."
4.    Kepemimpinan Wanita dalam Urusan Rumah Tangga
               Ketika seorang wanita menjadi istri yang s}alihah dan menjadi ibu yang baik terhadap anak-anaknya, maka keteraturan dalam kehidupan berumah tangga maupun bermasyarakat akan tercipta dan kemaksiatan akan menjauh. Seorang istri yang baik, akan berusaha untuk menjadi pasangan hidup yang baik bagi suaminya, pada situasi tertentu ia adalah kekasih suami, akan tetapi pada situasi yang lain ia bisa menjadi manajer bagi suaminya, berlaku sebagai ibu, sebagai sahabat dan bahkan pelindung suami serta menjadi madrasah pertama dan terutama bagi anak-anaknya.[37] Bisa jadi juga menjadi seorang guru bagi suaminya – tanpa bermaksud mengurangi kehormatan seorang suami- bilamana istrinya memiliki pengetahuan yang tidak dimiliki oleh suaminya. Sebagaimana ungkapan tentang ‘Aisyah r.a. yang mengatakan "خذوانصف دينكم من هذه الحميراءيعنى عائشة" maksudnya ambillah sebagian pengetahuan agama kalian dari al-Khumaira yakni ‘Aisyah r.a.[38]
               Karena potensi yang dimiliki oleh masing-masing laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan maka dalam sebuah rumah tangga akan menjadi utuh ketika perbedaan itu disatukan, saling melengkapi satu sama lain, meskipun orientasinya berbeda “ sesuai kodratnya”, jika laki-laki atau suami diciptakan dengan fisik lebih kekar dan perempuan lebih lembut, maka tentunya dapat dipahami bagaimana Allah mengkomunikasikan kepada hambanya; bahwa sebenarnya tugas dan tanggung jawab seorang laki-laki (suami) dan perempuan (istri) pada dasarnya juga mempunyai perbedaan, tanpa adanya perbedaan pahala disisi Allah swt.
               Karena adanya tugas dan tanggung jawab yang mereka harus emban dan tentunya bukan tugas yang ringan – tetapi merupakan amanah yang harus dipenuhi dan dipertanggungjawabkan -, maka Allah swt. pun membekali mereka potensi dasar yang sama yaitu akal.[39] Akal ini harus dikembangkan - sebagai tanda rasa syukur kepada Allah swt.- demi kemaslahatan hidup yang berarti manusia dituntut untuk bersikap dinamis (tanmi>), dan berpengetahuan. Sehingga ketika masih ada pemeo mengatakan : bahwa perempuan tempatnya dirumah saja, dan tak perlu sekolah tinggi-tinggi, berarti itu adalah pend|aliman terhadap perempuan, sekaligus pengingkaran terhadap nas}-nas} suci al-Qur’an maupun al-Hadist. Kalau seorang ibu dituntut untuk mengemban amanah sebagai ibu rumah tangga dan sekaligus bertanggungjawab sebagai pemimpin di rumah suami dan pendidik bagi anak-anaknya, maka syaratnya adalah dia harus memiliki pengetahuan , sehingga amanah yang diembannya bisa tertunaikan dengan baik dan bisa  mencetak generasi yang benar.
               Dalam hadist di atas menggambarkan kepada umat islam betapa keteraturan dalam segala urusan kehidupan menjadi sesuatu yang sangat urgen, menyajikan pengajaran manajemen kehidupan yang telah dicontohkan oleh Raulullah saw., yang di dalamnya sudah diatur bagaimana tugas dan fungsi seorang suami maupun seorang istri dalam sebuah rumah tangga. Ketika keteraturan ini dilanggar maka, bisa jadi akan timbul kekacauan. Subtansi hadist di atas mendeskripsikan kepada kita bahwa tipa-tiap manusia adalah pemimpin dan bertanggungjawab atas apa yang dipimpinnya.
            Salah satu hal yang menarik untuk diperbincangkan pada hadist di atas, adalah ; kandungan makna pada matan " " وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ pada riawayat lain علي بيت زوجها - yang menyinggung husus tentang amanah seorang wanita (istri) untuk memelihara rumah tangga suaminya dan sekaligus bertanggungjawab terhadap amanah tersebut.
