Senin, 16 Mei 2011

SERANG-SERANGAN BANGSA MONGOL



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Bersamaan dengan berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah, Abdullah As-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas, membangun dinasti Abbasiyah. Di masa kekuasaan dinasti mereka, dunia Islam mengalami masa kejayaan. Mulai dari Cordoba di Spanyol sampai ke Multan di Pakistan, mengalami pengembangan di segala bidang, khususnya bidang Ilmu Pengetahuan dan Seni. Kala Barat masih bergelut dengan kegelapan, kebodohan dan primitif, asyik dengan jampi-jampi dan  dewa-dewa, dunia Islam sudah sibuk dengan penelitian di laboratorium dan observatorium. Ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw ini, telah mendorong lahirnya suatu kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam. Sehingga menggerakkan terciptanya ilmu-ilmu pengetahuan dalam lapangan agama (ilmu naqli). Kemudian ketika umat Islam keluar dari Jazirah Arab, dan bersentuhan dengan perbendaharaan Yunani, akhirnya menimbulkan dorongan munculnya berbagai Ilmu  Pengetahuan di bidang akal (ilmu aqli).[1]
Namun ketika kejayaan itu sudah dalam genggaman, kala kemewahan telah menjadi keniscayaan dalam kekuasaan, maka lahirlah sebuah era pemerintahan dari para penguasa (khalifah) yang lemah. Hedonisme menjadi tujuan hidup, sehingga aspek penting pembangun keutuhan kekuasaan – yakni memberikan pelayanan yang adil kepada rakyat – tidak lagi menjadi prioritas. Ketika semua faktor internal tersebut terakumulasi, akhirnya muncullah senjata pamungkas yang meruntuhkan kekhalifahan dalam bentuk serbuan kaum barbar (Mongol dan Tartar).[2]
Ratusan ribu mayat tanpa kepala berserakan dan tumpang tindih memenuhi jalan-jalan, parit-parit dan lapangan-lapangan. Di sekitarnya bangunan-bangunan yang megah dan indah tinggal puing-puing dan rongsokan. Asap masih mengepul dari bangunan-bangunan yang di bakar. Tentara dari pangkat rendah sampai tinggi sibuk memenggal kepala ribuan manusia, kemudian memisahkan kepala yang terpisah dari tubuhnya itu menurut kelompok : kepala wanita, anak-anak, orang tua, dipisahkan antara satu dengan lainnya. Sungai Dajlah atau Tigris berubah menjadi hitam disebabkan tinta dari ribuan manuskrip yang dilemparkan ke dalamnya. Perpustakaan, rumah sakit, masjid, madrasah, tempat permandian dan rumah para bangsawan, tokoh dan rumah makan – semuanya dihancurkan.
Demikianlah, kota yang selama beberapa abad menjadi pusat terbesar peradaban Islam itupun musnah dalam sekejap mata. Setelah puas, pasukan penakluk itupun, pergi tanpa penyesalan sedikitpun. Mereka hanya sibuk mengumpulkan barang-barang jarahan yang berharga: timbunan perhiasan yang tak ternilai harganya, berkilo-kilo batangan emas dan uang dinar, intan berlian – semuanya dimasukkan ke dalam ratusan karung dan diangkut dalam iringan gerobak dan kereta yang sangat panjang.
Demikianlah gambaran sekilas kebengisan dan teror yang dilakukan tentara Mongol dilebih separo daratan Asia dan Eropa Timur sejak awal sampai pertengahan abad ke-13 Masehi. Timbul pertanyaan: jenis manusia dan bangsa macam apakah orang-orang Mongol pada abad ke-13 itu? Mengapa mereka tiba-tiba muncul menjadi kekuatan yang menggemparkan dunia beradab dan dapat menaklukan wilayah yang sangat luas. Dari ujung timur negeri China sampai ujung barat Polandia, dari batas utara Rusia sampai batas selatan teluk Parsi – semua ditundukkan dan dikuasai hanya dalam waktu kurang lebih 40 tahun.
B. Rumusan Masalah
Sebagaimana latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah pokok dalam makalah ini yaitu :
1.  Bagaimanakah sejarah kepribadian Jenghis Khan dan bangsa Mongol pada umumnya?
2.  Bagaimana bangsa Mongol berperang melawan negeri Islam?
3.  Bagaimana Penyerbuan yang dilakukan Timur Lenk?


BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Bangsa Mongol dan Jengis Khan.
