BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an
al-Karim adalah sebuah kitab yang tidak datang kepadanya kebatilan dari awal
sampai akhirnya, yang diturunkan oleh Allah swt. Kitab yang mendapat
keistimewaan, yaitu yang mampu mencetak ulama besar yang tahu dan mengerti
tentang penafsiran nas-nas al-Qur’an dan
ulama yang mengamalkan hukum-hukum yang tersirat di dalamnya.
Al-Qur’an
adalah tolok ukur wawasan pengetahuan keislaman, sejak dahulu pada zaman
Rasulullah saw sampai pada masa yang akan datang.
Al-Qur’an
merupakan wahyu ilahi yang wajib dipahami kandungannya oleh umat Islam agar
supaya mampu mengaplikasikan ajaran yang terkandung di dalamnya dengan baik dan
benar sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah swt. Salah satu cara memahami
kandungan al-Qur’an adalah dengan mempelajari tafsirnya.
Salah
satu upaya pengembangan keilmuan yang saat ini tampaknya sedangberjalan di
seluruh perguruan tinggi Islam adalah penekanan pada penguasaan metodologi
untuk setiap keilmuan yangdikembangkan. Sebab disadari bahwa hanya dengan
penguasaan metodologilah suatu ilmu dapat berdaya guna bagi pengembangan
masyarakat dan peradaban.
Karya ilmiah
yang diajukan oleh mahasiswa, dalam Tafsir Al-Qur’an masih banyak menemui
kesulitan dari sudut metodologi. Hal itu disebabkan karena disamping metodologi
itu sendiri masih terus berkembang dan bahkan ada yang masih melewati diskursus
yang berkepanjangan di kalangan para ahli, juga karena masih minimnya buku metodologi yang dengan mudah dapat
dipahami dan diterapkan.
B.
Rumusan
Masalah
Olehnya
itu, dengan didasari oleh latar belakang di atas, dalam makalah ini penulis
mencoba untuk memberikan rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
pengertian metodologi penelitian tafsir?
2.
Apa
dasar Metodologi Penelitian
Tafsir?
3.
Bagaimana
Jenis-jenis dan Ilmu Bantu Metodologi penelitian Tafsir?
4.
Bagaimana
urgensi dan Kedudukan
Metodologi Penelitian Tafsir?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konsep Dasar Metodologi
Penelitian Tafsir
1. Konsep:
secara etimologis berasal dari bahasa inggris (consept) dan di
indonesiakan menjadi kata konsep yang berarti rancangan, ide atau pengertian
yang di abstrakkan dari peristiwa kongkrit, gambaran mental dari obyek, proses,
atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami
sesuatu.[1] Menurut Muin Salim,
setelah meneliti uraian konsep berkesimpulan bahwa ia bermakna leksikal ide
pokok yang mendasari suatu gagasan atau ide umum.[2]
Dalam filsafat ilmu konsep dikenal
dapat berguna untuk keterangan ilmiah yang berlaku umum, walaupun ciri itu
dipandang sangat abstrak.[3]selanjutnya yang dimaksud
dalam kajian ini adalah suatu pengertian yang terlahir setelah diadakan
penelitian/pengamatan terhadap obyek tertentu.
2. Dasar:
adalah pokok atau pangkal sesuatu.[4] Pernyataan ini mengandung
arti proses dan urgen. Untuk yang pertama terkait dengan operasional, sehingga
ia harus dipahami sebagai langkah awal dalam melakukan sesuatu, sedangkan yang
kedua terkait dengan sifat sesuatu, sehingga sesuatu itu dipandang sangat penting untuk diketahui.
Dalam kajian ini kedua kandungan makna “Dasar” ini dipergunakan.
3. Metodologi berasal
dari kata “Metode” artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu; dan “Logos”
artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu
dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan.[5]
Metodologi
dalam pembuatan penelitian adalah menggambarkan tentang tata cara pengumpulan
data yang diperlukan guna menguji hipotesa atau menjawab permasalahan yang ada.
Dalam kegiatan ilmiah, metodologi merupakan hal yang penting untuk menentukan
secara teoritis teknik operasional yang dipakai sebagai pegangan dalam
mengambil langkah-langkah, sehingga dapat diketahui tentang:[6]
a.
Tata
cara pengambilan sampel
b.
Lokasi yang
dijadikan obyek penelitian
c.
Jumlah
responden
d.
Waktu
yang diperlukan
e.
Instrumen
pengumpul data
f.
