BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Aliran Khawarij
adalah suatu kelompok yang awal mulanya adalah para pengikut Ali Bin Abi
Thalib. Namun mereka keluar meninggalkan barisannya karena tidak sepakat dengan
sikap khalifah Ali terhadap keputusan yang menerima arbitrase atau tahkim dalam
perang Siffin dengan kelompok pemberontak Mu’awiyah Bin Abi Sofyan. Kelompok
ini pada mulanya memandang Ali Bin Abi Thalib dan pasukannya sebagai pihak yang
benar karena Ali adalah khalifah yang sah dan telah dibai’at mayoritas kaum
muslimin, sementara Mu’awiyah berada dipihak yang salah karena melakukan
pemberontakan kepada khalifah yang sah.
Pada perang tersebut pasukan khalifah Ali
Bin Abi Thalib hampir memproleh kemenangan, tetapi karena Ali menerima ajakan
damai dari Mu’awiyah, maka kemenangan yang hampir diraih itu menjadi hilang. Hal
inilah yang memunculkan ketidak puasan dari sebagian pendukung Ali dan akhirnya
merekapun keluar dari pasukan itu. Kemudian muncullah semboyan,”La hukma illa lillah” (tidak ada hukum kecuali untuk Allah).
Persoalan yang tadinya hanya persoalan khilafah dan tahkim kemudian merambah
kepersoalan keyakinan dan kepercayaan.[1]
Sebagai akibat dari penyelesaian
tahkim ini, timbullah dua golongan Syiah dan Khawarij. Khawarij memandang
orang-orang yang terlibat dalam tahkim termasuk pelaku dosa besar dan telah
menjadi kafir.
Dalam suasana pertentangan
inilah, menyebabkan timbulnya suatu golongan baru yaitu Murji’ah yang ingin
bersifat netral tidak mau turut dalam praktek kafir- mengkafirkan. Bagi mereka
sahabat-sahabat itu merupakan orang-orang yang dapat dipercaya dan tidak keluar
dari jalan yang benar. Oleh karena itu mereka tidak mengeluarkan pendapat
tentang siapa yang sebenarnya salah dan memandang lebih baik menunda
penyelesaian persoalan inin kehari perhitungan di depan Allah[2].
Untuk memberikan penjelasan
secara faktual maka pada makalah ini akan dibahas tentang kedua golongan
tersebut.
B.
Rumusan dan Batasan Masalah
Untuk lebih mengenal dan memahami kedua
aliran ini, maka perlu diuraikan lebih lanjut, namun penulis akan merumuskan
dan membatasi makalah ini dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.
Bagaimana
sejarah lahirnya aliran Khawarij dan Murji’ah ?
2. Bagaimanakah ajaran-ajaran pokok serta sekte-sekte dari aliran Khawarij dan Murji’ah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Khawarij
1. Sejarah lahirnya Khawarij
Sepeninggal Nabi Muhammad saw, maka kursi
kepemimpinan dipegang oleh khalifah. Pada pemerintahan khalifah pertama dan
kedua, Abu Bakar dan Umar Bin Khattab dan awal pemerintahan Usman Bin Affan dapat
dikatakan tidak ada persolan yang mendasar. Memasuki tahun ke tujuh dari
pemerintahan Usman, barulah muncul rasa tidak puas dari berbagai pihak akibat
dari tindakan-tindakan politik yang dijalankan oleh khalifah. Gejolak yang
ditimbulkan oleh rasa tidak puas ini berakhir dengan terbunuhnya khalifah Usman
Bin Affan[3].
Sepeninggal Usman, tampillah
Ali Bin Abi Thalib sebagai khalifah yang keempat. Namun ia segera mendapat
tantangan dari tokoh-tokoh yang juga ingin menjadi khalifah,. Terutama Talhah
dan Zubeir dari Mekkah yang mendapat sekongan dari Aisyah. Dalam pertempuran
melawan mereka di Irak pada tahun 655 M, Talhah dan Zubeier terbunuh sedangkan
Aisyah dikembalikan ke Mekkah.