Untuk mengenal watak suatu bangsa, dan kekuatan bangsa tersebut dalam kurun sejarah tertentu, kita dapat bercermin pada pemimpinnya dan bagaimana pemimpin tersebut menempa serta mengorganisasi bangsanya. Tokoh sentral bangsa Mongol pada abad ke-13 M adalah Jengis Khan serta anak cucunya yang perkasa seperti Ogothai, Batu, Hulagu dan Kubilai Khan. Jenghis telah berhasil memimpin bangsa Mongol menaklukkan daratan Asia yang menyebabkan keturunannya memerintah dan menguasai negeri-negeri yang ditaklukkannya itu selama berabad-abad. Dialah yang menempa bangsa Mongol menjadi bangsa yang tangguh, berani dan nekat.
Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia, yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia Utara, Tibet Selatan, dan Manchuria Barat serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar, Tatar dan Mongol. Kedua putra itu melahirkan dua suku bangsa besar, Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak yang bernama Ilkhan, yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol di kemudian hari.[3]
Dalam rentang waktu yang panjang, kehidupan bangsa Mongol sangat sederhana. Pola kehidupan mereka berpindah-pindah sambil mendirikan tenda, menggembala kambing dan hidup dari hasil buruan. Mereka juga hidup dari hasil perdagangan tradisional, yakni mempertukarkan kulit binatang dengan sesama mereka atau dengan bangsa Turki dan Cina. Sebagaimana umumnya bangsa Nomad, orang-orang Mongol memiliki watak yang kasar, suka berperang, dan berani menghadang maut untuk mencapai keinginannya. Namun, mereka sangat patuh kepada pemimpinnya. Mereka menganut agama Syamaniah (Syamanism), menyembah bintang-bintang, dan sujud kepada matahari.[4]
Kemajuan bangsa Mongol terjadi pada masa kepemimpinan Yasugi Bahadur Khan atau Yasugei. Yasugei adalah seorang Khan (raja) yang berhasil menyatukan dan mengepalai 13 kelompok suku Borjigin, salah satu suku utama Mongol – Turk yang paling berani dan gagah perkasa.[5]  Sebagai Khan kecil, Yasugei tunduk kepada Khan yang lebih tinggi, Utaq Khan. Istrinya bernama Holun, dari suku Olkhunut. darinya lahirlah seorang putra yang kemudian diberi nama Temujin. Saat Berumur 9 tahun, Temujin dikirimkan keluar dari sukunya karena ia akan dijodohkan dengan Borte, putri Onggirat.[6]

Ketika Temujin berusia 13 tahun terjadilah perebutan kekuasaan dalam suku Borjigin. Ayahnya mati terbunuh disebabkan panah beracun Dario salah seorang lawan politiknya. Karena masih muda, Temujin tidak diakui sebagai pengganti ayahnya. Malah keselamatan diri, ibu dan adik-adiknya terancam. Karena alasan tersebut, mereka melarikan diri dan mendapat perlindungan dari salah seorang saudaranya dari suku Nainan. Pada tahun 1182, Temujin menjadi remaja yang tangkas serta berani, dan berhasil mempersunting salah seorang putri keluarga terkemuka suku itu, yaitu Bortai. Bortai mendampingi Temujin hingga akhir hayat dan setia mengikuti suaminya di medan-medan peperangan.
Bakat Temujin sebagai pemimpin telah kelihatan pada waktu dia berusia 20 tahun. Segala bentuk ilmu perang dipelajarinya, begitu pula ketangkasan dalam menunggang kuda dan penggunaan segala jenis senjata perang. Secara diam-diam dia mengumpulkan para pengikut ayahnya dan melatih mereka dengan disiplin keras. Pada waktu yang tepat diapun menyerang bekas lawan politik ayahnya dan berhasil merebut kembali kedudukannya sebagai Khan suku Borjigin. Tidak berapa lama setelah itu dia berhasil pula menyatukan suku-suku Mongol dan Turk yang terpencar-pencar di wilayah antara sungai Dzungaria dan Irtish. Pada tahun 1202 Hurathai, majelis besar suku-suku Mongol, memberi pengakuan kepada Temujin sebagai Khan (raja) seluruh orang Mongol dengan gelar Jengis Khan.[7] artinya Raja diraja yang dalam bahasa Arab disebut sayyid al-mutlaq.
Salah satu faktor keberhasilan Jengis Khan ialah kebengisan dan kekejamannya dalam memperlakukan lawan-lawan politik yang dikalahkannya. Apabila pihak lawan telah ditundukkan, para pemimpinnya lantas ditangkap dan kemudian diperlakukan secara kejam. Pengangkatannya sebagai Khan (raja) besar bangsa Mongol serta dukungan pasukan tentara yang kuat, mendorong Jengis Khan mulai berpikir untuk menaklukkan negeri-negeri sekitar, seperti: China, Khawarizmi di Asia Tengah,  Persia, India, India Utara serta Eropa Timur.