Pengolahan
dan analisis data yang diperlukan
g.
Biaya
(kalau ada)
4. Penelitian pada
dasarnya merupakan “suatu apaya pencarian” dan bukan sekedar mengamati secara
teliti terhadap sesuatu obyek. Penelitian berasal dari bahasa Inggris yaitu research yang
berasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari). Dengan
demikian secara logawiyah berarti “mencari kembali”.[7]
Penelitian
menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmadi dalam bukunya Metodologi
Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan
menganalisis sampai menyusun laporannya.[8]
Istilah
penelitian (research) telah banyak didefenisikan oleh para ahli dalam
bidang metodologi research. Para ahli yang dimaksud antara lain sebagai
berikut:[9]
Hill Way
dalam
bukunya Introduction to research mendefenisikan penelitian sebagai “a method of study by which, of all acertainable
problem, we reach a solution to the problem.[10] (Suatu
metode studi yang bersifat hati-hati dan mendalam dari segi bentuk fakta yang
dapat dipercaya atas masalah tertentu guna membuat pemecahan masalah tersebut).
Sejalan
dengan itu dikemukakan pula oleh Sutrisno Hadi bahwa research dapat
didefenisikan sebagai usaha menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran
suatu pengetahuan, usaha, yang dilakukan dengan menggunakan metode-metode
ilmiah.[11] Penelitian adalah terjemahan dari bahasa
Inggris: research yang berarti usaha atau pekerjaan untuk mencari
kembali yang dilakukan dengn suatu metode tertentu dan dengn cara hati-hati,
sistematis serta sempurna terhdap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk
menyelesaikan dan menjawab problemnya.[12]
Winarno
Surachman mendefinisikan penelitian atau penyelidikan
sebagai kegiatan ilmiah mengumpulkan pengetahuan baru dari sumber-sumber
primer, dengan tekanan tujuan pada penemuan prinsip-prinsip umum, serta
mengadakan ramalan generalisasi di luar sampel yang diselidiki.[13]
David H. Penny mengemukakan bahwa bahwa penelitian adalah
pemikiran yang sistematis mengenai berbagai jenis masalah yang pemecahannya
memerlukan pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta.[14]
J.
Suprapto mengatakan penelitian adalah penyelidikan dari
suatu bidaang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta
atau prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati serta sistematis.[15]
Mohammad
Ali Mengemukakan
penelitian adalah suatu cara untuk memahami sesuatu dengan melalui penyelidikan
atau melalui usaha untuk mencari bukti-bukti sehubungan dengan masalah itu,
yang dilakukan secara hati-hati sekali sehingga diperoleh pemecahannya.
Dari
batasan-batasan di atas, diambil
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan metodologi penelitian adalah : Suatu
cabang ilmu pengetahuan yang membicarakan/mempersoalkan mengenai cara-cara
melaksanakan penelitian (yaitu meliputi kegiatan-kegiatan mencari, mencatat,
merumuskan, menganalisis sampai menyusun laporannya) untuk menemukan,
mengembangkan, menguji kebenaran suatu pengetahuan atau masalah guna mencari
pemecahan terhadap masalah tersebut berdasarkan fakta-fakta atau gejala-gejala
secara ilmiah.
Dengan
demikian dalam penelitian terdapat lima unsur yang perlu diperhatikan, yaitu:[16]
a.
Unsur
ilmiah, adalah penggunaan ilmu pengetahuan dan langkah-langkah penelitian
sebagai metode berpikir. Langkah-langkah penelitian yang dimaksud adalah mulai
dari pernyataan masalah, penyusunan hipotesis, pengumpulan data sampai dengan
penarikan kesimpulan dan melaporkan hasilnya.
b.
Unsur
penemuan, berarti berusaha mendapatkan sesuatu untuk
mengisi kekosongan atau kekurangan.
c.
Unsur pengembangan, berarti
memperluas dan menganalisis lebih dalam apa yang sudah ada. Dalam hal ini
seseorang sudah pernah meneliti sesuatu objek tertentu, tetapi hasilnya belum
memuaskan sehingga hasil penelitian tersebut masih perlu dikembangkan.
d.
Unsur
Pengujian kebenaran, diartikan sebagai mengetes
hal-hal yang masih diragukan kebenarannya.
e.
Unsur
pemecahan masalah, dimaksudkan untuk membuat pemecahan apabila dalam
penelitian dijumpai beberapa masalah.