Tantangan kedua datang dari
Mu’awiyah yang juga tidak mau mengakui Ali sebagai khalifah. Dalam pertempuran
yang terjadi di Siffin, tentara Ali dapat mendesak tentara Mu’awiyah. Untuk
menyelamatkan pasukannya,’Amr ibn ‘Ash meminta berdamai dengan mengangkat Al
Qur’an ke atas. Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai
kelompok Mu’awiyah sehingga ia bermaksud menolak permintaan itu. Namun karena
desakan sebagian pengikutnya terutama ahli qurru separti Al-Asy’ats bin Qais,
Mas’ud bin Fundaki at-Tamimi dan Zaid bin Husein ath-Tha’i., dengan sangat
terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukan) untuk menghentikan
peperangan[4].
Penyelesaian sengketa antara
Ali ibn Abi Thalib dan Mu’awiyah dengan jalan arbitrase oleh sebagian pasukan Ali
dipandang bertentangan dengan ajaran Islam. Sebagaima
firman Allah dalam Surat Al- Ma’idah ayat 44 menyatakan:
...وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُون
Artinya:
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,
Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir[5].
Penyelesaian sengketa dengan
arbitrase bukanlah penyelesaian menurut apa yang diturunkan Tuhan dan oleh
karena itu pihak-pihak yang menyetujui arbitrase tersebut telah menjadi kafir
dalam pendapat kaum Khawarij. Dengan demikian Ali, Mu’awiyah, Abu Musa Al-Asy’ari
dan ‘Amr ibn ‘Ash menurut mereka telah menjadi kafir. Kafir dalam arti keluar
dari Islam, yaitu murtad dan orang yang murtad wajib dibunuh. Merekapun
memutuskan untuk membunuh mereka[6]. Semenjak terjadinya peristiwa tahkim,
sebagian pasukan Ali memisahkan diri karena
mereka tidak setuju dengan tahkim tersebut. Kelompok inilah yang
menamakan dirinya kelompok Khawarij.
Secara etimologis, kata
Khawarij berasal dari kata Kharaja yang mengandung arti “keluar”. Nama
tersebut diberikan kepada mereka karena
mereka keluar dari barisan Ali[7].
Dalam Ensiklopedia Islam,
terungkap bahwa arti Khawarij , bentuk jamak dari kharij (orang yang keluar)
adalah orang-orang yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib yang
kemunculannya dilatar belakangi oleh adanya pertikaian politikn antara Ali dan
Mu’awiyah bin Abi Sofyan[8].
Menurut Ahmad Amin[9], nama Khawarij tersebut mereka sendiri yang menamakannya,
bukan dalam pengertian yang telah disebutkan melainkan keluar dari rumah
meninggalkan kampung halaman mereka untuk mengabdi kepada Allah dan Rasul-Nya.
Nama ini mereka ambil dengan berdasar kepada QS. An-Nisa (4):100 :
وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya: Dan
barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan
Rasul-Nya, Kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju),
Maka sungguh Telah tetap pahalanya di sisi Allah.[10]
Mereka juga menamakan diri dengan al-Syurat yang berasal
dari kata asyri (menjual) yang diambil QS. al-Baqarah (2):207:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
Artinya:
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya Karena mencari
keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.[11]
Selain itu, mereka juga
disebut al- Hururiyat, karena setelah mereka meninggalkan Ali, mereka berkumpul
di sebuah tempat yang bernama Harura. Di tempat inilah mereka memilih Abdullah
ibn Wahabal-Rasyidi sebagai imam mereka menggantikan Ali ibn Abi Thalib.
Mereka keluar dari barisan
Ali karena mereka memandang Ali telah melakukan kesalahan dengan menerima
tahkim. Penyelesaian sengketa Ali ibn Abi Thalib dengan Mu’awiyah ibn Abi
Sofyan mereka pandang bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu,
pihak-pihak yang menyetujui tahkim dalam pendapat Khawarij telah kafir[12].