Jengis Khan mulai melatih lebih keras tentaranya, merekrut sebanyak-banyaknya orang Mongol dari berbagai suku dan mengorganisasikannya menjadi kekuatan militer yang besar. Tentaranya dilatih dengan disiplin keras. Teknik-teknik terror dan kekejaman yang canggih juga diajarkan. Percobaan pertama untuk menguji kekuatan dan keunggulan tentaranya ialah menyerbu Cina Utara yang dikuasai bangsa Kin. Alasannya: bangsa Kin sering menyerang bangsa Mongol (Tartar) karena menganggap mereka bangsa biadab. Sudah banyak pemimpin Mongol yang dibunuh secara kejam.[8] Ratusan tahun orang Mongol menyimpan dendam itu.
Dalam serbuan yang dipimpin Temujin, tentara Mongol dengan sangat mudah menundukkan Cina Utara. Penduduk dan pemimpin mereka dibunuh, kecuali orang cerdik pandai, seniman, perajin, sastrawan, guru, ahli bahasa, rohaniawan, dokter, ahli sejarah dan pakar strategi perang. Keberadaan mereka sangat penting untuk melatih dan mendidik orang Mongol untuk menjadi bangsa yang beradab.
Sebagai seorang tokoh, Jengis Khan mempunyai idola yang ikut membentuk kepribadia nnya. Idolanya adalah tokoh utama cerita rakyat Mongol bernama Kutula Khan.[9] Kepada seorang jenderalnya, Jengis Khan pernah bertanya: “Apakah kebahagiaan terbesar dalam hidup ini, menurut pendapatmu? “Jenderalnya menjawab: “Berburu di musim semi, mengendarai seekor kuda yang tangkas dan bagus! “Bukan!” Jawab Jengis Khan. “Kebahagiaan terbesar adalah menaklukkan musuh, mengejar mereka sampai tertangkap, kemudian merampas harta milik mereka, memandangi kerabat dekat mereka meratap dan menjerit-jerit, menunggangi kuda-kuda mereka, memeluk istri serta anak-anak gadis mereka dan memperkosanya.”[10] Ogatai, salah seorang putranya, mempraktekkan apa yang dikatakan ayahnya. Bila berhasil menaklukkan suatu wilayah, dia akan memerintahkan ratusan gadis berbaris dan kemudian memilih yang paling cantik untuknya. Berikutnya untuk para jenderalnya dan selebihnya untuk prajurit yang lebih rendah pangkatnya.
Amir Khusraw penyair Persia abad ke-13, mengambarkan orang-orang Mongol sebagai berikut: “Mereka mengendarai unta dan kuda dengan tangkas, tubuh mereka bagaikan besi, wajah membara, tatapan muka garang, leher pendek, telinga lebar berbulu dan memakai anting-anting, kulitnya kasar penuh kutu dan baunya amat tidak sedap”. Penulis lainnya mengatakan bahwa mereka seperti keturunan anjing, wajah rajanya seperti binatang buas dan berkata bahwa Tuhan mencipta mereka dari api neraka. Sejarawan Ibn ‘Athir melaporkan ketika Bukhara diserbu, 30 ribu tentara kerajaan Khawarizmi tidak berkutik menghadapi keganasan dan kebengisan mereka. Juwayni sejarawan abad ke-13 lainnya, “Jengis Khan naik ke atas mimbar masjid dan mengaku sebagai cemeti Tuhan yang diutus untuk menghukum orang-orang yang penuh dosa.” [11]
Guna menyempurnakan moral masyarakatnya, Jengis Khan membuat Undang-Undang, yakni Alyasak atau Alyasah,[12] yang isinya antara lain: ”Penetapan hukuman mati bagi pelaku perzinaan, orang yang berbohong, mempraktekkan magic, mata-mata, membantu salah satu pihak yang  berselisih, memberi makan atau pakaian kepada tawanan perang tanpa izin, serta orang yang gagal menangkap budak belian yang melarikan diri”.
B. Penaklukan-Penaklukan Bangsa Mongol.
Setelah pasukan perangnya terorganisasi dengan baik, Jengis Khan bergerak memperluas wilayah kekuasaannya dengan melakukan penaklukan terhadap daerah-daerah lain. Serangan pertama diarahkan ke kerajaan Cina. Ia berhasil menduduki Peking 1215 M. Sasaran selanjutnya adalah negeri-negeri Islam. Saat tentara Mongol menuju Turki dan Ferghana, lalu ke Samarkand, mereka mendapat perlawanan dari Sultan Ala Al-Din di Turkistan, sehingga mereka kembali ke negerinya.