Penelitian
dapat dirumuskan sebagai penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu
masalah. Ini adalah cara untuk memperoleh informasi yang berguna dan dapat
dipertanggungjawabkan. Tujuannya ialah untuk menemukan jawaban terhadap
persoalan yang berrti melalui penerapan prosedur-prosedur ilmiah. Suatu
penyelidikan harus melibatkan pendektan ilmiah agar dapat digolongkan sebagai
penelitian. Secara universal penelitian merupakan suatu usaha sistematis dan
obyektif untuk mencari pengetahuan yang dapat dipercaya.[17]
5. Tafsir- ulama
Ushul dan ulama tafsir berbeda pendapat
tentang makna tafsir, hal itu disebabkan karena perbedaan pendekatan yang
mereka gunakan. Defenisi yang digunakan oleh ulama Ushul juga beragam.
Al-Zarka>syi memandang tafsir sebagai “ilmu alat”, sedangkan al-Zarqa>niy
melihat tafsir sebagai pengetahuan-pengetahuan tentang petunjuk-petunjuk
al-Qur’an.
Tafsir
secara harfiyah berasal dari bahasa Arab dan merupakan bentuk masdar dari kata فسر yang berarti menjelaskan[18],
membuka dan menampakkan makna yang ma’qul. Oleh karena itu pengertian
tafsir dibedakan atas dua macam:[19]
a.
Tafsir
sebagai mashdar berarti menguraikan dan menjelaskn apa-apa yang dikandung
al-Qur’an berupa makna-makna, rahasia-rahasia dan hukum-hukum.
b.
Tafsir
sebagai maf’ul berarti ilmu yang membahas koleksi sistematis dari
natijah penelitian terhadap al-Qur’an dari segi dilalahnya yang dikehendaki
Allah sesuai dengan kadar kemampun manusia.
Pengertian
tafsir yang dimaksud dalam uraian ini adalah pengertian pertama, tegasnya
tafsir dalam arti metode, bukan tafsir al-Qur’an.
Jadi
Metodologi Penelitian Tafsir adalah ilmu mengenai jalan (cara) yang dilewati
melalui kegiatan ilmiah untuk memahami, membahas, menjelaskan serta
merefleksikan \ kandungan al-Qur’an secara apresiatif dengan menggunakan pengetahuan-pengetahuan
yang diperlukan berdasarkan kerangka konseptual tertentu sehingga menghasilkan
suatu karya tafsir yang refresentatif.
Metodologi
tafsir merupakan alat dalam upaya
menggali pesan-pesan yang terkandung dalam kitab al-Qur’an. Hasil dari upaya
keras dengan menggunakan alat dimaksud terwujud sebagai tafsir. Konsekwensinya,
kwalitas setiap karya tafsir sangat tergantung kepada metodologi yang digunakan
dalam melahirkan karya tafsir.[20]
B. Dasar Metodologi Penelitian Tafsir
Ada tiga
segi dasar metodologi penelitian tafsir menurut Prof. Dr. Abd. Muin Salim:
1.
Dasar dari
Segi Filosofis
Yang
dimaksud dari segi filosofis apabila dasar tafsir dari fungsi tafsir sebagai
penjelasan maksud kandungan al-Qur’an. Fungsi demikian disebut sendiri oleh
al-Qur’an (QS. Al-Baqarah (2) : 185
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ
فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Terjemahan: “Bulan Ramadhan,
bulan diturunkannya al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk
itu serta pembeda antara yang hak dan yang batil.”
Dan juga
dalam al-Qur’an (QS. Al-Qiyamah (75) : 19
ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ
Terjemahan:“Kemudian,
sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.”
Penggunaan
kata jamak “ علينا” dalam ayat tersebut di atas,
menurut para mufasir ada dua kemungkinan, yaitu: (1) berfungsi sebagai uslub tafadhdhul
atau gaya bahasa yang memuliakan lawan bicara, dan (2) keterlibatan Jibril yang
bertugas menyampaikan wahyu untuk menjelaskan maksud ayat.
Apabila kata tafsir disinonimkan dengan kata baya>n
dalam istilah ilmu Ushul fiqh yang berfungsi menjelaskan ayat sebagaimana
termaktub dalam ayat di atas.[21]
2. Dari segi Historis
Selain ayat al-Qur’an berfungsi sebagai penjelas bagi
ayat yang lainnya, maka dalam kenyataan sejarah, Rasulullah juga diberi tugas
oleh Allah untuk menjelaskan dan merinci ketentuan-ketentuan yang masih global
dalam nas al-Qur’an. Adapun dalilnya (QS. Al-Nahl (15) : 44
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ
الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ
Terjemahan: “Dan kami
turunkan kepadamu al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka.”