Menentukan siapa yang
disebut kafir dan siapa yang disebut mukmin dalam Islam tidak lagi menyangkut
masalah politik, melainkan sudah menyangkut masalah keyakinan karena hal
tersebut menyangkut masalah teologi.
Dengan demikian, di samping
membawa paham teologi, mereka juga membahas masala-masalah politik. Dalam lapangan
ketatanegaraan, mereka memang mempunyai paham yang berlawanan dengan yang ada
pada waktu itu. Mereka lebih bersifat demokratis, karena menurut mereka seperti
yang ditulis oleh Harun Nasution, khalifah atau imam harus dipilih secara bebas
ummat Islam dan siapa saja yang sanggup walau dari kalangan hamba sahaya[13].
Di antara doktrin-doktrin
pokok Khawarij adalah sebagai berikut:
a. Khalifah atau imam harus dipilh secara bebas olek seluruh ummat Islam.
b. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap
orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
c. Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, Usman) adalah sah, tetapi setelah
tahun ke tujuh dari masa kekhalifahanya, Usman dianggap telah menyeleweng.
d. Khalifah Ali adalah sah, tetapi setelah terjadinya arbitrase ia dianggap
telah menyeleweng.
e. Muawiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa al-Asy’ari dianggap menyeleweng dan
telah kafir.
f. Seseorang yang berdosa beasr tidak lagi disebut muslim sehingga harus
dibunuh.
g. Setiap muslim harus hijrah dan bergabung dengan golongan mereka.
h. Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan orang
yang jahat harus masuk neraka).
i.
Memalingkan ayat-ayat al-Qur’an yang tampak
mutasabihat.
j.
Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan
Tuhan.[14]
2 .Ajaran dan Sekte-sekte Khawarij
Seperti telah dikemukakan
sebelumnya bahwa kaum Khawarij terdiri atas pengikut Ali Bin Abi Thalib yang
meninggalkan barisannya oleh karena tidak setuju dengan arbitrase, mereka
kemudian memisahkan diri dan berkumpul di suatu desa yang terletak di kota
Kuffah Irak. Di tempat inilah, mereka yang pada waktu itu berjumlah dua belas
ribu orang berkumpul dan memilih Abdullah ibn Wahab al-Rasyid menjadi imam
menggantikan Ali ibn Abi Thalib. Dalam pertempuran dengan pasukan Ali, mereka
mengalami kekalahan besar , tetapi pada akhirnya ada seorang dari mereka
berhasil membunuh Ali yaitu Abdul Rahman bin
Muljam.
Pada dasarnya, konsep ajaran
dan pandangan Khawarij berorientasi pada permasalahan khilafah, dosa besar,
kufr dan amal manusia. Menurut al-Syahrastani, mereka berpisah menjadi delapan
belas sekte, al-Baghdadi dua puluh sekte dan al-Asy’ari menyebutkan jumlahnya
lebih besar lagi. Masing- masing sekte menyebutkan spesifikasi prinsip. Harun
Nasution menyebutkan enam sekte masyhur di kalangan Khawarij, yaitu: al-
Muhakkimah, al-‘azariqah, al-Najdat, al-‘Ajaridah, al-Sufriyah dan al- Ibadiyah[15].
Kaum Khawarij pada umumnya
terdiri dari orang-orang Arab Baduwi yang jauh dari ilmu pengetahuan.
Ajaran-ajaran Islam yang terdapat dalam
Al-Qur’an dan Hadits mereka artikan menurut lafadznya dan harus dilaksanakan
sepenuhnya. Oleh karena itu iman dan paham mereka merupakan iman dan paham
orang yang sederhana dalam pemikiran dan sempit akal serta fanatik, ini membuat
mereka tidak mentolerir penyimpangan terhadap Islam.
Hal inilah yang membuat kaum
Khawarij terpecah belah menjadi beberapa golongan. Berikut ini beberapa sekte dari kaum Khawarij[16].
a.