Kenyataan dalam kehidupan sering sekali terjadi percekcokan dalam rumah tangga yang ujung-ujungnya berakibat terjadinya perceraian. Hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi, jika dalam satu rumah tangga terdapat ketentraman dan keteraturan– kedisiplinan akan tanggung jawab masing-masing selalu dijaga - baik suami maupun istri saling memposisikan diri sesuai dengan tanggungjawabnya masing-masing. Tanggungjawab yang dimaksudkan dalam redaksi hadis| di atas , mencakup baik untuk tujuan keselamatan di dunia terlebih lagi di akhirat.
Allah swt. berfiman dalam Q.S. al-Tahri>m [66]:6:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.[40]
Mujahid mengatakan bertalian dengan ayat di atas, “ bertaqwalah kepada Allah dan berpesanlah kepada keluarga kalian untuk bertaqwa kepada Allah swt.” Sedangkan Qatadah mengemukakan yakni hendaklah engkau menyuruh mereka berbuat taat kepada Allah dan mencegah mereka durhaka kepadanya.[41] Yaitu taat menjalankan perintah Allah sesuai yang diperintahkan untuk menjalankannya, serta membantu keluarga atau tanggungan peliharaan untuk menjalankannya. Jika melihat mereka berbuat maksiat kepada Allah, maka wajib diperingati dan mencegahnya dari perbuatan maksiyat tersebut.
Dalam hal ini al-Dahhak dan Muqa>til mengatakan bahwa “ setiap muslim berkewajiban mengajari keluarganya, termasuk kerabat dan budaknya, dari berbagai hal terkait dengan perintah dan larangan Allah SWT.[42]
Ketika ayat يا أيها الذين آمنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارًا turun Zaid Ibn Aslam, bertanya kepada Rasulullah saw.; “Wahai Rasulullah, kami telah memelihara diri kami, maka bagaimana dengan keluarga kami?, maka Rasulullah menjawab ; تأمرونهم بطاعة الله وتنهوهم عن معاصى الله ; Perintahkanlah kepada mereka untuk taat kepada Allah swt., dan cegahlah mereka dari perbuatan maksiat kepada Allah swt. [43]
Sebagaimana kandungan hadi>s| di atas, maka masing-masing manusia baik laki-laki maupun perempuan selaku pemimpin -sesuai kodratnya- sepatutnyalah membangun manajemen kepemimpinannya sesuai tuntunan Nabi agar bisa mencapai ketentraman dan keselamatan. Hususnyan dalam kehidupan berumahtangga.
Tentunya dalam memahami dan mengaplikasikan hadis tersebut, tidak mengalami kekakuan, (dimaknai secara tekstual), sehingga tidak ada memahaminya dengan menjadi alasan pembatasan bagi wanita untuk berkarya, hususnya menempa diri agar bida menjadi professional dalam menjalankan tugas kepemimpinannya, baik dalam keluarganya maupun dalam kehidupan social.
Begitu luasnya permasalahan yang terdapat dalam lingkup keluarga masa kini, dapat dianalogikan dengan sebuah Perusahaan. Oleh karena itu untuk mengelolanya diperlukan Ilmu husus yang disebut  “Manajemen Rumah Tangga” sebagaimana yang telah ditawarkan oleh Rasulullah saw., dengan menerjemahkannya sesuai konteks perkembangan saman.
Bukankah Rasulullah menganjurkan kita mendidik anak seusai dengan Jamannya? Tentunya demikian pula kita harus menyesuaikan dengan jaman untuk mengelola persoalan yang lebih luas lingkupnya dan lebih tinggi tingkatannya, yaitu Mengelola Rumah tangga.
Rumah Tangga adalah Miniatur sebuah Perusahaan, didalamnya bisa terdapat beraneka permasalahan setiap harinya. Ragam permasalahanpun mencakup berbagai bidang yang luas. Untuk mengatur dan mengelolanya tentu diperlukan keahlian sama dengan keahlian mengelola Perusahaan.