Dengan
demikian, penjelasan Rasulullah lewat hadisnya mengenai ayat-ayat yang
memerlukan penjelasan, juga berfungsi sebagai tafsir.
3.
Dari
segi Yuridis
Banyak
nas al-Qur’an yang menganjurkan perlunya pemikiran lebih lanjut guna menyelami
maksud ayat-ayat Allah. Diantaranya: (QS. Sha>d (38) : 29 yang menyuruh
memperhatikan (tadabbur) dan
memikirkan ayat-ayat Allah, (QS. Al-Zumar (39) : 27 yang menerangkan bahwa
tujuan Allah menampilkan perumpamaan adalah agar dapat dijadikan bahan
pelajaran (bahan renungan). Upaya mempelajari dan memikirkan ayat-ayat
al-Qur’an ini merupakan petunjuk secara yuridis diperlukannya tafsir.[22]
C.
Jenis-jenis
dan Ilmu Bantu dalam Penelitian Tafsir
1.
Jenis-jenis
Penelitian Tafsir.
Adapun
jenis-jenis penelitian tafsir adalah:
a.
Subyek (mufassir) (maksudnya adalah mufassir
objek penelitian)
Syarat-syarat
yang harus dimiliki oleh seorang mufassir:
1)
Memiliki
keyakinan yang benar
2)
Terhindar
dari dorongan hawa nafsu
3)
Mengawali tafsir dengan menafsirkan
al-Qur’an dengan al-Qur’an
4)
Menafsirkan
al-Qur’an dengan sunnah
5)
Apabila
tidak menemukan tafsirannya dengan
sunnah maka menafsirkannya
dengan pendapat sahabat (aqwal shahabah)
6)
Apabila
tidak menemukannya dalam pendapat-pendapat sahabat maka meruju’ ke pendapat
Tabi’in
7)
Mengetahui
bahasa Arab dan cabang-cabangnya
8)
Mengetahui
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an. (ilmu tauhid, ilmu qira’at, ilmu
Ushul)
9)
Pemahaman
yang mendalam; memiliki daya analisa
yang kuat dalam setiap permasalahan.[23]
Dalam
makalah ini, penulis akan mengangkat
contoh mufassir dengan metodologi yang ia gunakan secara ringkas;
An-Naisa>bu>ri
dalam tafsirnya Ghara>ib al-Qur’an dan Ragha>ib al-Furqa>n.[24]
An-Naisa>bu>ri
adalah seorang imam besar dan ulama terkemuka. Nama lengkapnya Nizha>muddin
al-H>>><<<{asan bin Muh{ammad bin al-H{usin
al-Khura>sa>ni al-Naisa>bu>ri.
Al-Naisa>bu>ri
menguasai disiplin ilmu aqli dan naqli; memahami bahasa Arab dan
memiliki kemampuan pengungkapan yang artikulatif; mengerti tentang takwil,
tafsir dan qiraat; di samping wawasan keilmuan yang luas, kewara’an dan
ketakwaan. Naisa>buri juga dikenal sebagai ulama yang banyak tahu tentang
tasawwuf dan ilmu-ilmu isyarat.
Tentang
metodologi tafsirnya, Naisa>bu>ri menuturkan, “Awalnya aku menyebutkan
kata dalam al-qur’an berikut terjemahnya dengan gaya bahasa yang retorik;
menegaskan pentakdiran dan mengungkap kata ganti yang samar; mentakwilkan makna
yang kabur (al-Mutasyabiha>t); melugaskan bahasa al-kina>yah,
majas dan metafora (al-isti’a>rah).
Naisa>bu>r
kemudian memulai proyek tafsirnya diawali dengan mengelompokkan ayat-ayat
tertentu. Selanjutnya menyoal tentang qiraat dan wakaf. Setelah itu
Naiisa>bu>ri mulai melakukan penafsiran yang kerap dikomentari dengan
takwil, seperti ketika menafsirkan firman Allah, (QS. Al-Baqarah (2): 48)
يَا
بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي
فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ (47) وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ
عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَلَا يُؤْخَذُ مِنْهَا
عَدْلٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ (48)
Qiraat ولا
تقبل Dengan menggunakan (ta), merupakan qiraat Ibnu Katsir, Abu ‘Amr,
Sahl dan Ya’qu>b.