Namun, sepuluh tahun kemudian mereka kembali masuk Bukhara, Samarkand, Khurasan, Hamadzan, Quzwain, sampai perbatasan Irak. Saat itu perlawanan pasukan Khawarzmi berhasil mereka patahkan dengan mudah serta sultan Ala al-Din pun tewas dalam pertempuran di Mazindaran tahun 1220 M. Ia  digantikan putranya, Jalal al-Din yang kemudian melarikan diri ke India. Di setiap daerah yang ditaklukkannya, pasukan Mongol melakukan pembunuhan besar-besaran. Bangunan-bangunan indah dihancurkan, sekolah, masjid dan gedung-gedung lainnya dibakar.
Awal permusuhan dan peperangan bangsa Mongol dengan negeri Islam bermula dari peristiwa tahun 1212 M. Suatu hari tiga orang saudagar Bukhara bersama puluhan rombongannya tiba di wilayah Mongol dan menuju ibukota Karakorum. Entah mengapa, orang-orang Mongol menangkap mereka dan kemudian menyiksanya. Sedangkan barang dagangannya dirampas. Tidak lama setelah peristiwa itu, Jengis Khan mengirim 50 orang saudagar Mongol untuk membeli barang dagangan di Bukhara. Atas perintah Amir Bukhara Gayur Khan, mereka ditangkap dan dihukum mati. Jengis Khan marah dan merancang penyerbuan ke kerajaan Khawarizmi dan negeri-negeri lainnya di Asia Tengah. Penyerbuan itu baru terlaksana pada tahun 1219 M, hanya selisih tiga tahun setelah tentara Mongol menaklukkan seluruh wilayah Cina.[13]
Saat kondisi fisiknya mulai lemah, Jengis Khan membagi wilayah kekuasaannya menjadi empat bagian kepada putra-putranya; Juchi, Chagatai, Ogotai, dan Tuli. Chagatai berusaha menguasai kembali daerah-daerah Islam yang pernah ditaklukkan dan berhasil merebut Illi, Ferghana, Ray, Hamazan, dan Azerbaijan. Tuli Khan menguasai Khurasan dan Irak. Setelah meninggal, ia digantikan oleh putranya, Hulagu Khan.
Pada tahun 1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Mu’tashim tidak mampu membendung “topan” tentara Hulagu Khan. Pada saat kritis tersebut, wazir khalifah al-‘Alqami mengambil kesempatan menipu khalifah dengan mengatakan, “Saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Hulagu Khan berjanji akan tetap menghormati khalifah, bahkan ia berkeinginan untuk mengawinkan putrinya dengan putra tuanku, Amir Abu Bakar! Ia tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan.” [14]
Mempercayai informasi tersebut, Khalifah al-Mu’tashim bersama seluruh pembesar kerajaan dan hakim, serta keluarga mereka yang berjumlah 3000 orang keluar menemui Hulagu. Awalnya mereka disambut dengan ramah, tetapi setelah itu mereka kemudian dibantai habis, termasuk wazir al-‘Alqami. Namun sebelum memancung wazir, Hulagu Khan berkata: “Kamu pantas mendapat hukuman berat karena berkhianat kepada orang yang telah memberimu kedudukan istimewa”. [15]
Selama 40 hari pasukan Hulagu membunuh, menjarah, memperkosa wanita dan membakar. Rumah-rumah ibadah dihancurkan. Bayi dalam gendongan dibantai bersama ibu mereka. Wanita hamil ditusuk perutnya. Kota Baghdad dihancurkan rata dengan tanah. Maka sejak saat itu, berakhirlah kekuasaan Abbasiyah. Baghdad dan daerah-daerah taklukkan Hulagu selanjutnya diperintah oleh dinasti Ilkhan. Ilkhan adalah gelar yang diberikan kepada Hulagu.[16]
Dengan demikian, umat Islam dipimpin oleh seorang raja (Hulagu) yang beragama Syamanism. Setelah meninggal tahun 1265 M, Hulagu digantikan oleh Anaknya, Abaga – berkuasa antara 1265-1282 M – yang beragama Kristen. Lalu digantikan oleh Ahmad Teguder (1282-1284 M). Karena beragama Islam, dia ditentang oleh para pembesar kerajaan. Dia kemudian ditangkap dan dibunuh oleh Arghun yang menggantikannya menjadi raja (1284-1291 M).[17]  Ia adalah raja yang sangat kejam terhadap umat Islam. Mahmud Ghazan (1295-1304 M), raja yang ketujuh dan raja-raja yang berkuasa setelahnya semuanya adalah pemeluk agama Islam. Di masa mereka, Islam meraih kemenangan yang sangat besar terhadap agama Syamanism. Sejak itu pula, orang-orang Persia mendapatkan kemerdekaannya kembali.[18]
