BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara
sosiologis, hukum merupakan refleksi tata nilai yang diyakini masyarakat
sebagai suatu pranata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Itu berarti, muatan hukum selayaknya mampu
menangkap aspirasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang, bukan hanya yang
bersifat kekinian, melainkan juga sebagai acuan dalam mengantisipasi
perkembangan sosial, ekonomi dan politik.[1]
Keluarga
merupakan sebuah unit sosial terkecil dalam masyarakat dan nikah adalah institusi dasarnya. Nikah merupakan sebuah media yang akan
mempersatukan dua insan dalam sebuah rumah tangga dan satu-satunya ritual
pemersatu diakui secara resmi dalam hukum kenegaraan maupun hukum agama. Nikah adalah akad yang menjadikan halalnya
hubungan seksual antara seorang lelaki
dan seorang wanita, saling tolong-menolong di antara keduanya serta menimbulkan
hak dan kewajiban antara keduanya.[2] Sedangkan dalam
undang-undang R. I No. 1 tahun 1974 tentang nikah disebutkan
bahwa:
“Nikah adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa),”[3]
Dari
kedua pengertian di atas dapat dipahami bahwa nikah berakibat adanya hak dan kewajiban
antara suami isteri serta bertujuan mengadakan pergaulan yang dilandasi
tolong-menolong, di samping itu juga bertujuan sebagai sarana untuk
menghasilkan keturunan yang dapat menjamin kelangsungan eksistensi manusia di
permukaan bumi.[4]
Lebih dari itu, ajaran Islam dengan seperangkat aturannya, nikah bertujuan untuk meraih keteraturan
dalam berketurunan dalam rangka menjaga harkat dan martabat kemuliaan manusia
dan hal ini merupakan salah satu dari tujuan islam diturunkan.[5]
Begitu
mulianya lembaga nikah sehingga
diatur sedemikian rupa oleh agama maupun oleh negara, walau sampai hari ini
masih dijumpai pelanggaran-pelanggaran yang secara sadar atau tidak dilakukan
oleh sebagian orang, khususnya umat Islam mengenai nikah siri dan berbagai bentuk penyimpangan
dan pelanggaran lainnya terhadap sistem nikah khususnya
di Indonesia seperti nikah usia
dini dan nikah kontrak.
Nikah siri dalam konteks masyarakat sering
dimaksudkan dalam dua pengertian. Pertama, nikah yang dilaksanakan dengan
sembunyi-sembunyi,
tanpa mengundang orang luar selain dari kedua keluarga mempelai. Kemudian tidak
mendaftarkan perkawinannya kepada Kantor Urusan Agama (KUA) sehingga nikah mereka tidak mempunyai legalitas formal
dalam hukum positif di Indonesia sebagaimana yang diatur dalam undang-undang
perkawinan. Kedua, nikah yang dilakukan sembunyi-sembunyi oleh sepasang
laki-perempuan tanpa diketahui oleh kedua pihak keluarganya sekalipun. Bahkan
benar-benar dirahasiakan sampai tidak diketahui siapa yang menjadi wali dan
saksinya.[6]
Pada prinsipnya, selama nikah siri itu memenuhi rukun dan syarat nikah yang disepakati ulama, maka dapat dipastikan hukum
nikah itu pada dasarnya sudah sah. Hanya saja
bertentangan dengan perintah Nabi saw, yang menganjurkan agar nikah itu terbuka dan diumumkan kepada orang lain agar
tidak menjadi fitnah.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas,
maka fokus pembahasan dalam makalah ini, yaitu:
1.
Bagaimana Takhri>j
Hadis tentang Nikah Siri?
2.
Bagaimana
Pandangan Ulama tentang Nikah Siri?
3.
Apa Rukun dan
Syarat Nikah Siri?
4.
Bagaimana Syarah
Hadis tentang Nikah Siri?