Wakaf
العالمين adalah akhir ayat
ينصرون adalah akhir ayat.
Tafsir
“Pernyataan
ini kembali dikemukakan Allah sebagai penegasan alasan dan wanti-wanti terhadap
mereka yang tidak mengikuti Muhammad. Seakan Allah berfirman, “Sekiranya kalian
tidak memaatuhiku sebab nikmat yang telah aku anugerahkan, maka patuhilah Aku
karena takut azab-Ku di kemudian hari.”
Maksud العالمين dalam ayat ini adalah
sekelompok besar manusia. Seperti firman Allah, Kami telah memberkahinya untuk
sekalian manusia (QS. Al-Anbiya>’ (21): 71).
Sangat
mungkin العالمين dimaksud bahwa Aku telah melebihkan kamu atas segala umat di
zamanmu. Sebab manusia yang hidup paska mereka tidak masuk dalam kata العالمين.[25]
b.
Obyek
(al-Qur’an) (al-Qur’an sebagai
objek)
Al-Qur’an
adalah sumber ajaran Islam yang mempati posisi sentral dan menjadi
inspirator, serta pemandu gerakan-gerakan umat Islam selama lebih dari empat
belas abad.[26]
Dari
segi teori, wahyu yang termaktub dalam al-Qur’an dapat dipahami dalam empat
peringkat:
Pertama, Konsep
tauhid, yang menjadi sumber dan nilai-nilai universal. Nilai-nilai yang dimaksud di sini adalah
nilai-nilai seperti kebenaran, keadilan, kasih sayang, kesabaran, kebaikan,
keindahan, dan sebagainya. Nilai-nilai tersebut bersifat kekal, abadi dan tidak
berubah. Seorang muslim mesti membuktikan kesetiaannya kepada nilai-nilai ini,
karena kesetiaan padanya bermakna kesetiaan kepada Allah, dan sebaliknya.
Nilai-nilai universal ini seringkali
tidak akan tertangkap oleh seseorang yang hanya dapat memahami teks, apalagi
pemahamannya secar simplistik (dangkal). Tetapi nilai-nilai ini seringkali baru
bisa tertangkap dengan perenungan yang dalam mengenai sebuah teks ayat dan
kaitannya dengan beberapa ayat lain dan berbagai kenyataan dalam alam, sehingga
dimengerti apa pesan yang terkandung dalam pesan tersebut.[27]
Kedua, Prinsip-prinsip
Azas (Fundamental Principles). Prinsip-prinsip azas ini juga tidak dapat
berubah, malainkan kekal dan abadi. Prinsip-prinsip azas ini mesti digunakan
sebagai garis panduan dalam usaha membentuk jiwa seseorang dan jiwa masyarakat
muslim.
Contoh
yang dapat digunakan dalam prinsip ini adalah beberapa perintah dan larangan;
kita diperintahkan shalat, puasa, haji, mengeluarkan zakat, menegakkan yang
makruf, mencegah yang munkar, menghormati ibu-bapak, sebagaimana kita juga
dilarang fitnah, bohong, sombong, angkuh, dan sebagainya[28]
Ketiga, Untuk
membantu masyarakat mengamalkan prinsip-prinsip dalam bidang ibadah, beberapa
peraturan dan kaidah juga diwahyukan. Misalnya, kita diminta shalat lima waktu.
Shalat adalah prinsip azas, sedangkan lima waktu adalah peraturan.
Peraturan-perturan ini juga tidak berubah, karena kewajiban bukan sesuatu yang
dipengaruhi oleh zaman dan keadaan. Ia bebas dari pertimbangan-pertimbangan.[29]
Keempat,
Ada beberapa peraturan dalam Islam, yang digali dari al-Qur’an berkaitan
dengan kehidupan bermasyarakat yang tidak bebas dari pengaruh keadaan dan
zaman. Peraturan-peraturan ini boleh diubah berdasarkan prinsip azas, nilai
etika dan falsafah.[30]
c.
Metode dan pemikiran-pemikiran tafsir
(Konsep-konsep pemikiran dalam al-Qur’an)
d.
Hasil karya tafsir
kitab tafsir, latar belakang tafsir,
metodologi, sistematika bahasan, pengaruh
2.
Ilmu-ilmu
Bantu
Adapun
ilmu-ilmu bantu dalam metodologi penelitian tafsir yaitu:
a.