C. Penyerbuan-Penyerbuan Timur Lenk.
Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderita dan berusaha bangkit dari kehancuran akibat serangan bangsa Mongol, malapetaka yang tidak kurang dahsyatnya datang kembali, yaitu serangan yang juga dari keturunan bangsa Mongol. Berbeda dari Hulagu Khan dan keturunannya pada dinasti Ilkhan, penyerang kali ini sudah masuk Islam, tetapi sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Serangan itu dipimpin oleh Timur Lenk, yang berarti Timur si Pincang. Dia berhasil menaklukkan Tughluk Temur dan Ilyas Khoja, dan kemudian dia juga melawan Amir Hussain (iparnya sendiri). Selanjutnya dia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut Jagati dan Turunan Jengis Khan.[19] 
Timur Lenk lahir di Kesh (sekarang Khakhrisyabz, "kota hijau", Uzbekistan), sebelah selatan Samarkand di Transoxiana, pada tanggal 8 April 1336 M/25 Sya'ban 736 H. Ayahnya bernama Taragai, kepala suku Barlas, keturunan Karachar Noyan yang menjadi menteri dan kerabat Jagatai, putera Jengis Khan. Suku Barlas mengikuti Jagatai mengembara ke arah barat dan menetap di Samarkand. Taragai menjadi gebernur Kesh. Keluarganya mengaku keturunan Jengis Khan sendiri.­[20]
Sejak usia masih sangat muda, keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa sudah terlihat. Ia sering diberi tugas untuk menjinakkan kuda-kuda binal yang sulit ditunggangi dan memburu binatang-binatang liar. Sewaktu berumur 12 tahun, ia  sudah terlibat dalam banyak peperangan dan menunjukkan kehebatan dan keberanian yang mengharumkan namanya. Sejarah keperkasaannya bermula setelah Jagatai wafat, masing-masing Amir melepaskan diri dari pemerintahan pusat. Timur Lenk mengabdikan diri pada Gubernur Transoxiana, Amir Qazaghan. Ketika datang serbuan Tughluq Temur Khan (Moghulistan), Timur Lenk bangkit memimpin perlawanan kaumnya. Melihat keberanian dan kehebatannya, Tughluq Temur menawarkan jabatan gubernur di negeri kelahirannya. Tawaran itu diterima. Tetapi, setahun setelah pengangkatannya (1361 M), Tughluq Temur mengangkat puteranya, Ilyas Khoja menjadi gubernur Samarkand dan Timur Lenk menjadi wazirya. Tentu saja Timur Lenk menjadi berang. Ia segera bergabung dengan cucu Qazaghan, Amir Husain, mengangkat senjata memberontak terhadap Tughluq Temur.[21]
Timur Lenk berhasil mengalahkan Tughluq Temur dan Ilyas Khoja. Setelah itu ambisi Timur Lenk untuk menjadi raja besar segera muncul. Karena itulah, ia kemudian memaklumkan perang melawan Amir Husain (iparnya). Ia berhasil mengalahkan dan membunuh Amir Husain di Balkh. Setelah itu, ia memproklamirkan diri sebagai penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut Jagatai keturunan Jengis Khan. Pada 10 April 1370 M, sepuluh tahun pertama pemerintahannya, ia berhasil menaklukkan Jata dan Khawarizm dalam sembilan ekspedisi.
Setelah Jata dan Khawarizm ditaklukkan, kekuasaannya mulai kokoh. Timur Lenk mulai menyusun rencana untuk mewujudkan ambisinya menjadi penguasa besar, dan berusaha menaklukkan daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Jengis Khan. Ia berkata, "Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka di bumi seharusnya hanya ada seorang raja".