Sebagai Implikasi ayat dan hadist di atas maka berikut ini, penulis mencoba merumuskan dua bentuk tentang tanggunggungjawab kepemimpinan wanita dalam rumah tangga.
a. Wanita sebagai Istri
Rasulullah saw. menegaskan suami wajib ditaati selama tetap dalam koridor agama. Sedemikian pentingnya sehingga Rasulullah saw dalam sabdanya mengatakan : “seandainya adaperintah untuk sujud pada seseorang, niscaya para istri akan diperintahkan untuk sujud pada suaminya.” Demikian pula istri tidak bijaksana ketika ia berpuasa saat suaminya melarangnya (membutuhkannya). Hal ini dapat dipahami bahwa tanggungjawab seorang istri dalam rumah tangga suaminya, selain sebagai “sakan”  bagi suaminya, juga menjadi bendaharawan rumah tangga, tidak boros membelanjakan harta suaminya.
Quraish Shihab mengatakan bahwa : Beberapa tugas-tugas seorang wanita yang harus dipenuhi antara lain ; memelihara rumah tangga, baik dari segi kebersihan , keserasian tata ruang, pengaturan menu makanan, serta keseimbangan keuangan. Intinya adalah wanita bertanggungjawab menciptakan ketenangan bagi rumah tangga suaminya. Bila dipandang menggembirakan hati, taat serta memelihara harta suami dan menjaga anak-anaknya bila suami sedang tidak di rumah.[44]
b.Wanita Sebagai Pendidik Anak-Anaknya
Selain bertanggungjawab- bersama suami- untuk menciptakan ketenangan rumah tangga, seorang ibu juga dituntut untuk memberikan pendidikan bagi anak-anaknya. Para Ilmuwan berpendapat bahwa sebagian besar kompleks kejiwaan yang dialami oleh seorang yang dewasa adalah dampak negative dari perlakuan yang dialaminya diwaktu kecil, olehnya itu dalam sebuah rumah tangga dibutuhkan seorang figure ibu (pemimpin) sebagai penanggungjawab utama dalam perkembangan jiwa dan mental anak. Sejak usia dini pendidikan akhlak sudah harus diterapkan.
Oleh sebab itu, Rasul menganjurkan kepada para pemuda yang sudah waktunya nikah, untuk memilih calon istrinya seorang wanita yang beragama dan berakhlak baik. Sebab dari wanita inilah, akan terlahir generasi yang beragama dan berakhlak baik juga. Ibu seperti inilah yang akan mampu memimpin dalam rumah tangganya, menjadi madrasah bagi anak-anaknya, sekaligus mampu menjaga amanah suaminya. Dan pada akhirnya ia siap mempertanggungjawabkan amanah yang diembannya, baik dihadapan suaminya maupun di hadapan Allah swt. kelak. Wallahu a’lam.


BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan permasaalahan dan uraian pada pembahasan di atas maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.      Setelah melakukan penelusuran hadist, sebagaimana obyek pembahasan makalah ini, maka ditemukan bahwa hadist tersebut diriwayatkan oleh ; para Imam yang termasuk dalam kitab Imam Sembilan, atau dikenal dengan Kutub al-Tis’ah. Dalam periwatan mereka terjadi perbedaan panyampaian matan (redaksi) sehingga, dapat dikatakan bahwa hadis} tersebut diriwayatkan  cara maknawy, dengan melalui beberapa jalur akan tetapi tetap bermuara pada satu rawi a’la> yakni Abdullah bin Umar.
2.      ‘Abdullah bin Umar merupakan salah seorang perawi hadis| dari kalangan sahabat, hadis |yang diriwayatkan beliau terbanyak kedua dari Abu hurairah yaitu 2630 buah hadi|. Beliau terkenal sangat bersahaja selama hidupnya, banyak mengakaji hadis| menghafal al-Quran.