Ilmu
bahasa Arab dengan segala aspeknya:
1)
Ilmu
Nahwu
2)
Ilmu
Sharf
3)
Ilmu
Balaghah (ilmu al-Badi>’, ilmu al-ma’a>niy, Ilmu al-Baya>n)
Ilmu
al-badi>’ adalah ilmu yang berkaitan dengan keindahan lafaz} dan keindahan
makna dalam satu kalimat; (al-Jinas dan al- Saja)
Contoh
dalam (QS. Al-Dhuh}a> (93) : 9-10
فَأَمَّا
الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ (9) وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ (10)
Terjemahan: “Sebab itu, terhadap anak
yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang
meminta-minta, janganlah kamu menghardiknya.”
Ilmu
al-Ma’a>niy adalah ilmu yang berkaitan dengan keserasian suatu kalimat
dengan keadaan orang yang diajak bicara; (al-Khabar, al-Insya, al-Qashr,
al-Fashl, al-Wasl, al-Ijaz, al-itnab, al-musawah)
Contoh dalam
(QS. Ali-Imran (3) : 36
فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَى
Terjemahan: “Maka tatkala
isteri Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya
seorang anak perempuan.”
Ilmu
al-Baya>n adalah adalah ilmu yang menjelaskan suatu makna dengan perantaraan
beberapa kalimat atau perumpamaan-perumpamaan yang berbeda, meliputi tasybi>h,
maja>s, isti’arah dan kina>yah.
Contoh
tasybi>h dalam (QS. Ibrahim (14) : 18
مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ
اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ لَا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا
عَلَى شَيْءٍ ذَلِكَ هُوَ الضَّلَالُ الْبَعِيدُ (18)
Terjemahan: “Orang-orang yang
kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup
angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat
mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia).
Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.”
b.
Ilmu-ilmu
Ushuluddin
اصول = Ushu>l, bentuk jamak dari kata اصل = Ashl), dipahami
sebagai pokok-pokok ilmu[31],
pokok-pokok agama, yaitu identifikasi masalah-masalah agama yang prinsipil,
yang tidak boleh diperselisihkan oleh siapapun di kalangan kaum muslimin.
Masalah-masalah pokok ini meliputi kepercayaan, keyakinan atau keimanan. Jadi
ada kesejajaran antara makna Ushu>l al-di>n dan aqi>dah
atau aqa>id, yaitu ilmu tentang sistem kepercayaan, keyakinan dan
keimanan Islam. Yang termasuk dalam kelompok ilmu-ilmu Ushuluddin itu meliputi:[32]
1)
Ulu>m
al-Qur’a>n/Tafsir
2)
Ulu>m
al-Hadi>s/Hadis
3)
Pemikiran
dalam Islam (Teologi/ Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawwuf)
4)
Perkembangan
modern dalam Islam
5)
Ilmu
Perbandingan Agama atau hubungan Agama-agama.
Ilmu-ilmu
Ushuluddin menempati posisi yang sangat penting dalam konstalasi keilmuan
Islam. Ilmu-ilmu yang termasuk dalam lima kelompok di atas merupakan objek
penelitian dalam ilmu Ushuluddin. Adapun ciri khas pendekatan dalam penelitian
ilmu-ilmu Ushuluddin[33] adalah
Pertama,
Pendekatan Kewahyuan, yaitu pengkajian tentang
al-Qur’an dan Hadis, terutama bagaimana ia memberikan jawabannya sendiri
mengenai berbagai problema yang dihadapi manusia.
Kedua,
Pendekatan rasional atau Pendekatan Akliah/Ijtiha>diyah. Apabila
yang diteliti adalah islam (dalam bidang Ushuluddin) sebagai yang
dipahami/dipikirkan/ditafsirkan dan diinterpretasikan oleh para
ulama/pakar/filosof dan diungkapkan berbagai karya mereka, maka yang dihadapi
adalah area ijtihad.
Ketiga,
Pendekatan Empiris. Apabila yang diteliti adalah Islam (dalam
bidang Ushuluddin) sebagai yang dihayati dan diamalkan oleh umatnya, maka yang
dihadapi adalah area penghayatan dan pengamalan, yang diistilahkan dengan
area pengamalan/empiris.