Al-
Muhakkimah
Sekte ini dipandang sebagai
golongan Khawarij asli karena terdiri dari pengikut-pengikut Ali yang kemudian
membangkang. Mereka berkumpul di desa Harurah dekat kota Kufah dan dipimpin
oleh Abdullah ibn al-Kawa. Nama al-Muhakkimah berasal dari semboyan mereka la hukma illa li Allah (menetapkan hukum
itu hanyalah Allah). Mereka menolak arbitrasi atau tahkim karena dianggap
bertentangan dengan perintah Allah SWT dalam surah al- Hujurat ayat 9 yang
menyuruh memerangi kelompok pembangkang sampai mereka kembali ke jalan Allah
SWT. Selanjutnya dalam paham sekte ini,
Ali, Mu’awiyah dan semua orang yang menetujui arbitrase dituduh telah kafir
karena telah menyimpang dari ajaran Islam. Kemudian mereka juga menganggap
kafir orang-orang yang berdosa besar,
seperti membunuh tanpa alasan yang sah dan berzina.
b.
Al-Azariqah
Sekte
ini lahir sekitar tahun 60 H didaerah perbatasan antara Irak dan Iran. Nama
al-Azarikah dinisbahkan kepada pemimpin sekte ini, Nafi bin Azrak al- Hanafi
al-Hamzah. Sebagai Khalifah , Nafi’ digelari amirul mukminin. Menurut
al-Bagdadi, pendukungnya berjumlah lebih dari 20 ribuan orang. Paham merekah
antara lain ialah bahwa setiap orang Islam yang menolak ajarannya dianggap
musyrik yang boleh ditawan atau dibunuh termasuk anak istri mereka. Berdasarkan
prinsip tersebut, pengikut al-Azariqah banyak melakukan pembunuhan terhadap
sesama ummat Islam yang berada di luar daerah mereka. Mereka menganggap
daerahnya sebagai dar al-Islam (Darul
Islam), di luar daerah itu dianggap dar
al-kufr (daerah yang dikuasai/diperintah orang kafir).
c.
An-Najdat
Sekte ini adalah kelompok yang dipimpin
oleh Najdah bin Amir al-Hanafi, penguasa daerah Yamamah dan Bahrein. Lahirnya kelompok ini sebagai reaksi terhadap
pendapat Nafi’, yang mereka pandang terlalu ekstrem. Pendapat Nafi’ yang
ditolak adalah tentang musyriknya orang yang tidak mau hijrah ke dalam wilayah
al-Azariqah dan tentang kebolehan membunuh anak-anak dan istri orang yang
mereka anggap musyrik. Paham teologi an-Najdat yang terpenting adalah bahwa
orsng Islam yang tak sepaham dengan mereka dianggap kafir. Paham lain yang
dibawa sekte ini adalah paham taqiyah,
yaitu bahwa seorang Islam dapat menyembunyikan identitas keimananya demi
keselamatan dirinya.
d.
Al-Ajaridah
Pemimpin
sekte ini adalah Abdul Karim bin Ajarrad. Dibanding dengan al-Azariqah,
pandangan-pandangan kaum al-Ajaridah jauh lebih moderat. Mereka berpendapat
bahwa tidak wajib berhijrah ke wilayah mereka seperti Nafi’, tidak boleh
merampas harta dalam peperangan kecuali harta orang yang mati terbunuh, tidak
dianggap musyrik anak-anak yang masih kecil. Bagi mereka, Al-Qur’an sebagai
kitab suci tidak layak memuat cerita percintaan seperti yang terkandung dalam
surah Yusuf.
e.
As-Sufriyah
Sekte
ini membawa faham yang mirip dengan paham al-Azariqah, hanya lebih lunak. Nama
paham ini diambil dari nama pemimpinnya, Zaid bin Asfar. Pendapatnya yang
penting adalah istilah kufr atau kafir(mengandung dua arti, yaitu kufr
an-ni’mah’ mengingkari nikmat Tuhan dan kufr
bi Allah’ mengingkari Tuhan. Tentang taqiyah, mereka hanya membolehkan dalam bentuk perkataan, tidak
boleh berupa tindakan, kecuali bagi wanita Islam yang diperbolehkan menikah
dengan lelaki kafir bila terancam keamanan dirinya.
f.