Pada tahun 1381 M, ia menaklukkan Khurasan. Setelah itu menyerbu ke arah Herat. Ia terus melakukan serangan dan berhasil menduduki Afghanistan, Persia, Fars dan Kurdistan. Di setiap negeri yang ditaklukkannya, ia membantai penduduknya. Di Sabzawar, Afghanistan, ia membangun menara yang disusun dari 2000 mayat manusia yang dibalut dengan batu dan tanah liat. Di Isfa, ia membantai lebih kurang 70.000 penduduk. Kepala-kepala dari mayat-mayat itu dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi menara. Dari sana ia melanjutkan ekspansinya ke Irak, Syria dan Anatolia (Turki). Tahun 1393 M, ia menghancurkan dinasti Muzhaffari di Fars dan membantai amir-amirnya. Tahun itu pula Baghdad dijarahnya, dan setahun kemudian ia berhasil menduduki Mesopotamia. Penguasa Baghdad saat itu, Sultan Ahmad Jalair, melarikan diri ke Syria. Ia kemudian menjadi Vassal dari Sultan Mesir, al-Malik al-Zahir Barquq. Penguasa dinasti Mamalik yang berpusat di Mesir ini adalah satu-satunya raja yang tidak berhasil ditundukkannya. Utusan-utusan Timur Lenk yang dikirim ke Mesir untuk perjanjian damai, sebagian dibunuh dan sebagian lagi diperhinakan, kemudian disuruh pulang ke Timur Lenk.[22]

Karena Sultan Barquq tidak mau mengekstradisi Ahmad Jalair yang berada dalam perlindungannya, Timur Lenk kemudian melancarkan invasi ke Asia Kecil menjarah kota, Takrit, Mardin dan Amid. Di Takrit, kota kelahiran Salahuddin al-Ayyubi, ia membangun sebuah piramida dari tengkorak kepala korban-korbannya. Pada tahun 1395 M, ia menyerbu daerah Qipchak. Kemudian menaklukkan Moskow yang didudukinya selama lebih dari setahun. Tiga tahun kemudian ia menyerang India. Di India Utara, ia membantai 80.000 Penduduka New Delhi.[23]  
Dalam rangka pembangunan masjid di Samarkand, ia kemudian mempekerjakan 90 ekor gajah untuk mengangkat batu-batu besar dari Delhi ke Samarkand. Setelah fondasi masjid dibangun, tahun 1399 M, Timur Lenk berangkat memerangi Sultan Mamalik di Mesir yang membantu Ahmad Jalair, penguasa Mongol di Baghdad yang lari ketika ia menduduki kota itu sebelumnya, dan memerangi Kerajaan Usmani di bawah Sultan Bayazid I. Dalam perjalanannya itu, ia menaklukkan Georgia. Di Sivas, Anatolia sekitar 4000 tentara Armenia dikubur hidup-hidup untuk memenuhi sumpahnya bahwa darah tidak akan tertumpah bila mereka menyerah.[24]
Pada tahun 1400 M ia memasuki daerah Syria bagian utara. Tiga hari lamanya Aleppo dihancurleburkan. Kepala dari 20.000 penduduk dibuat piramida setinggi 10 hasta dan kelilingnya 20 hasta dengan wajah mayat menghadap keluar. Banyak bangunan seperti sekolah dan masjid yang berasal dari zaman Nuruddin Zanki dan Ayyubi dihancurkan. Hamah, Hims dan Baklabak jatuh ketangannya. Pasukan Sultan Faraj dari Kerajaan Mamalik dapat dikalahkannya dalam suatu pertempuran dahsyat sehingga Damaskus jatuh ke tangannya tahun 1401 M. Akibat peperangan itu masjid Umayyah yang bersejarah rusak berat tinggal dinding-dindingnya saja yang masih tegak. Ia memerintahkan ulama yang menyertainya untuk mengeluarkan fatwa membenarkan tindakan-tindakannya itu. Dari Damaskus penakluk liar ini kembali bergerak menuju Baghdad untuk membalas dendam atas kematian beberapa pejabatnya, dan melakukan pembantaian besar-besaran terhadap 20.000 penduduk, kemudian memenuhi kota dengan sekitar 120 tumpukan kepala korban-korban keganasannya.[25]
Kerajaan Usmani, oleh Timur Lenk dipandang sebagai tantangan terbesar, karena kerajaan ini menguasai banyak daerah bekas imperium Jengis Khan dan Hulagu Khan. Bahkan, Sultan Bayazid, penguasa tertinggi kerajaan ini sebelumnya berhasil meluaskan daerah kekuasaannya ke daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh Timur Lenk. Karena itu Timur Lenk sangat berambisi mengalahkan kerajaan ini. Ia mengerahkan bala tentaranya untuk memerangi tentara Bayazid I. Di Sivas terjadi peperangan hebat antara kedua pasukan itu. Timur Lenk keluar sebagai pemenang dan putera Bayazid I, Erthugrul, terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Pada tahun 1402 M terjadi peperangan yang menentukan di Ankara. Tentara Usmani kembali menderita kekalahan, sementara Sultan Bayazid sendiri tertawan ketika hendak melarikan diri dan akhirnya meninggal dalam tawanannya. Timur Lenk melanjutkan serangannya ke Broessa, ibu kota lama Turki, dan Syria. Setelah itu ia kembali ke Samarkand untuk merencanakan invasi ke Cina. Namun, di tengah perjalanan, tepatnya di Otrar, ia menderita sakit yang membawa kepada kematiannya. Ia meninggal tahun 1404 M, dalam usia 71 tahun. Jenazahnya dibawa ke Samarkand untuk dimakamkan dengan upacara kebesaran.[26]