D. Urgensi dan Kedudukan Metodologi Penelitian
Tafsir
Al-Qur’an
adalah merupakan sumber ajaran Islam. Kitab suci ini menempati posisi sentral,
bukan saja dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga
merupakan inspirator, pemandu gerakan-gerakan
umat Islam sepanjang ilma belas abad sejarah pergerakan umat ini. Berdasarkan
kedudukan dan peran al-Qur’an, pemahaman terhadap al-Qur’an melalui
penafsiran-penafsirannya mempunyai peranan sangat besar bagi maju mundurnya
umat, sekaligus dapat mencerminkan perkembangan serta corak pemikiran mereka.
BAB III
KESIMPULAN
Adapun
kesimpulan yang bisa ditarik dalam makalah ini adalah:
1.
Metodologi
Penelitian Tafsir adalah ilmu mengenai jalan (cara) yang dilewati melalui kegiatan ilmiah untuk
memahami, membahas, menjelaskan serta merefleksikan \ kandungan al-Qur’an
secara apresiatif dengan menggunakan
pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan berdasarkan kerangka konseptual
tertentu sehingga menghasilkan suatu karya tafsir yang refresentatif.
2.
Adapun
dasar-dasar metodologi tafsir adalah ditinjau dari segi historis, filosofis dan
yuridis.
3.
Jenis-jenis Metodologi
Penelitian Tafsir adalah (a) Sebagai Subjek (Mufassir),
(b) sebagai objek (al-Qur’an), (c) metodologi
4.
Ilmu
bantu metodologi penelitian tafsir adalah meliputi: Bahasa Arab, ilmu
Ushuluddin, ilmu syari’at
5.
Urgensi dan Kedudukan Metodologi Penelitian Tafsir
6.
Al-Qur’an
adalah merupakan sumber ajaran Islam. Kitab suci ini menempati posisi sentral,
bukan saja dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga
merupakan inspirator, pemandu
gerakan-gerakan umat Islam sepanjang ilma belas abad sejarah pergerakan umat
ini. Berdasarkan kedudukan dan peran
al-Qur’an, pemahaman terhadap al-Qur’an melalui penafsiran-penafsirannya
mempunyai peranan sangat besar bagi maju mundurnya umat, sekaligus dapat
mencerminkan perkembangan serta corak pemikiran mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Arief
Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Cet. III; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007
Bambang
Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum,
Jakarta; Raja Grapindo Persada: 2006
Cholid
Narbuko dan Abu achmadi, Metodologi Penelitian, Cet. III; Jakarta:
Sinar Grafika, 2001
Harahap,
Syahrin, Metodologi Studi dan
Penelitian Ilmu-ilmu Ushuluddin,
Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000
Hillway,
Tyrus, Introduction to research, Boston; Houghton Mifflin Company; 1956
Ibrahim
Anis, Mu’jam al-Wasi>t, (Cet.II; Jilid 1 & 2, t.pn, t.th)
M.
Al-Fatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, Cet.I; Yogyakarta:
teras, 2005
Manna
al-Qattan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an,
Cet. X; Kairo: maktabah Wahbah, 1997
Moh.
Pabundu Tika, Metode Penelitian Geografi, Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2005
P. Joko
Subagyo, Metode Penelitian (Dalam teori dan Praktek), Cet. II; Jakarta:
Rineka Cipta, 1997
Sutrisno
Hadi, Metodologi research, Jilid
I; Yayasan penerbit Fakultas Psycologi; Universitas Gajah Mada; yogyakarta,
1969
Syahdianor
dan Faisal Shaleh, Metodologi Tafsir,
Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo persada, 2006
Syarif,
M. M., Philosophical Teachings of the
Qur’an dalam M. M. Syarif (ed.), A History of muslim Philosophy, Vol. I,
Ottoharassowitz, Wieswbaden, 1963
1.
Pengertian
Makalah ini didukung oleh empat
istilah, yaitu; konsep , dasar, kajian dan tafsir.
1)
Konsep: secara etimologis berasal dari bahasa inggris (consept) dan di
indonesiakan menjadi kata konsep yang berarti rancangan, ide atau pengertian
yang di abstrakkan dari peristiwa kongkrit, gambaran mental dari obyek, proses,
atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami
sesuatu.[34] Menurut
Muin Salim, setelah meneliti uraian konsep berkesimpulan bahwa ia bermakna
leksikal ide pokok yang mendasari suatu gagasan atau ide umum.[35]
Dalam
filsafat ilmu konsep dikenal dapat berguna untuk keterangan ilmiah yang berlaku
umum, walaupun ciri itu dipandang sangat abstrak.[36]selanjutnya
yang dimaksud dalam kajian ini adalah suatu pengertian yang terlahir setelah
diadakan penelitian/pengamatan terhadap obyek tertentu.