Al-Ibadiyah
Sekte
ini dimunculkan oleh Abdullah bin Ibad al-Murri at-Tamimi pada tahun 686 M.
Doktrin yang terpenting antara lain bahwa orang Islam yang berdosa besar tidak dapat dikatakan mukmin, melainkan
muwahhid (orang yang dimaksud kafir nikmat, yaitu tidak membuat pelakunya
keluar dari Islam). Selanjutnya, yang dipandang sebagai daerah dar al-kufr hanyalah markas
pemerintahan dan itulah yang harus diperangi. Selain itu, disebut dar
at-Tauhid(daerah yang dikuasai oleh orang-orang Islam ), tidak boleh diperangi.
Tentang harta yang boleh dirampas dalam perang, mereka menetapkan hanya kuda
dan alat perang. Sekte ini dianggap sebagai golongan yang paling moderat.
Harun
Nasution mengemukakan bahwa, tidaklah mengherankan kalau faham moderat membuat
Abdullah ibn Ibad tidak mau turut dengan al-azariqah dalam melawan Pemerintahan
Dinasti Bani Umayyah. Bahkan mempunyai hubungan yang baik dengan khalifah Abd al-
Malik ibn Marwan[17].
B.
Murji’ah
1.
Sejarah
Lahirnya Murji’ah
Seperti halnya lahirnya Khawarij,
demikian juga halnya munculnya Murji’ah adalah dengan latar belakang politik.
Aliran ini muncul sebagai reaksi atas sikap yang tidak mau terlibat dalam upaya
kafir dan mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar sebagaimana
oleh aliran Khawarij.
Murji’ah,
suatu kelompok awal dalam Islam yang mempertahankan hukuman bagi orang berdosa
akan “ditunda” dan berlawanan dengan Khawarij , bahwa muslim yang berdosa tidak
berhenti menjadi Muslim oleh karena dosa mereka. Mereka mempertahankan suatu
posisi politis di antara Syiah dan Khawarij. Murjia’ah tampil dengan mengambil
posisi sikap netral dan tidak berpihak kepada satu di antara keduanya[18].
Menurut
Harun Nasution, mereka disebut kaum Murji’ah karena ajaran mereka memang
menundakan soal dosa besar yang dilakukan orang Islam kepada Tuhan di Hari
kiamat. Mereka tidak mengambil putusan sekarang juga di dunia ini dengan
menghukum pelaku dosa besar masih akan masuk surge. Ajaran mereka dengan dengan
demikian memberi harapan bagi pelaku dosa besar untuk diberi ampunan oleh Tuhan
dan seterusnya untuk masuk surga[19]
Al
Bagdadi menerangkan bahwa mereka dinamakan Murji’ah karena mereka mengakhirkan
amal dari pada iman. Irja’ artinya mengakhirkan[20].
Murjiah
terambil dari kata ﺃﻹﺮﺠﺎﺀ yang mempunyai dua makna. Yang pertama
bermakna mengakhirkan atau menunda sebagaimana firman Allah dalam Q.S.
al-A’raf(7):111:
قَالُوا أَرْجِهْ وَأَخَاهُ وَأَرْسِلْ فِي الْمَدَائِنِ حَاشِرِينَ
Artinya: Pemuka-pemuka itu menjawab:
"Beri tangguhlah dia dan saudaranya serta kirimlah ke kota-kota beberapa
orang yang akan mengumpulkan (ahli-ahli sihir).[21]
Sedangkan
makna yang kedua adalah memberi pengharapan. Adapun pemakaian kata Murji’ah
sebagai paham keIslaman yang dipakai adalah makna pertama, karena kaum Murji’ah
mengakhirkan perbuatan dari pada niat dan keyakinan serta menundakan /menyerahkan soal dosa besar
yang dilakukan oleh orang Islam kepada Tuhan pada hari kiamat. Pengertian kedua
menjelaskan dalam ucapan sebagian seorang bahwa iman tidak terganggu karena
berbuat maksiat dan demikian pula ketaatan tidak terpengaruh karena kekafiran[22]
2.