Sekalipun ia terkenal sebagai penguasa yang sangat ganas dan kejam terhadap para penentangnya, sebagai muslim Timur Lenk tetap memperhatikan pengembangan Islam. Bahkan dikatakan, ia seorang yang saleh. Konon, ia adalah penganut Syi'ah yang taat dan menyukai tasawuf tarekat Naqsyabandiyyah. Dalam setiap perjalanannya ia selalu membawa serta ulama-ulama, sastrawan dan seniman. Ulama dan ilmuwan dihormatinya. Ketika berusaha menaklukkan Syria bagian utara, ia menerima dengan hormat sejarawan terkenal, Ibnu Khaldun yang diutus Sultan Faraj untuk membicarakan perdamaian. Kota Samarkand diperkayanya dengan bangunan-bangunan dan masjid yang megah dan indah. Di masa hidupnya kota Samarkand menjadi pasar internasional, mengambil alih kedudukan Baghdad dan Tabriz. Ia datangkan tukang-tukang yang ahli, seniman-seniman ulung, pekerja-pekerja yang pandai dan perancang-perancang bangunan dari negeri-negeri taklukannya; Delhi, Damaskus dan lain-lain. Ia meningkatkan perdagangan dan industri di negerinya dengan membuka rute-rute perdagangan yang baru antara India dan Persia Timur. Ia berusaha mengatur administrasi pemerintahan dan angkatan bersenjata dengan cara-cara rasional dan berjuang menyebarkan Islam.[27]
Setelah Timur Lenk meninggal, dua orang anaknya, Muhammad Jehanekir dan Khalil, berperang memperebutkan kekuasaan. Khalil (1404-1405 M) keluar sebagai pemenang. Akan tetapi, ia hidup berfoya-foya menghabiskan kekayaan yang ditinggalkan ayahnya. Karena itu saudaranya yang lain, Syah Rukh (1405-144 7 M), merebut kekuasaan dari tangannya. Syah Rukh berusaha mengembalikan wibawa kerajaan. Ia seorang raja yang adil dan lemah lembut. Setelah wafat, ia diganti oleh anaknya Ulugh Bey (1447-1449 M), seorang raja yang alim dan sarjana ilmu pasti. Namun, masa kekuasaannya tidak lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh anaknya yang haus kekuasaan, Abdal-Latif (1449- 1450 M). Raja besar dinasti Timuriyah yang terakhir adalah Abu Sa'id (1452-1469 M). Pada masa inilah kerajaan mulai terpecah belah. Wilayah kerajaan yang luas itu diperebutkan oleh dua suku Turki yang baru muncul ke permukaan, Kara Koyunlu (domba hitam) dan Ak Koyunlu (domba putih). Abu Sa'id sendiri terbunuh ketika bertempur melawan Uzun Hasan, penguasa Ak Kdyunlu.28



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.  Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia, yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia Utara, Tibet Selatan, dan Manchuria Barat serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar, Tatar dan Mongol yang melahirkan dua suku bangsa besar, Tartar dan Mongol. Tokoh sentral bangsa Mongol adalah Temujin, putra Yasugi Bahadur Khan atau Yasugei. Pada tahun 1202 Hurathai, majelis besar suku-suku Mongol, memberi pengakuan kepada Temujin sebagai Khan (raja) seluruh orang Mongol dengan gelar Jengis Khan, yang artinya Raja diraja.
2.  Persengketaan bangsa Mongol dengan negeri Islam diawali peristiwa penangkapan dan pembunuhan tiga saudagar Bukhara yang kemudian dibalas oleh Amir Bukhara Gayur Khan. Jengis Khan marah kemudian menyerbu kerajaan Khawarizmi dan negeri-negeri lainnya di Asia Tengah. Saat fisiknya mulai lemah, Jengis Khan membagi wilayah kekuasaannya kepada empat orang putranya, yaitu; Juchi, Chagatai, Ogotai, dan Tuli. Hulagu Khan putra Tuli Khan,tahun 1258 M, dengan tentara yang berkekuatan 200.000 orang menyerbu Baghdad. Khalifah Al-Mu’tashim tidak mampu membendungnya. Sehingga khilafah Abbasiyah pun jatuh dan berakhir pula sejarah keemasan Islam.
3.  Timur Lenk merupakan keturunan Mongol yang sudah masuk Islam. sejarah keperkasaannya bermula kala ia bangkit memimpin perlawanan untuk membela nasib kaumnya yang  tertindas atas serbuan Tughluq Temur Khan. Ia kemudian diangkat menjadi gubernur di negeri kelahirannya. Setahun setelah itu, ia digantikan oleh Ilyas Khoja. Timur Lenk berang dan memberontak. Dia kemudian mengklaim dirinya sebagai penguasa Transoxania.  Di setiap negeri yang ditaklukkannya ia membangun menara yang disusun dari kepala manusia yang dibantainya. Layaknya badai topan, Timur Lenk menyapu bersih setiap negeri yang dimasukinya. Di antara kekejamannya, yakni membantai lebih kurang 80.000 penduduk New Delhi, mengubur hidup-hidup sekitar 4000 tentara Armenia, membunuh 20.000 penduduk Aleppo dan menghancurkan kotanya.