3.      Adapun pemahaman tentang Kepemimpinan Wanita dalam Rumah Tangga berdasar hadis| yang kami teliti adalah, kepemimpinan yang bersifat husus dalam artian bahwa Wanita ketika berada dirumahnya bertanggungjawab dalam menjaga harta dan dan kehormatan suaminya, serta apa saja yang terkait dengan rumah tangga suaminya, serta bertanggungjawab dalam memelihara dan mengasuh anak-anaknya. wanita boleh saja bekerja di luar rumah sepanjang ia tidak melanggar kodratnya sebagai perempuan dan tidak melupakan kewajiban rumah tangganya, dan ketika kondisinya memang menghendaki harus demikian. Selain itu hemat penulis tanggung jawab menjaga rumah dan kehormatan suami, serta memelihara anak-anaknya, tidak harus diterjemahkan dengan tinggal di rumah saja, sebab kenyataan di lapangan dengan berbagai kondisi dan profesi , ternyata wanita sangat dibutuhkan. Wallahu a’lam.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Terjemahannya
Asse, Ambo Hadis| Ahka>m :Ibadah, Sosial dan Politik. Cet. I; Makassar: Dar al-Hikmah wa al-‘Ulu>m, 2009.
Aba>di>, Al-Fairu>z al-Qamu>s al-Muh}it}, Cet. V; Beiru>t: Mu’assasah al-Risa>lah, 1996.
Alu Syaikh,  Abdullah bin Muhammad bin Abd al-Rahman bin Ishaq, Luba>b al-Tafsi>r li Ibn Kas|i>r.,Terj. :Tarsi>r Ibn Katsir, Jilid 8. Cet. V; Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i>,2008.
Anshori , Dadang S. et.all., Membincangkan Feminisme : Refleksi Muslimah atas Peran Sosial  Kaum Wanita.  Bandung: Pustaka Hidayah, 1997.
  Bat}t}a>l, Ibn.Syarah Bukhari li Ibn Bat}t}a>l. Juz XIII. Maktabah Sya>milah : CD. ROM.
Ibn Hamba>l,Abu> ‘Abdullah Ahmad Ibn Muhammad Musnad ‘Ahmad Ibn Hambal,  Jilid II . Cet. I; Beirut: A>lam al-Kutub, 1998.
Khon, Abdul Majid, Ulu>m al-H}adis|. (Cet. I; Jakarta: Amzah.
Pusaka, Lidwa– i- Software, Kitab Sembilan Hadi>s} .CD.ROM.
Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Qura>n :Tafsir Maudu>’I atas Pelbagai Persoalan Umat. Cet. II; Bandung: 1996.
  ………,Membumikan al-Qur’an. Cet. II; Bandung: Mizan, 1992.
Subana ,M. & Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Cet. I; Bandung: 2009.
al-Turmuz\i>, Abu> 'I<sa> Muh}ammad ibn 'I<sa> ibn Saurah al-Ja>mi' al-S{ah}i>h} wa Huwa Sunan al-Turmuz\i>, cet. I, jil. IV. Riyadh: Maktabah al-Ma'a>rif, 1962.
Warson, Ahmad. Al-Munawwir: Kamus  Arab  Indonesia, h. 1417.
Wensink, A. J. Mu’jam al-Mufahras li Alfa>d| al-Hadis},, Jilid V . Leiden: Maktabah Brill, 1927 M.
Ya’qub,Ali Mus}tafa Hadis|-Hadis| Bermasaalah. Cet. VI; Jakarta:Pustaka Firdaus, 2008.
Zakariya,Abu> al-H{usain Ah}mad ibn Fa>ris ibn Mu'jam Maqa>yi>s al-Lugah, jil. II Beirut: Da>r al-Fikr, 1979.







[1]Menurut  Ali Mustafa Ya’qub, ungkapan ini bukan sabda Nabi, saw., akan tetapi tidak lebih dari sekedar kata-kata hikmah atau kata-kata mutiara yang diucapkan oleh seorang tokoh atau ulama yang diklaim sebagai hadist Nabi saw.. Sepanjang penelitian beliau dari beberapa kitab termasuk Kutub al- Sittah, beliau mengatakan tidak menemukan ungkapan tersebut. Sehingga beliau berkesimpulan untuk sementara bahwa bahwa ungkapan diatas bukanlah sebuah hadist. Lihat Ali Mus}tafa Ya’qub, Hadis|-Hadis| Bermasaalah. (Cet. VI; Jakarta:Pustaka Firdaus, 2008), h. 68.