Ajaran-ajaran pokok Murji’ah
Munculnya
Murji’ah adalah karena adanya perselisihan yang terjadi antara Khawarij dan
Syi’ah yang sudah keterlaluan. Khawarij mengkafirkan Ali, Mu’awiyah dan orang
orang yang terlibat dalam tahkim, begitu pula dengan Syi’ah yang membela Ali.
Masing- masing kelompok mengklaim bahwa kelompoknyalah yang benar sedangkan
yang lain salah, sesat dan kafir.
Murji’ah
kemudian muncul dengan menerima semua kelompok yang berselisih, tidak
mengkafirkan golongan-golongan tersebut. Bahkan sebaliknya menilai semua
kelompok tersebut adalah mukmin sedangkan keberadaan mereka yang sesungguhnya
diserahkan kepada Allah kelak.[23]
Ajaran
yang paling mendasar bagi Murji’ah adalah bahwa yang dimaksud dengah iman
adalah tasdiq atau pembenaran, sedangkan perbuatan tidak termasuk sama sekali
dalam bagian iman. Oleh karena itu, seluruh orang yang telah beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya disebut mukmin, walaupun melakukan dosa besar. Murjiah juga
berpendapat bahwa semua golongan dalam Islam adalah mukmim walau salah dalam
berijtihad bahkan walau pun lisannya kafir, lahirnya menyembah berhala maka Allah
dapat mengampuni dosa-dosanya atau menyiksanya pada suatu waktu kemudian
memasukkan kedalam surga.[24]
Berkaitan
dengan doktrin teologi Murjiah, W. Montgemery Watt merincinya sebagai berikut:
- Penangguhan keputusan Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskan di akhirat kelak.
- Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat al-Khalifah ar-Rasyidun.
- Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.[25]
Sedangkan
doktrin teologi Murji’ah menurut Harun Nasution adalah sebagai berikut:
- Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa al-Asy’ari yang terlibat tahkim dan menyerahkan kepada Allah.
- Menyerahkan hukuman kepada Allah atas orang muslimyang beroda besar.
- Meletakkan (iman) dari pada amal.
- Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari allah.[26]
Adapun
pandangan politiknya Murji’ah, bahwa penjahat
dapat dihukum sesuai ketentuan hukum yang berlaku dengan tanpa harus
mengucilkan dari masyarakat. Secara politis Bani Umayyah tidak putus kedudukannya
sebagai anggota masyarakat walau melakukan sesuatu yang dianggap oleh sementara
orang Islam dianggap dosa. Dengan demikian, maka Murji’ah merupakan golongan
pertama dan utama yang mendukung Bani Umayyah atas dasar agama[27].
Dengan
melihat pertumbuhan pemikiran politik dan teologi Murji’ah., maka ada yang
menduga bahwa Murji’ah memang sengaja
dibentuk oleh orang-orang Bani umayyah untuk mengimbangi Khawarij dan Syi’ah.
Benar tidaknya dugaan ini, yang jelas sikap netral Murjiah sangat menguntungkan
bagi pihak Mu’awiyah.
Menurut al-Syahrastaniy, bahwa Murji’ah
al-Khalisah (murni) ada enam kelompok, yaitu: al-Yunusiyyah, al-‘Ubaydiyyah,
al-Ghassaniyyah, al-Tsaubaniyyah, al-Tuminiyyah, dan al-Shalihiyyah.[28]
- Al-Yunusiyyah
Al-Yunusiyyah adalah kelompok yang mengikuti faham Yunus ibn ‘Aun
al-Numayriy. Menurutnya, iman adalah pengenalan kepada Allah dengan
mentaati-Nya, meninggalkan keinginan dan rencana (pribadi) serta menyerah
segala-galanya kepada Allah dan mencintai Allah sepenuh hati. Barang siapa yang
mampu menanamkan rasa kepatuhan dan cinta kepada Allah dengan sepenuh hati,
sekalipun ia berbuat maksiat tidaklah mengurangi nilai iman dan ikhlas kepada
Allah[29].