2)
Dasar:
adalah pokok atau pangkal sesuatu.[37]
Pernyataan ini mengandung arti proses dan urgen. Untuk yang pertama terkait
dengan operasional, sehingga ia harus dipahami sebagai langkah awal dalam
melakukan sesuatu, sedangkan yang kedua terkait dengan sifat sesuatu, sehingga
sesuatu itu dipandang sangat penting
untuk diketahui. Dalam kajian ini kedua kandungan makna “Dasar” ini
dipergunakan.
[1]Anton, M. et. al., Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (jakarta; Balai Pustaka, 1990) h. 456
[2]Muin Salim, Beberapa
Aspek Metodologi Tafsir al-Qur’an, (Ujung Pandang, LSKI,1990) h. 17
[3]The Liang Gie,
Pengantar Filsafat ilmu, (Yogyakarta; Liberty, 1991) h. 126
[4]Anton, M. et. al., op.
cit., h. 186
[5]Cholid Narbuko dan Abu
achmadi, Metodologi Penelitian, (Cet. III; Jakarta: Sinar Grafika, 2001), h. 1
[6]P. Joko Subagyo, Metode
Penelitian (Dalam teori dan Praktek), (Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta,
1997), h. 16
[7]Bambang Sunggono, Metodologi
Penelitian Hukum, Jakarta; Raja
Grapindo Persada: 2006, h. 27
[8]Cholid Narbuko dan Abu
Achmadi, Op.Cit
[9]Moh. Pabundu Tika, Metode
Penelitian Geografi, (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 1
[10]Hillway, Tyrus, Introduction
to research, (Boston; Houghton Mifflin Company; 1956) p. 5
[11]Sutrisno Hadi, Metodologi research,
(Jilid I; Yayasan penerbit Fakultas Psycologi; Universitas Gajah Mada;
yogyakarta, 1969), h. 4
[13]Moh. Pabundu Tika, Op.Cit.,
h. 1
[14]Cholid Narbuko dan Abu
Achmadi, Op. Cit, h. 1
[16]Moh. Pabundu, Op. Cit, h.
1-2
[17]Arief Furchan, Pengantar
Penelitian dalam Pendidikan, (Cet. III; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007),
h. 32
[18]Ibrahim Anis, Mu’jam
al-Wasit, (Cet.II; Jilid 1 & 2, t.pn, t.th), h. 721
[19]M. Al-Fatih Suryadilaga, dkk,
Metodologi Ilmu Tafsir, (Cet.I; Yogyakarta: teras, 2005), h. 12
[20]M. Alfatih suryadilaga, dkk,
Op. Cit., h. 38
[23]Manna al-Qattan, Mabahits
fi Ulum al-Qur’an, ( Cet. X; Kairo: maktabah Wahbah, 1997), h. 321-323
[24]Syahdianor dan Faisal Shaleh,
Metodologi Tafsir, (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo persada, 2006), h.
92-98
[26]M. Alfatih Suryadilaga, dkk,
Op. Cit., h. 38
[27]M. M. Syarif , Philosophical Teachings of the Qur’an dalam M.
M. Syarif (ed.), A History of muslim Philosophy, Vol. I
(Ottoharassowitz, Wieswbaden, 1963), dan Syahrin Harahap, Metodologi Studi
dan Penelitian Ilmu-ilmu Ushuluddin, (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2000), h. 13
[28]Syahrin Harahap, Ibid
[31]Ibrahim Anis, Op. Cit.,
h. 40
[34]Anton, M. et. al., Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (jakarta; Balai Pustaka, 1990) h. 456
[35]Muin Salim, Beberapa
Aspek Metodologi Tafsir al-Qur’an, (Ujung Pandang, LSKI,1990) h. 17
[36]The Liang Gie,
Pengantar Filsafat ilmu, (Yogyakarta; Liberty, 1991) h. 126
[37]Anton, M. et. al., op.
cit., h. 186
1 komentar:
Apakah sama antara Metodologi Tafsir dan Metodologi Penelitian Tafsir....?
Sepertinya berbeda. Tafsir tujuannya untuk menjelaskan isi kandungan ayat al-Qur'an sedangkan Penelitian Tafsir bertujuan menganalisis proses dan hasil penafsiran.
Posting Komentar
apakah anda tidak menemukan yang anda cari??? silahkan tuliskan sesuatu yang anda cari itu....