[2]Hadis| riwayat Anas Ibn Malik. Lihat Musnad al-Syiha>b al-Qad}a’i>, Juz I, h. 189. http://www.alsunnah.com (CD Room Maktabah Sya>milah).
[3]Abu Muslim Ibn Hujja>j Ibn Muslim al-Qus|airi> al-Naisabu>ri>. Al-Ja>mi’ al-Shahih al-Misamma> S}ahi>h muslim. .keyNo=3408&x=30&y=18 (Kitab al-Ima>rah, Bab Keutamaan Imam yang ‘A>dil)

[4] Lihat M. Subana & Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. (Cet. I; Bandung: 2009), h. 25 -26.
[5]A. J. Wensink, Mu’jam al-Mufahras li Alfa>d| al-Hadis},, Jilid V (Leiden: Maktabah Brill, 1927 M), h. 188 & 189.
[6]Ibid., Jilid II, h. 274.
[7]Ibid., Jilid I, h. 238.
[8] Ibid., h. 200.
[9]Ibid.,Jilid II., h.359.
[10]Ibid., Jilid V , h. 383.
[11]http://localhost:81/cari_hadist.php?imam=bukhari&keyNo=844&x=38&y=11, Kitab Jum’at, Bab S}alat Jum’at di Desa dan Di Kota,(Lidwa Pustaka i-Sofware Kitab 9 Imam).
[12]Ibid. keyNo=2546&x=15&y=11 (Bab Was}iyat)
[13] Ibid.keyNo=2232&x=13&y=12 (Kitab Is}tiqra>d}, Bab Budak  Bertanggungjawab atas Harta Tuannya).  Keyno=2371&x=24&y=19
[14]Ibid. keyNo=3408&x=30&y=18 (Kitab Membebaskan Budak, Bab ;Larangan Memperpanjang Perbudakan).
[15]Ibid., keyNo=4789&x=26&y=14, (Kitab Nikah, Bab “Jagalah Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka”).
[16]Ibid., keyNo=4801&x=16&y=11 (Kitab Nikah, Bab Wanita adalah pengelola dalam rumah suaminya).
[17]Ibid., keyNo=6605&x=21&y=15 (Kitab Ahka>m, Bab Q.S. al-Nisa>’:95)
[18]Lihat.Abu Muslim Ibn Hujja>j Ibn Muslim al-Qus|airi> al-Naisabu>ri>. loc. cit.
[19]Sulaiman Ibn al-‘Asy’as| Abu Dawud al-Sijista>ni>  al-Azdi>, Sunan Abi> Da>ud, Jilid II. (Dar al-Fikri) h. 145.
`16Abu> 'I<sa> Muh}ammad ibn 'I<sa> ibn Saurah al-Turmuz\i>, al-Ja>mi' al-S{ah}i>h} wa Huwa Sunan al-Turmuz\i>, cet. I, jil. IV (Riyadh: Maktabah al-Ma'a>rif, 1962), h. 208.
17Abu> ‘Abdullah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hamba>l,Musnad ‘Ahmad Ibn Hambal,  Jilid II (Cet. I; Beirut: A>lam al-Kutub, 1998). h. 5.
[22] Ibid., h. 54.
[23] Ibid., h. 111.
[24] Ibid., h. 121.
[25] Departemen Pendidikan Nasional Pusat Perbukuan,  Ensicklofedi Islam, Jilid I. (Cet. IX; Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi, 2001), h. 20.
[26]Empat ‘Iba>dilla>h yaitu; Abd al-La>h Ibn ‘Umar Ibn al-Khattab, Abd al-La>h Ibn ‘Abbas, Abd al-La>h Ibn Amr Ibn As} dan ‘Abd al-La>h Ibn Zubair.Lihat Dep. Pendidikan Nasional Pusat Perbukuan, op. cit.,h.21.
[27] Rasulullah mengukir kesalihan beliau dalam salah sabdanya dengan mengatakan “Sesungguhnya saudaramu hai Hafsah adalah seorang yang sa>li>h. yakni bahwasanya sosok ‘Abdullah adalah seorang yang s}a>lih. Dikisahkan dalam hadis| Rasulullah saw. dari Isma’i>l dari Ayub dari Na>fi’. (H.R.) al-Tirm>d|i> dengan sanad s}ahi>h), lihat Ahmad Ibn Hamba>l, al-Musnad, Juz IV. (Cet. I; Kairo: 1995), h. 263 & 283.