- Al-Ubaydiyyah,
Mereka adalah kelompok yang mengikuti faham ‘Ubayd al-Mukta‘ib.
Menurutnya, selain perbuatan syirik akan diampunkan oleh Allah. Seseorang yang
meninggal dalam keadaan masih memiliki ketauhidan tidak akan binasa oleh
kejahatan dan dosa besar yang telah diperbuatnya.[30]
- Al-Ghassaniyyah,
Kelompok ini mengikuti ajaran Ghassan al-Kafi. Menurutnya iman adalah
pengetahuan (ma’rifat) kepada Allah dan Rasul, mengakui dengan lisan akan
kebenaran yang diturunkan oleh Allah, namun secara global, tidak perlu secara
rinci. Iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang.(statis)[31].
- Ats-Tsaubaniyyah
Al-Tsaubaniyyah, yakni kelompok yang mengikuti ajaran AbuTsauban
al-Murji’iy. Menurutnya, iman adalah pengenalan dan pengakuan lidah kepada
Allah, rasul, dan kepada semua perbuatan yang menurut akal boleh atau tidak
boleh dikerjakan tidak termasuk iman. Iman juga lebih dahulu dari pada amal.
Pendapat ini didukung oleh Abu Marwan Ghailan ibn Marwan al Damisqi, Abu
Tsamar, Muwis ibn Umran, Al Fadhal-Raqasyi, Muhammad ibn Syu’aib, Al-Arabi’ dan
Shaleh Qubbah[32].
- At-Tuminiyyah
Al-Tuminiyyah, yaitu satu kelompok yang mengikuti ajaran Abu Mu‘az
al-Tumini. Menurutnya, iman adalah terpelihara dari kekufuran dan merupakan
nama dari perbuatan yang apabila ditinggalkan akan menjadi kufur. Oleh
karenanya, tidak boleh beriman kepada sebagian dan mengingkari atau kafir bagian
yang lain.[33]
6. As-Salihiyyah
As-Salihiyyah adalah kelompok
yang mengikuti ajaran Shalih ibn ‘Umar al-Shalihi. Menurutnya, iman adalah
semata-mata pengenalan kepada Allah dan mengakui Allah sebagai pencipta alam
semesta, sedangkan kekafiran adalah kejahilan terhadap Allah. Ma’rifah kepada
Allah yang dimaksud adalah mahabbah (cinta) dan khudu‘ (tunduk)
kepada Allah.[34]
Jika dilihat di masa
sekarang, walaupun golongan Murji’ah sudah tidak ada lagi, namun dalam
prakteknya masih terdapat sebagaian ummat Islam yang menjalankan ajaran-ajaran
tersebut
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, maka dapatlah ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
- Khawarij dan Murji’ah adalah dua aliran dalam Islam yang lahir dengan latar belakang politik yang kemudian menjadi gerakan teologi yang amat berpengaruh bagi timbulnya aliran-aliran teologi selanjutnya.
- Ajaran pokok Khawarij adalah bahwa khalifah tidak mesti dari kalangan Quraisy, tetapi siapa saja dari ummat Islam yang mampu itu. Selain itu, Khawarij memandang bahwa Ali dan Mu’awiyah serta yang menyetujui tahkim melakukan dosa besar dan menjadi kafir.