Sekalipun ia terkenal sebagai penguasa yang sangat ganas dan kejam terhadap para penentangnya, sebagai muslim Timur Lenk tetap memperhatikan pengembangan Islam. Dia disebut sebagai penganut Syi’ah dan menyukai tarekat Naksyabandiyah. Dari beberapa negeri yang ditaklukkannya, ia bawa para sarjana, pekerja handal, dan para perajin ahli ke Samarkand, untuk menanamkan benih-benih pengetahuan Islam dan memperkenalkan beberapa industri kerajinan.


DAFTAR PUSTAKA
Hamka.  Sejarah Umat Islam. III. Jakarta: Bulan Bintang, 1981
Hassan, Hassan Ibrahim. Tarikh al-Islam. Juz. IV (Kairo: Maktabah Al-Nahdhah al-Mishriyah, 1979.
Hitti, Philip K. History Of The Arabs; From the Earliest Times to the Present. terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Cet. I; Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2008
Khan, Jengis. http://e-smartschool.co.id (2 Nopember 2009)
Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Cet. I; Jakarta : Logos, 1997
Nasution, Harun. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Jilid 1. Cet. V ; Jakarta: UI Press, 1985
Saleh, Bahrum. ”Jengis Khan dan Hancurnya Sebuah Peradaban.” USU Digital Library, 2003. http://www.Google.co.id. Pdf (31 Oktober 2009).
Saleh, Rahmad. Serangan Serangan Mongol. http://hitsuke.blogspot.com.
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Cet. I; Bogor: Kencana, 2003
Wei, Chen In. Sejarah dari Genghis Khan. Pdf (11 Februari 2009).
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Edisi I. Cet. 21 ; Jakarta: Rajawali Pers, 2008.


[1]Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam (Cet. I: Bogor: Kencana, 2003), h. 54-55
[2]Philip K. Hitti, History Of The Arabs; From the Earliest Times to the Present, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (Cet. I: Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2008), h. 616
[3]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam. Edisi I, (Cet. 21: Jakarta: Rajawali Pers, 2008),        h. 111
[4]Ibid., h. 112. Lihat jugaHassan Ibrahim Hassan, Tarikh al-Islam, Juz. IV (Kairo: Maktabah Al-Nahdhad al-Mishriyah, 1979), h. 132
[5]Ibid.
[6]Bertold Spuler, History of the Mongols; Based on Eastern and Western Accounts of the Thirteenth and Fourteenth Centuries (London: Routledge &Kegan Paul Ltd, 1972), h. 17
[7]Ibid., h. 21
[8]Bahrum Saleh, ”Jengis Khan dan Hancurnya Sebuah Peradaban.” USU Digital Library, 2003. http://www.Google.co.id. Pdf (31 Oktober 2009).
[9]Kutula Khan adalah tokoh mitologi bangsa Mongol yang berbadan mirip raksasa serta memiliki kemampuan luar biasa. http://www.Google.co.id. USU Digital Library, 2003.
[10]Bahrum Saleh, Loc. Cit.
[11]Philip K. Hitti, Op. Cit., h. 614
[12]Bahrum Saleh, Op. Cit. h. 112
[13]Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Cet. I : Jakarta : Logos, 1997), h. 127. Lihat pula, Jengis Khan, http://e-smartschool.co.id. Juga CheningWei, Sejarah dari Genghis Khan.
[14]Badri Yatim, Op. Cit., h. 114
[15]Ibid.
[16]Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Jilid 1 (Cet. V: Jakarta: UI Press, 1985), h. 80 Lihat Juga, Rahmad Saleh, Serangan Serangan Mongol, http://hitsuke.blogspot.com.
[17]Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), h. 307
[18]Badri Yatim, Op. Cit., h. 116-117
[19]Ibid., h. 118
[20]Pustaka CyberMQ, Serangan Serangan Mongol (masa Kemunduran), Http://M.Cybermq. Com. (17 Oktober 2009)
[21]Ibid.
[22]Hamka, Sejarah Umat Islam, III (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), h. 53
[23]Philip K. Hitti, Op. Cit., h. 896
[24]Badri Yatim, Op. Cit., h. 121
[25]Phillip K. Hitti, Loc. Cit.
26Badri Yatim, Op. Cit., h. 122. Versi Phillip K. Hitti menyebutkan bahwa Timur Lenk meninggal dalam pertempuran melawan pasukan Cina.
27Ibid., h. 122-123
28Hamka, Op. Cit., h. 57

FACEBOOK COMENT

ARTIKEL SEBELUMNYA

 
Blogger Templates