[28]Lihat Abdul Majid Khon, ‘Ulu>m al-H}adis|. (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2008), h.49. dan Lidwa Pusaka – i- Software, (CD.ROM)
[29]‘Abdullah bin Umar banyak menerima hadis|, selain dari Rasulullah secara langsung, juga dari para sahabat antara lain : ‘Umar Ibn al-Khatta>b (ayahnya), Zaid (pamannya), Hafs}ah (saudarinya), dari tiga Khulafa>’ al-Rasyidin lainnya, Bila>l Ibn Rabah, Ibn Mas’ud, Abu Mas’u>d, Abu D|ar dan Mu’ad| Ibn Jabal. Sedangkan yang meriwayatkan hadist darinya antara lain : Jabir, Ibn ‘Abbas dan putra-putranya (kalangan sahabat). Dan oleh para tabi’i>n antara lain : Na>fi’ Sa’id Ibn Musayyab, ‘Alqamah Ibn Waqqas al-Lais|, Abd al-Rahman Ibn Abi Laila dan Urwar Ibn Zubair. Lihat Dep. Pendidikan Nasional Pusat Pembukuan, loc. cit.
[30] Ibid.
[31] Lihat Ahmad Warson, Kamus Indonesia Arab, h. 1417. Lihat juga Al-Fairu>z Aba>di>, al-Qamu>s al-Muh}it}, (Cet. V; Beiru>t: Mu’assasah al-Risa>lah, 1996.
[32] Abu> al-H{usain Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariya, Mu'jam Maqa>yi>s al-Lugah, jil. II (Beirut: Da>r al-Fikr, 1979), h. 409.
[33] Lihat Ambo Asse, Hadis| Ahka>m :Ibadah, Sosial dan Politik. (Cet. I; Makassar: Dar al-Hikmah wa al-‘Ulu>m, 2009), h.196.
[34] Lihat Ahmad Warson, op. cit., h. 132.
[35]Lihat Al+Fairu:z Aba:di:, op. cit., h. 1249.
[36] Lihat Ibn Bat}t}a>l, Syarah Bukhari li Ibn Bat}t}a>l. Juz XIII. ( Maktabah Sya>milah : CD. ROM), h. 318
[37] Lihat Dadang S. Anshori et.all., Membincangkan Feminisme : Refleksi Muslimah atas Peran Sosial  Kaum Wanita. (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), h. 202.
[38]Mengomentari pernyataan di atas, maka penulis berkesimpulan bahwa potensi kecerdasan pun dapat dimiliki oleh oleh seorang perempuan, sebagaimana firman Allah swt. dalam Q.S. al-Nahl [16]: 78., yakni manusia dihadirkan kedunia ini, tanpa pengetahuan apa-apa tetapi Allah swt meyertainya potensi, pendengaran, penglihatan dan hati (akal), maka manusia dituntut untuk bersyukur kepadanya tanpa ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Dan masih masih banyak lagi wanita-wanita yang disebutkan keunggulannya.Lihat M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qura>n :Tafsir Maudu>’I atas Pelbagai Persoalan Umat. (Cet. II; Bandung: 1996), h.308.
[39] Lihat Q.S. al-Nahl [16]: 78.
[40]Departemen agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 951.
[41]Lihat  Abdullah bin Muhammad bin Abd al-Rahman bin Ishaq alu Syaikh, Luba>b al-Tafsi>r li Ibn Kas|i>r.,Terj. :Tarsi>r Ibn Katsir, Jilid 8. (Cet. V; Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i>,2008), h. 229
[42] Lihat Ibid.
[43] Lihat Ibn Battal, loc.cit. h. 312.
[44] Lihat Quraish Shihab, op.cit., h. 312.

ZIDDU
MEDIAFIRE

0 komentar:

Posting Komentar

apakah anda tidak menemukan yang anda cari??? silahkan tuliskan sesuatu yang anda cari itu....

FACEBOOK COMENT

ARTIKEL SEBELUMNYA

 
Blogger Templates