- Aliran Murji’ah berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar tetap masih mukmin dan bukan kafir, adapun dosa yang dilakukannya diserahkan kepada Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rozak & Rosihan Anwar, Ilmu
Kalam, Cet 2 Bandung: Pustaka Setia,2007
Amin, Ahmad, Fajr al- Islam, Makhtabah
al-Nahdatal-Misriyat,1975
------------------ Duha al-Islam,Juz III Kairo: Maktabah al-Nahdah, 1964
al Bagdadi, al-Farq Bayn al- Firaq, Beirut: Dar al
Afaq al- Jadidah,1973
Departemen Agama RI, Al-Qur’an
dan Terjemahnya, Jakarta: PT Bumi Restu,1977
Dewan Redaksi
Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam 3,Cet
4 Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,2003.
Harun Nasution,
Islam Ditiinjau Dari Berbagai Aspeknya,
Jilid I, Jakarta:UI Press,1986
--------------------Teologi Islam:
Aliran-aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan ,Cet.V, Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia,1986
Muhammad Iqbal
& William Hunt, Ensiklopedi Ringkas
Tentang Islam, Jakarta:Taramedia,2003.
Rozak, Abdul dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, Cet 3, Bandung:
Pustaka Setia, 2007.
al-Syahrastaniy,
al-Milal wa al-Nihal, Kairo: Mustafa
al-Halabi al Babiy
Watt, W.
Montgomery, Islam Philosophy And Theology,
Chicago:Edinburgh University Press,1972.
-------------------
Early Islam: Collected Articels, Chicago: Eidenburg, 1990.
[1]
Harun Nasution, Teologi Islam:
Aliran-aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan ,(Cet.V, Jakarta. Penerbit
Universitas Indonesia,1986 M), h.6-8.
[2] Ibid,.
h.22
[3] Ibid,.
h.4
[4]Abdul
Rozak & Rosihan Anwar, Ilmu Kalam,
Cet 2 (Bandung:Pustaka Setia,2007), h.
50.
[5] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta:PT
Bumi Restu,1977), h. 167.
[6]
Harun Nasution, Islam Ditiinjau Dari
Berbagai Aspeknya, Jilid I(Jakarta:UI Press,1986), h.31.
[7]
Harun Nasution, op cit, h.11.
[8]
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia
Islam 3,Cet 4(Jakarta:Ichtiar BaruVan Hoeve,2003), h.47.
[9]
Ahmad Amin, Fajr al- Islam,(Makhtabah
al-Nahdatal-Misriyat,1975),h.257.
[10] Departemen Agama RI, op cit., h. 137.
[11] Ibid, h. 50.
[12]
Harun Nasution, Islam Ditinjau, h. 31.
[13]
Harun Nasution, Teologi Islam, h. 12.
[14] Abdul Rozak dan Rosihan Anwar,
Ilmu Kalam, (Cet 3; Bandung: Pustaka Setia, 2007), h. 51-52.
[15]
Lihat Dewan Redaksi, op. cit. h. 48.
[16] Ibid, h. 48-50.
[17]
Lihat Harun Nasution, Teologi Islam,
op, cit, h.21
[18]Muhammad
Iqbal & William Hunt, Ensiklopedi
Ringkas Tentang Islam,(Jakarta:Taramedia,2003), h.299.
[19]
Harun Nasution, Islam Ditinjau, h.34.
[20] al
Bagdadi, al-Farq Bayn al- Firaq,(Beirut:Dar
al Afaq al- Jadidah,1973), h.202.
[21] Departemen Agama, op cit, h.,239
[23] Ahmad Amin, op. cit, h. 280.
[24]
Ahmad Amin, Duha al-Islam,Juz
III(Kairo: Maktabah al-Nahdah, 1964), h.322.
[27] W.
Montgomery Watt, Islam Philosophy And
Theology,(Chicago:Edinburgh University Press,1972), h.33.
[28]Al-Syahrastaniy,
loc.
cit.
[31]Ibid.,141.
[34]Ibid., h.145.
1 komentar:
payah lu ngak bisa do copy, pelit
Posting Komentar
apakah anda tidak menemukan yang anda cari??? silahkan tuliskan sesuatu yang anda cari itu....